1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Medicine Jawaban Atas Artikel Bahaya Imunisasi

Discussion in 'Intensive Health Unit' started by fallofthe3rdreich, May 9, 2012.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. fallofthe3rdreich M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Aug 14, 2009
    Messages:
    1,067
    Trophy Points:
    161
    Ratings:
    +2,987 / -0
    Jujur saja, saya tergelitik untuk menulis lagi gara-gara kejadian kemarin saat jaga Pameran Pembangunan & Potensi Daerah Kabupaten Sleman, dimana saya diminta menjadi Sales Promotion Boy (SPB, oh yes, I’m still a boy!) pada stand Dinas Kesehatan. Saat itu ada mbak-mbak PNS dari stand sebelah yang bertanya-tanya tentang imunisasi dan betapa gerakan anti imunisasi sudah merebak di internet, bahkan ada pula seminar-seminarnya di institusi perguruan tinggi, dan ngga tanggung-tanggung, pembicaranya bahkan ada yang dokter pula. Lalu, penasaran, sore tadi saya membuka Google dan mencoba mencari situs-situs anti imunisasi dan vaksinasi tersebut, dan hasilnya.. hampir rahang bawah saya copot karena mangap terlalu lebar: betapa banyaknya! jauh lebih banyak daripada situs yang mempromosikan imunisasi. Saya baca dan baca, rata-rata isinya sama, artikel yang sama, dicopy paste berulang-ulang dari satu situs ke situs yang lain dari satu blog ke blog yang lain. Yang membuat saya tambah mangap dan tergeleng-geleng, artikel tersebut seolah-olah benar-benar evidence based, mencatut nama ahli-ahli, penelitian-penelitian, data dan angka, meyakinkan nian. Coba saya cungkil separuh kesini



    =============================================================



    Mengungkap Konspirasi Imunisasi dan Bahaya Vaksin





    Imunisasi dan Konspirasi di dalamnya.

    Jika kita merunut sejarah vaksin modern yang dilakukan oleh Flexner Brothers, kita dapat menemukan bahwa kegiatan mereka dalam penelitian tentang vaksinasi pada manusia didanai oleh Keluarga Rockefeller. Rockefeller sendiri adalah salah satu keluarga Yahudi yang paling berpengaruh di dunia, dan mereka adalah bagian dari Zionisme Internasional.

    Kenyataannya, mereka adalah pendiri WHO dan lembaga strategis lainnya :



    The UN’s WHO was established by the Rockefeller family’s foundation in 1948 – the year after the same Rockefeller cohort established the CIA. Two years later the Rockefeller Foundation established the U.S. Government’s National Science Foundation, the National Institute of Health (NIH), and earlier, the nation’s Public Health Service (PHS).

    ~ Dr. Leonard Horowitz dalam “WHO Issues H1N1 Swine Flu Propaganda”



    Wah hebat sekali ya penguasaan mereka pada lembaga-lembaga strategis.

    Dilihat dari latar belakang WHO, jelas bahwa vaksinasi modern (atau kita menyebutnya imunisasi) adalah salah satu campur tangan (Baca : konspirasi) Zionisme dengan tujuan untuk menguasai dan memperbudak seluruh dunia dalam “New World Order” mereka.



    Apa Kata Para Ilmuwan Tentang Vaksinasi?

    “Satu-satunya vaksin yang aman adalah vaksin yang tidak pernah digunakan.”

    ~ Dr. James R. Shannon, mantan direktur Institusi Kesehatan Nasional Amerika



    “Vaksin menipu tubuh supaya tidak lagi menimbulkan reaksi radang. Sehingga vaksin mengubah fungsi pencegahan sistem imun.”

    ~ Dr. Richard Moskowitz, Harvard University



    “Kanker pada dasarnya tidak dikenal sebelum kewajiban vaksinasi cacar mulai diperkenalkan. Saya telah menghadapi 200 kasus kanker, dan tak seorang pun dari mereka yang terkena kanker tidak mendapatkan vaksinasi sebelumnya.”

    ~ Dr. W.B. Clarke, peneliti kanker Inggris



    “Ketika vaksin dinyatakan aman, keamanannya adalah istilah relatif yang tidak dapat diartikan secara umum”.

    ~ dr. Harris Coulter, pakar vaksin internasional



    “Kasus polio meningkat secara cepat sejak vaksin dijalankan. Pada tahun 1957-1958 peningkatan sebesar 50%, dan tahun 1958-1959 peningkatan menjadi 80%.”

    ~ Dr. Bernard Greenberg, dalam sidang kongres AS tahun 1962



    “Sebelum vaksinasi besar besaran 50 tahun yang lalu, di negara itu (Amerika) tidak terdapat wabah kanker, penyakit autoimun, dan kasus autisme.”

    ~ Neil Z. Miller, peneliti vaksin internasional



    “Vaksin bertanggung jawab terhadap peningkatan jumlah anak-anak dan orang dewasa yang mengalami gangguan sistem imun dan syarat, hiperaktif, kelemahan daya ingat, asma, sindrom keletihan kronis, lupus, artritis reumatiod, sklerosis multiple, dan bahkan epilepsi. Bahkan AIDS yang tidak pernah dikenal dua dekade lalu, menjadi wabah di seluruh dunia saat ini.”

    ~ Barbara Loe Fisher, Presiden Pusat Informasi Vaksin Nasional Amerika



    “Tak masuk akal memikirkan bahwa Anda bisa menyuntikkan nanah ke dalam tubuh anak kecil dan dengan proses tertentu akan meningkatkan kesehatan. Tubuh punya cara pertahanan tersendiri yang tergantung pada vitalitas saat itu. Jika dalam kondisi fit, tubuh akan mampu melawan semua infeksi, dan jika kondisinya sedang menurun, tidak akan mampu. Dan Anda tidak dapat mengubah kebugaran tubuh menjadi lebih baik dengan memasukkan racun apapun juga ke dalamnya.”

    ~ Dr. William Hay, dalam buku “Immunisation: The Reality behind the Myth”



    Dan masih banyak lagi pendapat ilmuwan yang lainnya.

