1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen Rise of the Shadowchild [Imagination World Anthology: Immortal ]

Discussion in 'Fiction' started by NodiX, Apr 24, 2012.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    baru part 1,:maaf:
    susah sekali bagi waktu untuk nyelesein antalogi ini
    rencananya sih ada 2~3 part,
    Sven membuka matanya dan bangkit dari tidur, menyadari dirinya telah berada di sebuah ruang sempit bersekatkan jeruji. Kepalanya pusing, mendapati tiga hal yang membuatnya merasa sangat tak nyaman; dihianati oleh kawannya sendiri, dikalahkan oleh segerombol penyihir dan juga terbangun dari tidur sebagai tahanan. Ia mengusap wajahnya yang muram dengan kesan suram. Matanya yang seharusnya bergelora bagaikan mentari siang kini redup tertiup dinginnya hembusan angin keputus asaan.

    “Hai nak,” panggil seseorang dari dalam jeruji sel yang berdiri kokoh bersebelahan dengan sel Sven.

    Sven menoleh. Seorang pria kurus kering dengan wajah kusam bermandikan debulah yang memanggilnya. Guratan keriput memenuhi wajahnya, juga rambut dan janggut panjang yang telah memutih menandakan bahwa umurnya tak akan lama lagi.

    Sven menatap sekilas mata pria tua yang memanggilnya itu. “Aku?”

    “Ya! Kau yang terakhir di bawa kemari, kan? Bisakah kau—bisakah kau mengingat dimana kita seakarang?”

    Sven tertegun, mengingat kembali momen saat ia bebas menghirup udaranya sendiri—udara tersegar yang pernah ia ingat. “Saat aku disergap oleh para penyihir, aku tengah melintasi hutan untuk sampai ke desa sebelah. Namun kurasa kita masih berada di hutan atau bukit di dekatnya, sebab aku yakin aku pingsan tak lama, dan ditambah mereka tak membawa kuda untuk membawa tubuhku jika ingin berpergian jauh.”

    Pria tua itu mengangguk. “Hutan yang kau maksud, apakah cukup aman untuk dilalui?”

    “Jika kau tak keberatan menghadapi beberapa hewan buas seukuran gajah, maka bisa kukatakan cukup aman.”

    “Kau berbicara layaknya seorang kesatria tangguh, namun kenyataannya kau pecundang sama seperti kami.”

    Wajah Sven berubah keras. Matanya tajam menusuk. “Aku adalah seorang kesatria dari desa Blukhsich, apa yang kau tahu tentangku?” ucap Sven dengan sisipan amarah yang ditahannya.

    “Ya, dan aku adalah seorang Darah Chor’lin,” balas pria tua itu setengah acuh.

    Menanggapi hal itu Sven hanya bungkam. Ia merasa tak akan berguna jika menanggapi perkataan pria itu lebih lama lagi.

    Hening sejenak. Yang terdengar hanyalah gumaman menyedihkan para tahanan lainnya, merengek minta belas kasih dari para penyandera mereka. Sven yang meringkuk dalam selnya mencoba untuk menghiraukan tatapan tajam dan lekat pria tua itu.

    “Kau masih muda nak, namun kujamin hidupmu tak akan lama lagi. Dan selama kau menjalani hidupmu itu, kau hanya akan mengalami rasa sakit dan penyiksaan yang membuatmu ingin mengakhiri hidupmu dengan cepat.”

    Sven tak menanggapinya. Tetap acuh, tetap meringkuk dalam kegalauan dan kepekatan benaknya.

    Pria tua itu tersenyum, mengumpulkan guratan keriputnya di sudut bibirnya. “Kau anak muda yang menarik. Nampak tak memperdulikan perkataanku. Namun tak akan lama lagi—tak akan lama lagi, nak ... telingamu akan terbuka lebar untuk kata-kata yang keluar dari mulut seorang tua ini.”

    Sven merasa tulang rusuknya bergeliat, mengilu seluruh tubuhnya ketika menyerap kata-kata barusan. Tak ada keraguan di balik gelombang nada suara itu, membuat Sven merasa ucapan pria tua itu adalah sebuah peringatan.

