1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen Ikan Kebahagiaan

Discussion in 'Fiction' started by om3gakais3r, Apr 22, 2012.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    Ngerjain cerpen ini di notepad.. :elegan:

    Ikan Kebahagiaan

    Kau tahu, cara paling mudah untuk melarikan diri dari kenyataan adalah pergi ke tempat asing? Yap, mungkin pergi ke suatu tempat yang tidak pernah kau jelajahi atau mungkin ke tempat yang kau dambakan di dalam mimpimu... atau sekedar pindah ke kota sebelah.

    Tapi, tempat itu terlalu dekat. Bahkan ujung dunia pun tidak akan bisa membuatku melupakan kenyataan yang sedang aku hadapi sekarang. Coba bayangkan kalau kau bersama seorang yang kau cinta, laki-laki yang terlihat sempurna, mengerti betul apa yang aku butuhkan dan apa yang aku tidak inginkan selama enam tahun.

    "Enam tahun sudah cukup." Kata Tom saat dia merangkul seorang perempuan lain di tangannya... namun perempuan itu bukan aku melainkan Rebecca, adik kelasnya yang memang sangat dekat dengan Tom.

    "Permainan kita selama enam tahun terlalu panjang, gadis desa." Tambahnya ketika dia melemparkan kunci apartemenku yang belum pernah dia gunakan.

    Haaah, aku menghela nafas sekuat tenaga. Aku kira dia adalah orang yang sempurna, bisa memberikan kebahagiaan sementara padaku walau aku tidak pernah memperbolehkannya memelukku. Ya, aku hanya Lillac si perempuan desa... aku akui itu. Aku masih tidak suka ketika seorang laki-laki menyentuhku, walau dia sudah lama menjadi 'pacar'ku. Mungkin karena penyakit atau sihir kutukan yang ada di dalam tubuhku, ketika aku menyentuh laki-laki tubuhku terasa sakit seperti tersengat listrik.

    Aku tidak kaget dengan kata-katanya saat dia menghancurkan hubunganku dengannya. Sejak lama teman-temanku selalu memperingatkan bahwa dia adalah super playboy yang bisa mengelabuhi bahkan perempuan terpintar sekalipun. Ya sudahlah, anggap saja nasib buruk. Enam tahun membangun hubungan yang sebenarnya hanya sebuah permainan baginya.

    Itu yang ingin aku percaya. Tapi bagaimana bisa aku melupakan begitu saja orang yang menampungku ketika aku merantau ke kota untuk belajar sihir pengobatan delapan tahun lalu?

    Dia yang memperkenalkanku pada seorang profesor di Universitas Sihir London, Pak Levanti Earogale seorang guru besar sihir pengobatan yang melihat bakatku sebagai penyihir putih. Bagaimana juga aku melupakan orang yang memperkenalkanku pada Nona Helena yang pada akhirnya mempekerjakanku di restoran miliknya?

    Haaaaaah, sekali lagi aku menghela nafas sekuat tenaga. Setidaknya aku sudah mendapatkan izin menggunakan sihir putih lengkap dengan pengetahuan yang diajarkan di Universitas.

    Di sinilah aku, rumah orang tuaku yang sudah lama tidak digunakan sejak meninggalnya mereka karena wabah yang bernama "Luka Aqua". Sesuai namanya, wabah itu berasal dari air yang terkontaminasi bakteri ganas Scaraqua. Kejadian itu sudah delapan tahun lamanya, mungkin salah satu alasan yang membuatku pergi dari desa ini dan belajar sihir putih untuk penyembuhan.

    Aku berusaha membebaskan semua perabot yang terjebak dalam penjara terpal putih berdebu lalu membersihkan lantai, dinding dan plafon yang mulai berjamur.

    Ketika semua beres, aku melihat ke arah perairan yang tepat di depan rumahku. Pemandangan dari desa yang dibangun sebuah teluk kecil di pesisir pantai selatan Inggris di pagi hari selalu mengingatkanku pada nama desa ini... Fisherton. Mirip dengan nama desa yang jauh lebih besar di Wiltshire yang beberapa kilomtere ke arah utara dari tempat ini. Tapi tetap, desa ini lebih "Fisherton" dari desa yang ada di Wiltshire karena setiap pagi kau akan melihat beberapa perahu bertenaga angin yang berlayar pulang ke desa dan membawa banyak ikan dari laut.