    Dan ternyata faktanya di Jerman para praktisi medis, mulai dokter hingga perawat, menolak adanya imunisasi campak. Penolakan itu diterbitkan dalam “Journal of the American Medical Association” (20 Februari 1981) yang berisi sebuah artikel dengan judul “Rubella Vaccine in Susceptible Hospital Employees, Poor Physician Participation”. Dalam artikel itu disebutkan bahwa jumlah partisipan terendah dalam imunisasi campak terjadi di kalangan praktisi medis di Jerman. Hal ini terjadi pada para pakar obstetrik, dan kadar terendah lain terjadi pada para pakar pediatrik. Kurang lebih 90% pakar obstetrik dan 66% parak pediatrik menolak suntikan vaksin rubella.



    =========================================================



    Stop. Ini baru separuh artikel pembuka. Cukup meyakinkan bukan? sudah pernah baca?



    Ya, saya juga bukan ahli vaksin, bukan ahli imunisasi, yang juga sahih untuk menganalisis artikel di atas. Saya hanya dokter PNS muda di Puskesmas yang tidak begitu terpencil dari kota Yogyakarta untuk disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Tapi setidaknya saya pernah belajar 6 tahun dan terus berlanjut hingga sekarang mengenai metode kedokteran. Dan selama masa belajar itu saya pernah (kalau tidak lupa) diajarkan tahap pertama dalam pembelajaran: mencari referensi yang sahih, tidak bias/tendens, valid dan reliable. Dan tahap pertama pembelajaran saya itulah yang akan sedikit saya bagikan pada anda, siapa tahu saya nanti beneran bisa dapat tanda jasa dari anda ;).



    1. Leonard Horowitz

    Tentang Dr. Leonard Horowitz yang penulis sebutkan di atas: entah darimana ia dapat gelar DR. di depan namanya. Karakter ini dalam search google dapat anda temukan ratusan dalam situs anti imunisasi yang artikelnya dicopy paste itu. Lihat di situs asing, ia terlibat dalam situs-situs yang menolak pengetahuan & teknologi modern. Yang paling jelas kalau di follow up, ternyata si Horowitz ini sangat berperan dalam situs FluScam.com, situs yang benar-benar membolak-balikkan fakta pengobatan modern, menolak imunisasi, yang ujung-ujungnya menawarkan pengobatan alternatif. Silakan buka situsnya, dan link situs lainnya, Leonard Horowitz ini ternyata populer juga sebagai semacam penyembuh spiritual di Amrik sana. Dia bahkan menyebut dirinya seorang sakti, semacam mengaku nabi, bahkan mengklaim ada ‘malaikat’ menuntunnya, secara tertulis pada bukunya Walking on Water di tahun 2006. Tuntunannya semacam ini:

    5-steps you can take to prompt miraculous healings.
    The LOVE frequency to radiate affection and resolve troubled relationships.
    Key changes you can make to overcome self-defeating patterns to prosper in all ways.
    How to sustain and celebrate LOVE as a core creative force.
    Master the mystery of ***, love and your true male/female identity.
    Easily and inexpensively produce “holy water” critical for natural healing.
    The use of music, foods, language, prayer and faith to heal your life.
    The true meaning of your life.
    How to prosper, more than ever, by understanding the laws of nature, attraction, giving and receiving.

    Kaya judul-judul buku kacangan yang dijual 10ribuan. Pesan di dalamnya gampang, sudah bisa ditebak, lupakan teknologi, ciptakan penyembuhan dari diri sendiri (wow!). Dia akan menunjukkan gimana caranya, cukup bayar sekian dolar, via transfer di rekening bla-bla-bla. Buka saja FluScam.com dan ikutilah seluruh anjuran Kiai Dr. Leonard Horowitz, pasti manjur..



    2. Dr. James Shannon

    Setelah dilacak-lacak tentang quote dan Dr. James R. Shannon mantan direktur National Health Institute (NIH), ternyata koneksi keduanya cuma ditemukan di situs-situs anti vaksinasi saja. Di situs anti vaksinasi asing kopiannya sebagai berikut “Dr. James R. Shannon, former director of the National Institute of Health reported in December, 2003 that “the only safe vaccine is one that is never used”.

    Memang ada mantan direktur NIH yang bernama Dr. James Augustine Shannon, lahir tahun 1904, tapi beliau telah meninggal tahun 1994 lalu di usia 89 tahun. Obituarinya bisa dilihat di sini

    Sejauh ini belum ada berita yang mengabarkan Dr. James Augustine Shannon bangkit dari kubur, lalu mengganti nama tengahnya, dan kemudian di tahun 2003 berpidato “the only safe vaccine is one that is never used, dude!”. Ya, koneksinya cuma ketemu di situs-situs anti vaksinasi saja, yang semuanya menulis mantan direktur NIH Dr. James R. Shannon

    Mungkin ada direktur NIH bernama Shannon yang lain? sudahlah, coba cek di daftar direktur NIH

    Dengan kata lain, quote James Shannon yang dicopy paste berjuta kali itu cuma tipuan belaka



    3. Richard Moskowitz

    Richard Moskowitz lahir pada tahun 1938, dan kuliah di Harvard (BA) dan New York University (MD). Setelah selesai sekolah kedokteran dia kemudian mengikuti 3 tahun studi pascasarjana di bidang Filsafat di University of Colorado. Dia mengambil magang di Rumah Sakit St. Anthony, Denver, dan telah mempelajari kedokteran keluarga sejak tahun 1967, serta (katanya) membantu 800 kali kasus kelahiran di rumah. Dengan latar belakang kedokteran oriental dan bentuk-bentuk penyembuhan alami, Dr Moskowitz belajar homeopati dengan George Vithoulkas di Yunani dan Rajan Sankaran (dan lain-lain, entahlah saya ngga kenal) di India.

    Dia telah mempraktekkan metode klasik tersebut secara eksklusif sejak 1974, dan telah mengajar secara luas pada mata pelajaran homeopati dan yang berkaitan dengannya (pengobatan alternatif). Silakan searching, di internet banyak nama dokter Richard Moskowitz, tapi yang dicuplik pendapatnya di situs-situs anti vaksinasi adalah dokter Moskowitz yang ahli homeopati ini. Jadi, sudah jelaslah ia adalah praktisi homeopati, sudah jelas bukan ahli vaksin atau imunisasi, dan tidak mewakili institusi Harvard University. Sudah jelas pula titik bias pendapatnya pada kasus imunisasi.