    Sebuah pintu terbuka, menarik seluruh perhatian para tahanan—tak terkecuali Sven. Dua sosok berjubah abu berdiri di ambang pintu. Wajah mereka nampak kurus namun bengis. Sven mengenali salah satunya sebagai penyihir yang menyerangnya dan menculiknya.

    Kedua penyihir itu berjalan menyusuri lorong diantara sekat-sekat jeruji sel. Bola-bola mata mereka berputar-putar mencari sebuah guratan wajah, yang tak lama kemudian ditemukan oleh salah seorang penyihir itu.

    “Buka selnya,” perintah penyihir satu kepada kawannya.

    Sejenak penyihir yang diperintah itu merogoh sakunya, mencari sekumpulan kunci yang saling bergemericing ketika digunakan untuk membuka pintu sel.

    “Jangan, jangan aku, kumohon ... aku tak tahu apa-apa!” pinta tahanan pria yang hendak dibawa oleh kedua penyihir itu.

    Salah satu penyihir menendang wajah tahanan tersebut, membuatnya tersungkur lemah di lantai.

    “Jika kau akan kami periksa, maka kau harus menurut!” geram penyihir yang menendang tahanan itu, kemudian ia dan kawannya meraih tangan tahanan itu, dan menggopohnya keluar dari ruang tahanan.

    Sven masih melekatkan pandangannya pada pintu yang baru saja ditutup, seolah ia bisa melihat menembus dinding-dinding yang menghalanginya dari kedua penyihir dan tahanan yang mereka bawa.

    “Buka telingamu lebar-lebar, anak muda,” saran pria tua itu.

    Kali ini Sven mendengarkan perkataan pria tua itu. Lolongan menyedihkan para tahanan kini berganti menjadi sunyi senyap. Tak lama kemudian, suara keras para penyihir mengusir kesunyian. Yang disusul suara cambuk mengepak liar dan suara rintihan nyeri seorang pria. Berulang-ulang, hingga suara tangisan para tahanan wanita yang mewakili rasa takut mulai mengisi kegaduhan ruang tahanan itu.

    Pintu terbuka. Kedua penyihir tadi megandeng erat tahanan yang tadinya mereka pungut. Tahanan itu, yang kini bertelanjangkan dada tidak saja memamerkan tubuhnya yang kekar, namun juga bekas cambukan yang berwarna merah menyala. Wajah tahanan itu nampak kusam berdebu, menambah kesan keputus asaannya.

    “DIAM!” suara sang penyihir seketika membungkam mulut para tahanan wanita yang sedari tadi menangis. Sven menerkamnya dengan sorotan mata buas.

    Penyihir yang ditatap Sven membalas sorotan mata pemuda itu. Selagi kawannya memasukkan tahanan yang mereka siksa ke dalam selnya, penyihir itu mendekati sel Sven yang letaknya tak begitu jauh.

    “Aku ingat kau, di antara semua pecundang ini, hanya kau seorang yang paling sulit dijinakkan,” desis penyihir itu. Ia melirik kawannya. “Bawakan sebuah cambuk dan buka sel ini.”

    Kawannya mengangguk, kemudian menghilang masuk ke ruangan lain.

    “Kau membunuh tiga kawanku, dan sekarang kau akan merasakan penderitaan mereka!” geram penyihir itu.

    ***​

    Siang itu, para tahanan berkumpul di sebuah ruangan. Duduk bersila di belakang para penyihir yang sedang melaksanakan ritual dengan hikmah. Suasana remang lilin-lilin yang menerangi ruangan gelap itu menambah kesan supranatural ketika para penyihir komat-kamit membaca mantra, menyembah segumpulan asap yang membumbung dari dalam altar yang terhias oleh kembang beragam rupa. Semua mata, tak terkecuali para tahanan, menatap asap itu lekat. Tak berkedip dan tak bergeming—baiklah, hampir tak bergeming.

    “Apa yang kita lakukan?” bisik Sven kepada pria tua—satu-satunya tahanan lain yang ia kenal—yang telah berada di sampingnya.