    Mungkin karena penduduk desa ini terlalu sering melaut, wabah Luka Aqua lebih cepat menyebar dari tempat lain.

    Ah, aku ingat penyakit itu sekarang sudah tidak ada. Vaksin besar-besaran yang menggunakan kedua metode; kedokteran dan sihir penyembuhan sudah dilakukan sejak sepuluh tahun lalu. Salah orang tuaku yang sangat membenci teknologi dan bersikukuh bahwa sihir penyembuhan adalah metode yang paling bisa dipercaya dan menolak vaksin itu.

    Angin pantai bertiup pelan, membawa segarnya udara yang tercium bau garam dari dalamnya.

    "Harum ini... sesuatu yang aku rindukan." Aku berbisik pada jendela yang baru aku buka, tentunya tidak berharap ada yang menjawab.

    Untuk sekarang, aku akan mencari pekerjaan di rumah sakit atau balai pengobatan atau klinik yang kemungkinan baru dibangun setelah aku pergi dari desa. Dengan serifikat yang aku dapatkan setelah belajar di universitas sihir terbaik se-Inggris, tidak mungkin aku ditolak. Setelah itu... mungkin aku akan belanja untuk makan malam. Untunglah ketika aku bekerja di restoran aku akrab dengan sang koki dan selalu meminta resep untuk masakan yang dia buat, jadi aku tidak akan pernah memakan makanan yang rasanya buruk.

    ---***---

    Sore sudah mulai mengganti siang. Birunya langit secara bertahap berubah menjadi ungu dan pada akhirnya menjadi oranye. Dengan sekantung bahan makanan mentah, aku yang baru mendapat pekerjaan berjalan pulang.

    Sudah kuduga, reaksi yang ramah para penduduk desa ketika aku menyapa mereka adalah hal lain yang aku rindukan dari desa ini. "Si kecil Lillac, itukah kau? Aku tidak percaya kau menjadi seorang dewasa sekarang!" atau "Rambutmu masih semerah seperti dulu, Lillac kecil!" atau "KAU LULUS DENGAN NILAI A+ DI UNIVERSITAS SIHIR LONDON HANYA UNTUK BEKERJA DI SINI!?"

    ...

    Baiklah, yang terakhir itu bukan reaksi ramah tapi seorang dokter yang baru pindah ke desa ini. Awalnya dia adalah seorang dokter bedah, namun karena suatu kecelakaan izin bedahnya dicabut dan dikirim ke desa ini sebagai dokter umum. Aku tahu sebenarnya dia orang baik, hanya saja... sedikit pemarah. Tentu aku diterima langsung untuk menjadi Healer. Ah, Healer adalah dokter yang tidak menggunakan teknologi kedokteran umum, melainkan sihir putih.

    Akhirnya aku sampai di rumah, membersihkan apel dan pisang yang aku beli untuk makan malam. Bukan karena malas... OK, iya karena malas tapi lelah yang menciptakan rasa malas itu. Toh aku baru datang ke desa ini selama beberapa jam.

    Butuh beberapa menit untukku menyadari bahwa jendela yang tadi pagi aku buka masih belum aku tutup. Bukan karena aku khawatir akan ada maling atau semacamnya akan masuk, tapi angin malam sangatlah dingin.

    Sebelum aku menutup jendela, seseorang duduk di atas papan pengaman agar tidak ada yang terjatuh ke air.

    "Hei, sedang apa kau di situ?" Aku memunculkan kepalaku dari jendela sambil berteriak pada orang itu.

    "Kau tidak lihat? aku sedang memancing." Orang itu bahkan tidak membalikkan badannya untuk berbicara padaku.

    "Memancing? Saat sore hari? Kau bercanda." Aku menutup jendelaku, tidak peduli dengan orang itu.

    Sepertinya kebiasaan orang kota yang agak kurang peduli pada satu sama lain sudah masuk ke dalam kepribadianku, untuk sesaat aku merasa menyesal telah membiarkan orang itu.

    Aku berlari keluar membawa sepotong roti dan apel yang belum aku gigit untuk aku berikan pada orang itu.

    Ketika aku sodorkan makanan itu, pandangannya tidak lepas dari alat pancing yang dia pegang namun tangan kirinya mengambil apa yang aku berikan lalu dengan lahapnya dia memakan kedua makanan yang aku bawa.