    4. dr W. B. Clarke

    Aktor fiktif lain, siapa itu dr W. B. Clarke? yang katanya seorang dokter di Indiana di tahun 1900an (iya, tahun 1900, belum ada laptop dan FB saat itu; yang dikutip di atas sana sebagai ahli kanker dari Inggris? keliru mengutip kayaknya si mas). Orangnya saja sudah ngga jelas. Silahkan coba untuk menemukan biografinya dan artikel aslinya yang menyatakan "Cancer is essentially unknown prior to the obligation of smallpox vaccination was introduced. I had faced 200 cases of cancer, and none of those affected by cancer do not get vaccinated before”, anda hanya akan menemukan website-website komunitas anti-vaksin lain yang mengulang-ulang kutipan itu, lagi dan lagi, tanpa menunjukkan sumber dan artikel yang asli. Selain Dr W. B Clarke ahli geologi terkenal (itu lhoo, lihat di wiki), tidak ada ahli lain yang bernama W. B Clarke yang dapat anda akui quote dan artikel-artikelnya sebagai seorang dokter dan ahli kanker yang sahih. Tolong perhatikan bahwa http://www.whale.to/ yang merupakan sumber dari berbagai artikel anti vaksinasi adalah merupakan situs pengobatan alternatif, anda pasti tahu apa yang mereka selalu katakan tentang imunisasi



    5. Harris L. Coulter, PhD

    Ya, Anda dapat menemukan ini di wiki: Harris L. Coulter, PhD (8 Oktober 1932 -) adalah seorang sejarawan medis dan dosen yang telah menerbitkan tulisan di berbagai bidang termasuk obat homeopati, kanker, dan apa yang dianggapnya sebagai bahaya vaksinasi. Coulter meraih gelar PhD pada 1969 dari Columbia University, NY, dalam disertasi berjudul “Political and Social Aspects of Nineteenth-Century Medicine in the United States: The Formation of the American Medical Association and its Struggle with the Homeopathic and Eclectic Physicians” dari disertasinya saja sudah terlihat menentang sisi medis. Coulter telah dianggap "sejarawan homeopati terkemuka akhir abad 20." Nah!

    Karya Coulter yang paling signifikan adalah empat jilid risalah tentang sejarah kedokteran Barat, Divided Legacy: A History of the Schism in Medical Thought, yang memerinci dua jalur yang berbeda pada pemikiran dan praktek medis sejak zaman Hippocrates hingga saat ini : pendekatan rasional dan pendekatan empiris seperti yang diamati dalam sejarah filosofi.

    Coulter telah bertugas di berbagai panel penasihat medis, dan telah memberikan masukan tentang konflik antara American Medical Association (AMA) dan homeopati. Dari tahun 1965 sampai 1975, Coulter adalah direktur publikasi untuk American Foundation for Homeopathy, dan 1983-1989 ia menjabat di dewan editorial Journal of the American Institute of Homeopathy. Coulter juga anggota dewan penasehat dari Campaign Against Fraudulent Medical Research. Coulter fasih berbahasa Jerman, Perancis, Spanyol, Latin, Rusia, Hongaria, dan Serbo-Kroasia.

    Pandangan Coulter telah dikritik, misalnya tentang ide-idenya tentang bahaya vaksinasi. Yah, pendapat apa sih yang anda harapkan dari ahli homeopati mengenai imunisasi?



    6. Bernard G. Greenberg, PhD

    Bagi anda yang tertarik, inilah referensi yang lengkap bagi seluruh dunia (hehe) untuk melihat (dan untuk menunjukkan bagaimana komunitas anti vaksin mendistorsi kebenaran) suatu bagian dari diskusi telah dipublikasikan dengan menutup keseluruhan isi diskusi, dengan tujuan pembohongan publik.

    Quote di atas dikutip dari diskusi panel yang berjudul "The Present Status of Polio Vaccines" dengan moderator: Herbert Ratner, MD, panelis: Herald R. Cox, ScD, Bernard G. Greenberg, PhD, Herman Kleinman, MD, dan Paul Meier, PhD. Telah dipublikasikan di Illinois Medical Journal. Agustus, 1960. pp 84-93. (Diskusi Panel diedit dari transkrip yang dipresentasikan sebelum Section on Preventative Medicine and Public Health pada 120th Annual Meeting of the ISMS di Chicago, 26 Mei 1960.). Dapat dicari review diskusinya pada jurnal tersebut.

    Posisi Dr Greenberg tidak menyatakan bahwa vaksin polio tidak efektif, posisinya adalah bahwa itu belum ‘sangat’ efektif. Dia juga tidak membuat pernyataan bahwa vaksin tersebut berbahaya.

    Berikut adalah beberapa kutipan dari beliau tentang tren polio: "Without a doubt, the increasing trend has been reduced to some extent by the Salk vaccine."

    "However, any future substantial reduction in this trend will require a more potent vaccine, not simply vaccinating more people. If there were no other vaccine, complete vaccination of all susceptible persons in the population with the Salk vaccine would be justifiable." Potensitas (kekuatan) vaksin di sini yang dimaksudkan adalah fungsi untuk meningkatan jumlah antigen virus yang dilemahkan dalam vaksin Salk, atau menggunakan virus hidup seperti vaksin Sabin.

    "Today it may be a serious mistake to be ultraconservative in accepting the new live virus vaccines under the impression that there is no hurry because an almost equivalent immunizer exists in the Salk vaccine. A delay in accepting and promoting better vaccines will be a costly one." Greenberg mengatakan ini pada tahun 1960 (pada tahun 1961 vaksin monovalen Sabin mendapat lisensi). Dalam pernyataanya Dr Greenberg percaya vaksin Sabin adalah jawabannya, dan lebih baik dari vaksin Salk yang karena kendala teknis (virus propagasi dalam kultur sel) menghambat vaksin Salk untuk menjadi cukup kuat. Lihatlah, Greenberg tidak melarang vaksinasi kan?

    Di kemudian hari, virus tersebut diadaptasikan dengan kultur sel microsphere terus menerus dalam sel Vero hingga dapat menghasilkan 10^9 virus per ml - dan itulah yang digunakan dalam vaksin polio (IPV) hingga hari ini. Dengan kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar virus dalam kultur sejak awal tahun 1970an, dan dengan diberantasnya polio liar di Amerika Serikat, IPV mengantikan OPV pada tahun 2000 untuk meniadakan kasus langka dari perubahan patogenik kembali dari vaksin Sabin. Thanks to dr. Greenberg.