    “Kita di paksa menyembah Shadow, Figur kegelapan dan bayangan,” balas pria tua itu juga berbisik. “Aku sebenarnya tak menyembah Shadow, melainkan tetap setia kepada Patron. Namun aku tak punya pilihan sekarang, nak. Telah banyak yang membangkang dan semua dari mereka tewas di tangan para penyihir itu.”

    “Mereka tak berhak memaksa kita untuk menyembah Figur mereka,” desis Sven.

    “Kau tak mengerti nak, kini jiwa kita sekarang milik Shadow. Tinggal satu tahanan lagi, nak, maka akan genap 13 korban untuk diserahkan kepada Shadow.”

    “Korban apa?”

    “Kau tak mengerti? Sudahkah kau mendengar ucapan para petinggi Darah Chor’lin? Para peramal itu mengatakan tanda-tanda sebuah kabut yang membawa bencana berkepanjangan, kabut yang dapat mengubah manusia menjadi makhluk buas yang mengerikan. Kabut itu, telah meluas ke seluruh daratan Mad-Rai. Kau bisa mendengar suara lolongan makhluk-makhluk buas yang seperti zombie di sunyinya malam, dan kau bisa merasakan dinginnya hawa mereka di panasnya siang. Salah satu jalan keluar dari masalah ini, adalah menjadi Shadowchild, utusan Shadow. Dan sayangnya, kita akan menjadi persembahan dari para penyihir yang menginginkan jalan keluar tersebut.”

    “Aku bukanlah budak siapapun! Aku tak ingin mati menjadi korban persembahan!” desis Sven, masih berusaha menekan volume suaranya serendah mungkin.

    “Akupun begitu, itulah sebabnya kami membutuhkan bantuanmu.”

    “Bantuanku? Kau ingin aku beraksi untukmu, bukan?”

    Pria tua itu mengangguk. “Hanya seorang kesatria yang tahan siksaan para pemuja Shadow itu, dan kaulah orangnya. Kau membuat penyihir yang mencambukmu kewalahan dengan cambuknya sendiri. Kau menantangnya, namun ialah yang akhirnya menyerah sendiri.” Pria tua itu meneguk ludahnya. “Ketika kau mengatakan kau adalah seorang kesatria, awalnya aku tak percaya. Kini kau telah membuktikannya, itu memberikan secuil harapan untukku dan para tahanan yang lain tentunya.”

    Sven menengok sekeliling. Meresapi sedalam mungkin perasaan para tahanan dari liukan emosi wajah-wajah mereka. Rasa sedih, amarah, dendam, semangat—semuanya lebur menjadi satu, namun terhalang untuk muncul keluar permukaan karena perasaan putus asa telah membutakan mata hati mereka.

    “Jika aku membantu kalian, apa untungnya buatku?”

    Pria tua itu menahan tawanya, tak berani menganggu kelangsungan ritual oleh tawanya. “Kau masih tidak mengerti juga? Apa harus dua kali kukatakan padamu? Aku adalah Darah Chor’lin, begitu juga dengan para tahanan yang lain. Kami bisa membantumu melihat apa yang kau tak bisa lihat, atau mencari apa yang tak bisa kau cari. Setidaknya itulah yang dapat kami lakukan, kami bukanlah petinggi Darah Chor’lin yang dapat mengendalikan kekuatan kami, namun bisa kupastikan jika kau setuju membantu kami, kau tak akan menyesal di kemudian hari.”

    Sven tak lama menimbang. “Kau yakin, bisa membantuku mencari sesuatu? Seseorang, lebih tepatnya.”

    “Jika kau bisa mengeluarkanku atau yang lainnya, maka kemampuan Darah Chor’lin yang melegenda berada di bawah kendalimu. Percayalah, tak ada dusta sedikitpun dalam ucapanku.”

    Gigi Pria tua yang kekungingan dan keropos nampak jelas ketika ia melebarkan senyumnya. Mendapati Sven mengangguk menyetujui penawarannya. Rasa semangat juangnya untuk kembali bebas yang telah lama redup kini kembali membara. Walau ia tahu ia sudah terlalu tua untuk beraksi, namun seorang pemuda bersedia menjadi tangan dan kuncinya untuk membuka pintu ke dunia luar.