    "Sejak kapan kau memancing di sini?" Memecah kesunyian dan dingin angin sore, aku berkata sesukaku.

    "Hmm... sejak beberapa tahun lalu." Perkataannya datar, seakan peduli siapa yang dia ajak bicara.

    "Bukan itu maksudku, kau datang ke tempat ini dari jam berapa?" Kataku yang mulai kesal setelah mendengar nada bicaranya yang kurang enak aku dengar.

    "Hmm.. Jam dua, mungkin." Katanya sambil mengencangkan otot tangannya, menarik tongkat pancing yang juga mengencang seperti tertarik sesuatu.

    Seekor bayi Rainbow Flytail, seekor ikan laut dalam yang seharusnya tidak muncul di pesisir. Untuk ikan dewasa, sisiknya lembut namun ketika masih bayi sisiknya sangat keras. Bahkan sihir terkuat, Ultima tidak bisa merusaknya. Dengan ini, pasti dia sangat puas karena...

    "Catch-and-release" Katanya sambil melepas kail dari mulut ikan itu.

    "Aaaah! Ikan itu langka!!! Kenapa kau lepas!" Aku berteriak di sampingnya, namun teriakan kerasku itu tidak membuatnya bergerak sesentipuun. Bahkan tidak menutup telinga kirinya yang cukup dekat dengan mulutku.

    "Sudah aku bilang, kan. Catch-and-release." Dia memasang umpan yang biasa, cacing tanah yang tidak spesial. Lalu dia lemparkan kail bersama umpan ke arah laut.

    "Dasar bodoh, itu ikan langka. Sebenarnya apa yang kau cari?" Aku menarik jaket yang dikenakannya, tidak cukup kuat untuk menjatuhkannya dari pagar kayu pembatas laut, tapi dia langsung berdiri, seakan ada sesuatu yang menariknya.

    "Aku tahu, bukan ikan itu yang aku cari." Dia menahan tarikan itu dengan salah satu kakinya yang ditahannya di pagar dan pancing itu ditempatkannya di perut. Posisi yang terlihat sempurna, walau aku hanya pernah menonton acara memancing di TV, entah kenapa aku tahu bahwa kuda-kuda itu sangat sempurna untuk menarik seekor ikan yang cukup kuat.

    Setelah perjuangan yang kuat, akhirnya ikan itu terangkat. Aku hanya bisa terbengong ketika ikan yang dia tangkap adalah ikan sebesar paha orang dewasa bernama Golden Tuna, ikan yang tidak bisa dimakan namun 100% tubuhnya terbuat dari emas dua puluh empat karat, ikan langka lain... tapi dia melepaskannya lagi.

    "Catch-and-release." Katanya sambil mengganti kail yang mulai bengkok karena menangkap ikan yang seharusnya tidak bisa dengan mudah ditangkap.

    "Aaaaaaaa!!! Itu GOLDEN TUNA!!! KAU BISA MEMBELI SEBUAH RUMAH BESAR DI LONDON DAN HIDUP BAHAGIA SELAMANYA DENGAN MENJUAL IKAN ITU!"

    "Aku tahu, bukan ikan itu yang aku cari." Sekali lagi, dia melemparkan kailnya yang lengkap dengan cacing tanah ke arah laut.

    "Ah, aku sudah tidak peduli!" Aku kembali ke rumah dan menyiapkan makanan, untukku sendiri.

    Ketika matahari tidak lagi terlihat di arah manapun, aku yang merasa khawatir orang itu akan terserang pneumonia mengintip dari jendela dan melihat bahwa orang itu tidak lagi di sana.

    "Huh, sudah pulang ya." Aku membuka jendela dan melihat ke arah kanan, sudah kuduga dia tidak jauh.

    Ketika aku melihatnya dari belakang, pandanganku padanya sangat berbeda. Ketika dia memancing, wajahnya seperti seorang anak kecil namun ketika dia berjalan, sepertinya dia sudah berumur sekitar dua puluh lima atau dua puluh enam tahun... seumuran denganku.

    Hmm.. aku pikir kalau dia bisa mendapat ikan langka seperti itu hanya dengan umpan murah, mungkin aku juga bisa. Aku putuskan, besok setelah pulang bekerja di klinik aku akan membeli alat pancing dan ikut memancing di tempat yang tidak jauh dari orang itu.