    7. Neil Z. Miller & Barbara Loe Fisher

    Neil Z. Miller & Barbara Loe Fisher adalah promotor gerakan anti vaksin sejati, mereka meneliti (hingga mempublikasikan riset yang menunjukkan keburukan vaksin di jurnal ilmiah, meskipun penuh rekayasa) untuk komunitas anti vaksin, apakah anda berharap mereka akan berkomentar netral dan obyektif?. Coba anda memasukkan keyword vaksin di google, akan anda temukan situs di daftar teratas bernama "National Vaccine Information Center " (NVIC), seperti pusat informasi vaksin beneran ya, jangan salah, organisasi dan situs tersebut didirikan oleh Barbara Loe Fisher dan merupakan salah satu anti-vaksin kelompok tertua dan paling berpengaruh di AS, baru-baru ini bekerja sama dengan Joe Mercola untuk bekerjasama mempromosikan paham anti-vaksin. Maka kalau baca di situ dijamin artikel-artikelnya yang anti vaksin jauh lebih profesional daripada artikel yang di atas. Tapi ingat siapa pembuatnya, memang tujuannya kan ke arah sana.



    8. William Howard Hay, MD

    Ada juga di wiki. Sang 'legendaris' William Howard Hay, MD (1866 - 1940)! adalah salah satu aktivis pengobatan alternatif ternama, terutama melalui diet. Awalnya dia memang seorang dokter, tertular penyakit Bright (atau jaman sekarang disebut sebagai nefritis – peradangan pada ginjal). Dengan jantung bengkak dan hampir mati, putus asa karena tidak tertolong dengan metode medis saat itu, Dr Hay mulai mencoba makan hanya makanan alami, (entah kenapa, beruntungnya) kondisinya membaik, menciptakan program diet Hay kemudian hari dan menjadi seorang naturalis. Dia tidak pernah menulis Immunisation: The Reality behind the Myth, tapi kutipan di atas adalah bagian pidatonya di hadapan The Medical Freedom Society (komunitas pengobatan alternatif lain) pada tanggal 25 Juni 1937 (3 tahun sebelum meninggal beneran, sudah tua bangeet, bayangkan baru sampai di mana teknologi kita tahun itu) di Pocono, Pennsylvania. Anda dapat dengan mudah mencari pidato epiknya yang mencantumkan quote yang dikopi di atas, pidato yang menjadi semacam kitab suci bagi komunitas anti-vaksin dan pengobatan alternatif



    9. “Rubella Vaccine in Susceptible Hospital Employees, Poor Physician Participation”

    OMG, itu adalah kebohongan lain oleh komunitas anti vaksin! publikasi JAMA berjudul “Rubella Vaccine in Susceptible Hospital Employees, Poor Physician Participation”, pada tahun 20 Februari 1981 diambil secara sangat parsial dan sangat didistorsi. Baca keseluruhan artikel asli penelitian tersebut di PubMed pleaseeeee... anda pasti akan tertawa



    Itu hanya separuh pembahasan dari lelucon komunitas anti-vaksin. Banyak yang kemudian mencampuradukkan dengan dalil agama, silakan. Tapi ingat juga, karya komunitas anti vaksin yang anda campur adukkan asalnya juga dari mana. Lucu kan, bilang anti Amerika anti Yahudi, anti barat, tapi artikel dan penelitiannya yang memperkuat dalil ngopi juga dari sana. Harus terbuka juga, bagaimana bila ternyata para komunitas anti-vaksin tersebut justru yang berupaya melemahkan bangsa kita, justru berkebalikan dengan yang selama ini anda pikirkan. Pertanyaannya kemudian mudah, referensi sebenarnya gampang di cari, kalau memang ada bukti mari berdebat secara ilmiah, jangan langsung percaya sama artikel yang darimana entah kemana tujuannya.



    Tunggu paruh kelanjutan artikel yang menguncang iman dan menggoyahkan nalar (halah) ini setelah muncul mood saya untuk menulis lagi ;)



    Best regards,

    Julian Sunan


    Source
     
    • Thanks Thanks x 5
    Last edited by a moderator: May 9, 2012
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. NashQ M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Feb 4, 2012
    Messages:
    448
    Trophy Points:
    56
    Ratings:
    +35 / -0
    mencegah lebih baik dari mengubati, jadi gw rasa imunisasi ni gak bahaya kok, malah penting buat pencegahan
     
  4. denia23 M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Mar 17, 2010
    Messages:
    375
    Trophy Points:
    66
    Ratings:
    +3,809 / -0
    kemaren ane dgr kata ustadz bayi ga usah di imun segala, cukup ayahnya ngasih kurma hasil lumatan dari mulutnya ke sang bayi...
    klo vaksin sih yg ane tau, ada yg haram tuh vaksin buat org haji..
    mngandung apa gitu katanya, tapi ada sih merk yg udh dinyatakan halal
     
  5. danaruto M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Jun 7, 2012
    Messages:
    499
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +13 / -0
    mungkin aje sistem imun tiap inshan manusia berbeda-beda,...
    jadi dampak imunisasi pada tiap orang juga berbeda-beda
     
  6. cheznut_girl Members

    Offline

    Joined:
    Dec 5, 2010
    Messages:
    5
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +0 / -0
    Dari pengalaman sih, bayi yg udah diimun lebih baik drpd yang nggak. tmen ane ada yg sakit2an krn ga vaksin jaman kcil. tp ya tergantung pola hidup sih :D
     
  7. zz11 Veteran

    Offline

    Rockstar

    Joined:
    Mar 11, 2009
    Messages:
    40,084
    Trophy Points:
    252
    Ratings:
    +33,311 / -0
    Maaf, alasan dikatakan haramnya dari mana ya?
    Cuma karena bahan, atau karena alasan lain?
    Bukankah kalau sesuatu itu bermanfaat untuk menyelamatkan nyawa manusia, maka dia tidak dianggap haram?
    CMIIW.
     
  8. bilnity M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 30, 2010
    Messages:
    661
    Trophy Points:
    66
    Ratings:
    +150 / -0
    Setaw saya, bahanny yg bikin haram. Vaksin Hepatitis kalo gk salah mengandung b2 katany

    Vaksin itu membuat antibodi menjadi mengenali penyakit yang dimaksud, atau membuat antibodi tidak mengenali penyakitny?
     