    Para penyihir berdiri, memberi ruang untuk para tahanan menghadap dan berlutut di depan altar penyembahan. Satu-persatu para tahanan berjalan dengan lunglai, berlutut dan memberi hormat kepada bumbungan asap yang nampak hidup bagi mereka. Dan ketika tiba saatnya Sven untuk menghadap, ia melakukannya dengan lancar. Pria tua itu yang menyuruhnya melakukan semuanya dengan mulus, memastikan sekecil mungkin pengawasan para penyihir sebelum rencana besarnya dimulai.

    Sven tentu saja tak membantah perintah Pria tua itu. Walau hatinya belum tentu berlutut kepada Shadow.

    ***​

    “Lihatlah mereka, para orang bodoh yang mengira kaum mereka yang akan selamat dari kabut hitam. Namun akan kupastikan, mereka tak akan pernah menjadi Shadowchild. Malah orang-orang terkutuk itu akan terjebak serta berubah menjadi hewan buas dan segera melupakan semua ilmu hitam yang telah mereka pelajari seumur hidup mereka,” gerutu seorang tahanan pria yang makan semeja dengan Sven. Matanya tak henti-hentinya menyorot para penyihir yang mengawasi para tahanan melahap jatah yang diberikan pada mereka.

    “Begitulah nasib seseorang yang hidup dalam mimpi, saudaraku,” komentar sang Pria tua yang duduk di sebelah Sven. “Mereka tak tahu bencana apa yang akan menunggu mereka jika berurusan dengan para Darah Chor’lin!”

    Tawa para tahanan yang makan di meja tersebut langsung meledak. Tak terkecuali tahanan wanita—walau hanya sesaat tertawa yang terbesit di wajah mereka, dilanjutkan dengan senyum riang yang berkepanjangan sembari melahap makanan mereka. Sven tersenyum ketika melihat wajah-wajah riang para tahanan itu, berbeda haluan dengan wajah-wajah yang ia lihat tadi siang.

    Ketika mereka menyadari keberadaan Sven yang akan menuntun mereka untuk bertemu udara segar, perasaan mereka yang suram langsung lenyap.

    “Aku tahu ... aku tahu kau adalah seorang kesatria ketika aku melihat wajah penyihir yang mencambukmu itu ketika pertama kali melihatmu di sel. Memang diluarnya saja ia tampak bengis dan keras; namun aku tahu, didalamnya ia kecut ketika melihat pembawaanmu yang buas itu, nak,” ujar seorang nenek tua, yang tertua di dalam perkumpulan tahanan itu.

    Sven tersipu malu ketika ia merasa dirinya dipuji dan begitu diagung-agungkan oleh beberapa tahanan yang baru saja yang ia kenal. Hal yang tak dapat ia pungkiri, para Darah Chor’lin itu dengan cepat menjalin tali persahabatan dengannya. Seumur hidupnya, ia baru kali pertama merasakan betapa mudahnya mencari kawan. Hanya dengan meniupkan sepercik kembang harapan ke hadapan wajah mereka, maka mereka akan segera bersedia bersenda gurau serta menuangkan waktu berharga mereka ke dalam cangkir kelesuan dan kebosanannya.

    ***​

    “Istirahatlah, nak. Simpan tenagamu untuk rencana mendadak,” saran Pria tua itu dari balik sekat jerujinya.

    Sven hanya membalasnya dengan senyum tipis. Cahaya remang jingga obor membentuk bayangannya yang menari-nari di permukaan dinding.

    Suasana hening ketika sepuluh tahanan yang lain tertidur dalam selnya masing-masing. Hanya sang Pria tua dan Sven yang masih terjaga, namun keduanya tak bergeming walau banyak yang ingin mereka katakan.

    Pria tua itu mendehem berat dan serak, membuat suaranya tak cocok untuk membuka keheningan. “Jika boleh nak, bisakah aku tahu, siapa namamu?”

    “Apakah itu penting?” protes Sven, merasa tak nyaman mengucap namanya.

    “Kita adalah saudara seperjuangan mulai sekarang, nak. Darah yang mengalir di nadi kita tak senada, namun akan kupastikan, mereka akan tumpah dan bercampur pada satu tempat. Sebuah tempat sakral yang akan membuktikan bahwa perbedaan kita akan melebur menjadi satu jiwa yang kekar. Medan peperangan.”