  9. zz11 Veteran

    Offline

    Rockstar

    Joined:
    Mar 11, 2009
    Messages:
    40,084
    Trophy Points:
    252
    Ratings:
    +33,311 / -0
    Hm...
    Jadi kalau bahannya haram tapi tujuannya mencegah sakit, tetap haram ya? :bingung:

    Sebenarnya kan b2 dipilih bukan tnp sebab juga. Mereka punya struktur protein tertentu yg mirip manusia. Karena itulah b2 dipake. Diharapkan karena kemiripan struktur protein itu, reaksi penolakan dari tubuh manusia akan lebih minimal. Saya rasa tujuan b2 dipilih lebih ke sana. Bukan sengaja karena tau b2 haram dsb.

    Sent from my GT-I**** using Tapatalk 2.0 [malu, tipenya jadul]
     
  10. adnanunique Veteran

    Offline

    Superstar

    Joined:
    Apr 29, 2010
    Messages:
    12,032
    Trophy Points:
    262
    Ratings:
    +25,328 / -0
    di sini ada 2 pendapat para ulama :

    1. Yang menyatakan haram

    Soalnya jika mengandung barang yang haram (misal enzim dari babi, dll), mau dibuat apapun tetep haram, dgn tujuan apapun.

    2. Yang menyatakan boleh

    Disini tidak dikatakan halal, statusnya tetap barang haram, akan tetapi diperbolehkan.

    Karena sampai sekarang memang blm bisa ditemukan zat imunisasi yg berasal dari barang2 halal. Oleh karena itu, dikategorikan dlm kondisi "darurat"

    Maka diperbolehkan.


    contoh : Dulu ada heboh2 masalah vaksin meningitis buat jamaah haji Indonesia yang disinyalir haram. Tapi hal ini tidak apa-apa, karena memang blm ada vaksin yg terbuat dari barang halal 100%. Jika memang ngotot ga mau divaksin, ntar ga boleh masuk ke Arab, baru di bandara sudah dideportasi lagi. Dan ga jadi haji dong :ngacir:




    ini bukan SARA ya, cmn jelasin aja :maaf:

    *dari hasil pengajian, wkwkwk
     
  11. zz11 Veteran

    Offline

    Rockstar

    Joined:
    Mar 11, 2009
    Messages:
    40,084
    Trophy Points:
    252
    Ratings:
    +33,311 / -0
    Kok begitu ya.
    Yg saya taunya, vaksin membentuk antibodi saat orang belum mengenal penyakit tersebut secara alamiah.
    Jadinya, kalau kita divaksin sebelum kena penyakit, maka kita bisa jadi kebal dgn penyakit tersebut.
    Tapi kalau kita divaksin setelah kena penyakit, belum tentu berguna, karena tubuh sudah ada antibodi. Penambahan vaksin bisa jadi membentuk antibodi berlebihan -- dan ini tidak jelas efeknya; dan jujur saya kurang paham apakah nanti bisa timbul reaksi autoimun karena hal ini.
     
  12. bilnity M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 30, 2010
    Messages:
    661
    Trophy Points:
    66
    Ratings:
    +150 / -0
    Nah pernyataan berikut inilah yang membuat saya bingung:
    .
    Walau pendapatny diutarakan oleh seorang S3 dari Harvard, saya tetap tidak setuju dengan pendapat beliau. Bukanny kalo dianalogikan, antibodi mirip seperti walkthrough ya? Jadiny saat melawan kuman, antibodi sudah tahu apa yang harus mereka lakukan. (Maaf analoginya kurang ilmiah).
    Saya tidak tahu apakah penambahan vaksin bisa membentuk antibodi berlebihan, karena sepengetahuan saya, antibodi dibuat dari kuman yang dilemahkan, sehingga dikondisikan agar tubuh bisa bereaksi tanpa berlebihan (misalny tidak sampai menimbulkan gejala penyakit seperti demam). Jadi menurut saya, efek dari vaksinasi itu mirip dengan saat kita terkena penyakit yang akan divaksinkan.
    http://en.wikipedia.org/wiki/Vaccine
    Setidakny setelah kita terkena penyakit, saya tidak pernah mendengar ada kasus yang disebabkan karena antibodi yang berlebihan.
     
    • Like Like x 1
  13. tongky Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Sep 3, 2009
    Messages:
    41
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +4 / -0
    ane kasih masukan

    om ane punya anak laki yang sudah bisa nyanyi pas umur 2 tahun, setelah diimunisasi, lupa imunisasi apa, panas 2 hari, setelah itu autis. masalahnya sekarang tuh anak sudah gede, sekitar 15 tahunan dan sangat destruktif. semua barang hancur di rumahnya dan perhatian ortunya sangat terkuras,padahal ortunya punya talent di karir kalau anaknya sehat.

    buat ane, masalah vaksin dan autis ini memang dilemma, tapi ane pernah baca artikel kalau jepang menaikkan usia minimum vaksinasi menjadi 2 tahun, ada perbaikan pesat untuk penurunan tingkat kematian anak

    artikel

    http://www.vaclib.org/basic/japanusa.htm

    mungkin valid, mungkin tidak. ane kurang ahli buat menilainya. apabila vaksin itu baik, yang bermasalah adalah usia minimum pemberian vaksin. mungkin resiko autis ini bisa dikurangi kalau pemberian vaksin tidak terlalu dini.
     
  14. bilnity M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 30, 2010
    Messages:
    661
    Trophy Points:
    66
    Ratings:
    +150 / -0
    Vaksin Polio justru harus diberikan pas baru lahir, jadi ada vaksin tertentu yang sebenarnya diwajibkan untuk umur 2 tahun ke bawah. Saya gk tahu vaksin apa yang digunakan sehingga membuat anak bisa menjadi autis dalam cerita Anda, tapi untuk pemberian imunisasi sebenarnya harus mengikuti jadwal imunisasi yang ada, karena ada yang sesuai dengan usia tertentu ada juga yang tidak sesuai.

    Untuk jadwal imunisasi:
    http://id.wikipedia.org/wiki/Jadwal_imunisasi
     
    Last edited: Jun 28, 2012
  15. Eshtar Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Oct 31, 2009
    Messages:
    167
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +26 / -0
    Uuuhh... saya mau coba sharing soal gimana vaksinasi bekerja dan apa itu antibodi, buat review aja lagi. Ulasan ini nggak ada istilah medisnya, cuma biar gampang. :(( Kalau salah, tolong bilang ya mas bro sekalian..

    Biar nggak pusing, mari dari istilah dulu
    1. Antigen : benda asing yang masuk ke tubuh, bisa bakteri, bisa virus... bahkan organ transplantasi; apa pun yang masuk ke tubuh dan bukan bagian dari tubuh.
    2. Antibodi: protein yang diproduksi oleh sel darah putih yang bisa mengenali antigen yang spesifik dan "menghalangi" antigen tersebut dari merusak tubuh atau membantu sel-sel pertahanan yang lain menghancurkan antigen tersbut

    Sistem tanggap kebal punya beberapa tahapan. Waktu pertama kali kena, masih belum ada antibodi nih, karena si sel darah putih masih belum kenal tuh ama antigen yang masuk. Yang nyerang antigen untuk saat itu cuma sel-sel pertahanan non-spesifik aja (yang dapat dikatakan 'nggak gitu kuat', walau mereka kuat juga--misalkan makrofag, neutrofil), karena untuk pengenalan kan butuh proses-proses (mulai dari terbentuknya MHCII dan sebagainya). Nah, untuk yang kedua kalinya, si sel darah putih udah kenal nih ama antigen yang masuk. Oleh karena itu, waktu antigen masuk, dengan cepat bisa langsung dirilis tuh antibodi yang bisa mencegah sebelum si antigen buat kerusakan ke tubuh.
    Ini yang mau dicapai lewat vaksinasi.

    Karena vaksinasi = memasukkan antigen (ada yang berupa virus dilemahkan, virus dimatikan, atau cuma komponen virus doang yang bisa dikenali sebagai antigen) ke dalam tubuh, tubuh harus prima waktu di vaksinasi soalnya kan si sel darah putih "bertarung" juga walau kecil-kecilan. Anak kecil kan masih berkembang, karena itu diperlukan umur yang tertentu sebelum vaksinasi. Selain itu, sebetulnya dari si ibu juga diturunkan antibodi ke si anak. Apabila antibodi ini masih aktif, lalu divaksinasi, yang ada malah antibodi si ibu yang menyerang antigen vaksin dan si anak bukannya membuat antibodi sendiri, malah kehilangan "tamengnya" yang udah dipake buat melindungi dia dari vaksin sehingga lebih rentan kena penyakit. Selama masih ada antibodi ibu, jangan vaksinasi.

    Kalau dibilang "udah terlanjur kena, ya buat apa vaksinasi" agak salah juga sih... Vaksin itu lebih mudah dikenali dibandingkan antigen asli (memang dibuat begitu agar cepet menginduksi kekebalan). Prinsip dari vaksin rabies itu seperti itu. Segera setelah digigit anjing, harus langsung ada treatment vaksin, jadi kayak ada perlombaan antara pembuatan antibodi dan serangan virus. Kalau berhasil, orang yang kena gigit itu 'tersembuhkan' dari rabies. Inget, nggak semua virus gejala sakitnya langsung muncul.

    Menurut saya, maksud dari "vaksin menimbulkan reaksi radang yang berlebihan" itu nggak bisa digeneralisasi. Respon radang berlebihan atau hipersensitivitas, untuk banyak hal bisa disebut juga "alergi". Nah, alergi untuk tiap orang beda. Ada yang alergi udang misalnya, tapi nggak semua orang alergi udang kan? Ini karena vaksin kan bukan cuma antigen, tapi juga terdiri dari komponen-komponen lain. Mungkin ada yang alergi pada komponen vaksin tersebut, sehingga ada kemungkinan setelah vaksinasi terjadi respon radang berlebih. Kalau kalimatnya cuma dipahami setengah-setengah, wajar kalau orang salah paham.

    Kemudian yang menyatakan bahwa "keamanan vaksin itu relatif" mungkin bisa dibilang iya dan nggak. Untuk vaksin yang dilemahkan, harus diakui bahwa vaksin tersebut memiliki kemungkinan mutasi. Tapi tidak semua virus mudah mutasi, selain itu vaksin yang dirilis sudah melewati tiga tahap, yaitu uji keamanan (yang memastikan vaksin itu aman, tidak menimbulkan sakit atau kecacatan), uji tantang (apakah vaksin bisa melindungi dari strain virus lapang), dan uji antibodi (apakah antibodi yang dihasilkan cukup). Jadi gimana ya... IMO, virus nggak semudah itu mutasi.

    Vaksin juga diberikan pada daerah dimana virus itu sudah ada. Kalau daerah atau tempat itu masih bebas, benar-benar free dari penyakit, jangan bawa vaksin karena itu sama saja bawa virus, dan bisa saja mutasi. Ini cuma langkah pre-caution aja.

    Kalau ada yang melihat kesalahan, silahkan dibetulkan... ini cuma sebatas kemampuan saya saja. :D Semoga membantu~

    Edit: lihat post mas bilnity di bawah juga, untuk penjelasan lainnya
     
    Last edited: Jul 1, 2012
  16. bilnity M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 30, 2010
    Messages:
    661
    Trophy Points:
    66
    Ratings:
    +150 / -0
    Sebenarnya tergantung tipe vaksinasi apa yang digunakan. Gak semua vaksinasi itu merupakan kuman yang dilemahkan, ada juga tipe2 lainnya:
    1. Organisme yang telah mati : beberapa vaksin dibuat dari mikro-organisme yang sebelumnya bersifat parasit namun telah dibunuh oleh bahan-bahan kimia, panas, antibiotik dan bahan2 radioaktif. Contoh vaksinnya adalah vaksin influenza, kolera, polio, hepatitis A dan vaksin rabies. Vaksin ini menurut saya aman untuk digunakan pada anak kecil.
    2. Dilemahkan : Ini adalah tipe vaksinasi yang Anda ketahui, dimana vaksin dibuat dari mikro-organisme yang dilemahkan, sehingga kehilangan kemampuan virulennya atau mirip tetapi lebih aman dibandingkan penyakitnya untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi. Bisa jadi virus, maupun bakteri. Resipien dari vaksin ini haruslah orang dewasa yang sehat. Contoh vaksin ini adalah vaksin BCG, tifus, cacar dan campak
    3. Toksoid : terbuat dari bahan2 toksik yang dinonaktifkan dan sebenarnya bisa menimbulkan penyakit (bukan menggunakan mikroorganisme), seperti vaksin tetanus dan difteri
    4. Protein Subunit. Menggunakan bagian dari mikroorganisme penyebab penyakit yang dapat merangsang reaksi imun, seperti contoh vaksin Hepatitis B, Vaksin HPV (menggunakan bagian kapsid virus), dan vaksin influenza (menggunakan hemagglutinin dan neuraminidase virus)
    5. Polisakarida. Menggunakan polisakarida virus, yang sebenarnya kurang merangsang pembentukan imun, untuk dihubungkan dengan protein sehingga sistem imun mengenalinya sebagai protein antigen. Juga digunakan untuk vaksinasi hepatitis B

    Jadi statement ini gak sepenuhnya tepat juga, karena gak semua vaksin bisa termutasi kalau yang dibawa adalah virus yang telah mati, atau hanya bagian dari virus itu sendiri.
     