    “Kau kini berbicara persis seperti guruku,” gumam Sven meremehkan.

    “Seriuslah, nak,” cetus Pria tua itu. “Apa susahnya menyebut namamu sendiri?”

    “Kami para kesatria mempunyai peraturan sendiri untuk tak menyebarkan nama kami, bahkan kepada kesatria yang telah kami anggap sebagai saudara seperjuangan.”

    “Namun aku bukanlah seorang kesatria,” cetus sang Pria tua.

    “Tak akan lama lagi,” gumam Sven seraya mengambil sikap berbaring di atas selimut yang menjadi alasnya tidur.

    Pria tua itu mendengus lewat bibir-bibirnya yang kering kerontang. Sedang Sven telah menutup matanya, menghiraukan desas-desis tak puas yang diarahkan padanya.

    ***​
    belum menjawab tantangan dari antalogi itu sendiri, karena tokoh immortalnya belum keluar:keringat:
     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: May 12, 2012
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. 3clips3 M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    May 7, 2010
    Messages:
    356
    Trophy Points:
    126
    Ratings:
    +1,092 / -0
    BAGUS!!!
    buat penasaran aja nih. . . :top:
     
  4. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    penasaran apanya tante?:mesum:
     
  5. 3clips3 M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    May 7, 2010
    Messages:
    356
    Trophy Points:
    126
    Ratings:
    +1,092 / -0
    kelanjutanya dong. . . :hehe:
     
  6. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    waktu penyihirnya komat kamit baca mantra si Sven g minta d carikan jodoh? :hahai:
    ni kykny si sven bkal jd shadowchild trus jd abadi
     
  7. BMco M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Oct 4, 2011
    Messages:
    648
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +736 / -0
    asik jg ceritanya, tp ada yg kurang menurut gw.. gambaran daratan Mad-Rai it seperti apa??

    agak susah gw ngimajinasiinnya
     
    • Like Like x 1
    • Thanks Thanks x 1
  8. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    nyontek judul ya? hehe...
    saya emang gak mainin twist di sini, cuman kentalin ceritanya aja

    di cerita ini planet bumi di sebut Mad-Rai, karena ada event yang menyebabkan para manusia menyebut dunia mereka dengan Mad-Rai
    saya lebih seneng nyebut planet Mad-Rai dengan sebutan daratan Mad-Rai, atau hamparan Mad-Rai
     
    • Thanks Thanks x 1
  9. BMco M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Oct 4, 2011
    Messages:
    648
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +736 / -0
    yg part berikutnya masi belom drilis jg ya :???:
     
    • Thanks Thanks x 1
  10. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    saya lagi ikutan challange bwt novel 30 hari, jadi rada sibuk bwt lanjutin yang ini
    ntar kalo udah reda baru mule lanjutin yang ini

    :maaf: ya om
     
  11. BMco M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Oct 4, 2011
    Messages:
    648
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +736 / -0
    wasyik, ntr novelnya ikutan dishare d sini jg gak:???: :haha:

    santai z oom, yg penting ntr hasilnya bgs dan gak buat kecewa :hehe:
     
    • Thanks Thanks x 1
  12. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    :maaf:gk bisa dishare om, soalnya kalo novel" gitu sensitif kayaknya
    penerbit biasanya ada aturan tentang novel yang sudah pernah dishare sebelumnya (setau saya)
     
    • Thanks Thanks x 1
  13. Benga Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 15, 2010
    Messages:
    56
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +3 / -0
    Ni cuma 1 part kk?? lnjutannya donk,,
     
  14. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    maaf sekarang gk bisa diupdate om
    :maaf::maaf:
    akhir mei ato awal juni mungkin ada kesempatan saya
     
  15. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    beh kelanjutannya mana ga nongol2... kapasitas om2 memang segini saja ya... :piso:
     
  16. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    emang apa ada batas waktunya?

    saya lagi pusing bwt kerangka cerita bwt novel saya:sepi:
    akhir mei lah mungkin saya bisa lanjutin, sekitar tanggal 20an

    mentang-mentang om ini semangatnya 45 bisa seenaknya troll kaum muda seperti saya?:onfire:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.