    • Thanks Thanks x 1
  17. Eshtar Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Oct 31, 2009
    Messages:
    167
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +26 / -0
    Terima kasih tambahannya... :D Saya tidak berkata semua vaksin itu vaksin yang dilemahkan, karena saya juga berkata bahwa memang ada beberapa jenis vaksin yang lain, hanya tidak spesifik . :) Terima kasih untuk klarifikasinya, dok.

    Ah ya, point saya ada 2, berkaitan dengan vaksin pada anak
    1. mengenai antibodi ibu
    Vaksin kan menggertak kekebalan untuk mengenali antigen yang masuk. Apabila antigen itu sudah dinetralisasi oleh antibodi ibu, percumalah jadinya, begitu--baik komponen saja atau mati. Karena setahu saya, tipe plasenta manusia memungkin antibodi ibu (IgA, IgG, dan IgE, kecuali IgM) untuk masuk. Tentu saja antibodi ibu akan menghilang secara sendirinya seiring waktu, saya tidak tahu span waktu antibodi ibu bertahan berapa lama namun sepertinya cukup cepat, selain itu saya yakin umur yang ditentukan dimana vaksinasi boleh dilakukan pasti sudah memperhitungkan kehilangan antibodi ini, sehingga kekebalan si anaklah yang kemudian melawannya. Tapi di dunia manusia pasti tidak masalah, karena pasti dokter tanya umur. :DD Masalahnya vaksin kan untuk anak nggak langsung umur 4 hari divaksin =3=

    2. Mengenai kekuatan kekebalan si anak dan vaksin
    Dijawab oleh Anda tentang vaksin yang digunakan untuk anak, dengan pertimbangan keaktifan virus dan juga komponen yang digunakan.

    Ah, dok, sekalian tanya nih. Immunoglobulin kan punya reseptor-reseptor yang spesifik untuk antigen, dan immunoglobulin ini diturunkan kepala si anak untuk beberapa waktu setelah kelahiran. Yang ingin saya tanyakan, apabila si ibu tidak pernah mengidap satu penyakit virus tertentu atau tidak pernah terpapar sama sekali, misalkan virus N, walaupun si ibu menurunkan immunoglobulinnya pada si anak, apakah virus N tetap akan diserang oleh antibodi turunan ibu itu? Kan immunoglobulin ibu masih belum mengenalnya? Ini juga berlaku untuk colostrum dari ibu (yang mengandung IgA yang melindungi mukosa anak), apabila si ibu belum kena virus/penyakit N, apakah dapat melindungi si anak dari virus/penyakit N?
    Terima kasih banyak.

    Iya, yang statement terakhir patut ditambah keterangan lagi, saya lupa memberinya, fatal sekali ya... Biasanya untuk yang terakhir itu, tentang tidak menggunakan vaksin, itu berlaku untuk beberapa penyakit tertentu yang vaksinnya berupa vaksin hidup (misal dengan tingkat patogenitas lebih rendah tapi dengan serotipe sama) atau vaksin yang dilemahkan. Kalau untuk dunia manusia sih saya tidak begitu tahu... ... tapi memang toh kebanyakan vaksin digunakan di tempat yang berisiko terkena, jadi tidak ada masalah. Biasanya yang jadi masalah itu di dunia hewan, apabila ada penyakit yang mana satu tempat dianggap sama sekali Free dari penyakit tersebut (misalkan PMK) tapi itu OOT.

    Aaaaa... terima kasih banyak!! :DDDDDD jadi gudang ilmu~!
     
  18. bilnity M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 30, 2010
    Messages:
    661
    Trophy Points:
    66
    Ratings:
    +150 / -0
    Pertama2 saya sebenarnya bukan seorang dokter, baru menjadi calon mahasiswa. Tetapi karena ini forum bebas, maka saya ingin mengsharingkan pengetahuan saya disini. Maka dari itu, apabila ada kesalahan dalam informasi saya mohon dimaklumi.

    Permasalahan immunoglobulin yang diturunkan dari ibu, tipenya adalah immunoglobulin G (melalui plasenta) dan immunoglobulin A melalui ASI. IgG ini melindungi tubuh dengan penggumpalan dan melumpuhkan patogen, memperkuat fagosit lalu menetralisir toksin.

    Immunoglobulin itukan nama lain dari antibodi, berarti punya sistem untuk menghancurkan benda asing (antigen). Ada 3 reaksi yang ditimbulkan oleh antibodi. Yang pertama adalah mencegah patogen untuk masuk atau merusak sel dengan cara mengikat patogen kepada antibodi. Yang kedua adalah merangsang pembuangan patogen oleh makrofag dan sel-sel lain dengan melapisi patogen dengan antibodi tertentu, dan yang ketiga adalah memicu penghancuran patogen dengan menstimulasi respon-respon imun lainnya seperti penambahan komplemen terhadap antibodi.

    Sehingga walaupun belum dikenali, tetap ada perlawanan yang diberikan oleh sistem imun yang berasal dari ibu untuk menghancurkan antigen2 yang masuk. (Menurut saya)
     
    • Like Like x 1
  19. Eshtar Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Oct 31, 2009
    Messages:
    167
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +26 / -0
    Hidup mahasiswa! *bow* Salam kenal! XD

    Tipe plasenta manusia yang invasif memungkinkan IgG, IgA, dan IgE untuk lewat, dan IgA pada asi berfungsi untuk menyelaputi bagian traktus digestivus anak.

    Memang, itu cara-cara antibodi melindungi. Sebenarnya, di semua tahapan itu, bukan hanya di yang pertama, antibodi itu berikatan dengan si antigen. Pada proses presipitasi, antigen dikerumuni oleh antibodi, menjadi berat, dan lebih mudah difagosit. Antibodi juga bisa menempel pada antigen, membuatnya lebih mudah difagot oleh makrofage. Antibodi juga bisa menempel pada antigen sehingga antigen tidak bisa menempel di reseptor sel korban, ini disebut netralisasi. Antibodi juga membantu komplemen, pada mekanisme Klasik, dimana antibodi menempel pada antigen, dan menjadi "shortcut" bagi Komplemen C3 (yang nanti nyambung ke C4-C5--dstdsb ampe C9 dgn berbagai percabangan proses) untuk memulai proses memborbardir di antigen. Masalahnya adalah pengikatannya itu, awal dari semua proses yang Anda sebutkan itu. Penempelan immunoglobulin perlu keberadaan reseptor. Immunoglobulin nggak bakal gitu aja nempel ama antigen. Immuglobulin punya "kepala" yang mana "kepala" inilah yang akan hinggap di reseptor yang tepat (dan spesifik). Antigen sendiri memiliki bagian (lupa saya namanya) yang menjadi reseptor, penanda lah ya istilahnya. Nah, penanda inilah yang dikenali sistem kekebalan tubuh, penanda inilah yang ditempeli oleh immunoglobulin. Immunoglobulin cuma punya satu kepala untuk satu reseptor, karena itu disebut "respon spesifik". Bisa aja satu antigen punya lebih dari satu penanda padanya. Kalau langsung serang saja, bukan respon spesifik dong namanya. Kalau langsung serang, itu sama saja dengan makrofage, neutrofil, dll yang "tidak perlu" pengenalan spesifik. Nah, kalau ASI diberikan oleh ibu yang belum pernah terjangkit virus N apakah akan terjadi perlindungan pada penyakit N?

    Mmm... saya masih belum menemukan jawabannya... Apa mungkin memang tidak ada perlindungan untuk antigen spesifik tersebut? (?)

    Eh... lama-lama... ini OOT tidak ya, momod? :ogtakut: Malah jadi immunologi medis dasar. Hahahahaha
     
    Last edited: Jul 1, 2012
  20. bilnity M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 30, 2010
    Messages:
    661
    Trophy Points:
    66
    Ratings:
    +150 / -0
    Gak OOT kok, justru bayak orang yang gak tahu dasarnya immunologi, liat thread yang menulis tentang bahaya imunisasi, malah nanti takut imunisasi lagi. Padahal sih imunisasi itu perlu. Walau OOT, kalau gak terlalu jauh juga gapapa kayaknya. (Bukan saya yang bikin thread sih)

    IgE setahu saya dibentuk oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran nafas dan cerna. IgE ini bukan berasal dari plasenta maupun ASI sehingga tidak berfungsi sebagai imunitas pasif.

    Tadi mungkin informasi yang saya berikan sebelumnya sedikit rancu. Jadi untuk pertahanan sistem imun yang non spesifik itu masuk ke dalam tiga golongan: (saya jelaskan singkat saja, karena penjelasan lengkapnya panjang sekali)
    1. Pertahanan fisik. mekanik: kulit, selaput lendir, silia, saluran nafas, batuk dan bersin
    2. Pertahanan biokimia :
    - Lisozim (dalam keringat, ludah, air mata dan ASI(saya bold pernyataan yang mendukung statement saya bahwa sistem imun ibu juga membantu sang bayi). Lisozim ini mampu melindungi tubuh terhadap berbagai kuman positif-Gram karena dapat menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding bakteri.
    - Laktooksidase dan asam neuraminik ditemukan pada ASI mempunyai sifat antibakterial terhadap E.koli dan stafilokok.
    - selain itu ada HCl, antibodi, empedu, spermin, laktoferin dan transferin.
    3. Pertahanan humoral: defensin, katelisidin, IFN, komplemen dan protein fase akut.
    Komplemen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis, sebagai faktor kemotaktik dan juga menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit.
    PFA seperti CRP sebagai indikator aktivitas penyakit inflamasi dan Lektin sebagai aktivator komplemen, dan juga berperan sebagai opsonin.

    Jadi intinya dari penjelasan saya (yang sedikit bertele-tele buat menjelaskan fungsi ASI dalam imunitas bayi (benar2 bertele2 mengingat cuma ada Lisozim, Laktooksidase dan asam neuraminik yang mengandung ASI)), bahwa ASI juga turut serta membantu memperkuat sistem imun bayi. Sebagai tambahan (sedikit OOT), saya menganjurkan bagi bayi untuk mengonsumsi ASI karena juga dapat meningkatkan sistem imun bayi. Semoga informasi saya tidak salah, sehingga dapat membantu.
     
  21. Eshtar Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Oct 31, 2009
    Messages:
    167
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +26 / -0
    IgE biasanya untuk respon inflamasi <= biang kerok alergi nih, kalau di orang alergian. haha.

    Penjelasan Anda mengenai ASI mungkin benar tapi pernyataan Anda sama sekali tidak menjawab pertanyaan saya yang di atas. Saya tidak bertanya tentang ASI itu baik atau tidak, tapi tentang "apabila antibodi ibu tidak memiliki reseptor "N", berarti dia tidak bisa melindungi bayi dari penyakit N?", jauh lebih spesifik daripada apakah ASI itu berpengaruh atau tidak pada pertahanan bayi. Kalau soal mekanisme pertahanan tubuh, memang benar tahapannya begitu. :D

    ASI membantu bayi juga karena terdapat IgA yang bisa melindungi traktus digestivus bayi, selain itu banyak protein dari immunoglobulin lain. Tentu saja dianjurkan untuk meminum ASI. Kalau untuk susu formula, walau ada juga yang katanya plus kolostrum sapi, mungkin cuma protein yang masuk. Untuk kebenaran apakah IgA dapat melindungi atau tidak kalau asalnya dari sapi, itu masih dipertanyakan (dengan alasan yang sama: ketiadaan reseptor bagi antigen patogenik manusia)

    Penjelasan Anda ringkasan yang baik untuk tahapan pertahanan tubuh. :D
     
    Last edited: Jul 2, 2012
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.