    ---***---

    Keesokan harinya, setelah bekerja di klinik yang cukup sepi aku sengaja tidak membeli bahan mentah untuk dimasak melainkan dua bungkus makanan cepat saji untuk makan malam. Tidak lupa satu set alat pancing dan umpan.

    Di tempat yang sama, di depan jendelaku dia sudah duduk dan menunggu tongkat pancingnya bergerak.

    "Boleh aku ikut memancing di sini?" Aku duduk di sampingnya beberapa meter, sengaja agak jauh supaya dia tidak mencurigai keinginanku yang sebenarnya.

    "Kenapa kau tidak di tepat di sebelahku saja? Kau ingin menangkap ikan yang aku tangkap kemarin, bukan?" Sekali lagi tanpa menggerakkan kepalanya, seakan lehernya tidak bisa berputar dan menghadap tempatku berdiri.

    "Egh, kau tahu ternyata." Aku mendekati orang itu dan memberikan sebungkus makanan cepat saji padanya.

    Tidak seprofesional orang itu, tapi aku bisa melemparkan kail ke perairan tanpa masalah.

    "Jadi, apa yang kau pancing?" Kataku setelah bosan menunggu ikan memakan umpan pada beberapa menit awal yang terasa sangat panjang.

    "Ikan Kebahagiaan." Kali ini, dia menggerakkan kepalanya, menatapku dengan serius. Mengatakan bahwa dia akan menangkap hewan yang hanya menjadi legenda lokal di desa ini.

    "Ikan.. Kebahagiaan? Dan siapa kau, orang yang ingin menangkap leganda?" Aku bingung tentang apa yang dia katakan... dari tatapannya yang serius dan fakta bahwa dia melepas semua ikan yang lebih berharga membuatku yakin bahwa dia percaya tentang keberadaan ikan yang hanya legenda itu.

    "Joshua, dan jangan pernah lupakan namaku lagi!"

    Di desa ini, sebuah legenda yang terlahir setelah perang dunia. Bukan perang dunia pertama ataupun kedua, namun perang dunia ketika sisi para penyihir dan non-penyihir berseteru. Paham bahwa teknologi tidak boleh digunakan para pengguna sihir menyebar, menyebabkan banyak penolakan terhadap teknologi. Padahal, saat itu teknologi yang ada hanyalah sekedar mesin uap.

    Kalau tidak salah itu terjadi dua ratus tahun yang lalu, aku tidak terlalu ahli dalam sejarah.. malah sejarah adalah mata pelajaran yang paling aku benci saat aku sekolah dulu.

    Legenda itu berisi tentang cerita seseorang orang yang mempelopori perdamaian antara sisi sihir dan teknologi bertemu di desa ini. Ketika Albert, sang pemimpin sisi teknologi memancing saat dia baru datang dari Belanda di dempat ini dan menangkap seekor ikan yang dapat berbicara. Ikan itu akan mengabulkan satu kebahagiaan yang paling diinginkan Albert. Dan kebahagiaan itu terkabul; kesediaan pihak Sihir untuk menerima perdamaian antara Teknologi dan Sihir.

    Sejak saat itu di desa ini terlahir sebuah legenda bernama "Ikan Kebahagiaan".

    Jarang orang yang mempercayainya jadi... jarang juga orang-orang yang memancing di bibir pantai.

    Tapi orang ini berbeda, sepertinya ada sesuatu yang membuatnya sangat menginginkan ikan itu.

    Setiap hari, dia selalu memancing sambil duduk di atas pagar pembatas. Agak berbahaya, memang.

    Sejak hari kedua aku kembali ke desa ini, aku mulai memancing di tempat yang sama dengannya. Namun bedanya dia selalu mendapat ikan-ikan langka sedangkan aku hanya mendapat ikan yang bisa semua orang temui di pasar tidak jauh dari tempatku memancing.

    ***

    Entah kenapa, aku merasa ada suasana nostalgia ketika aku memancing di tempat ini. Joshua... apa mungkin dia seseorang yang aku kenal dulu? Agh. Aku masih terpikir tentang ikan-ikan langka yang ditangkap lalu dilepasnya dan tidak bisa mengingat siapa dia.

    Baik, saatnya tenang. Orang bilang memancing membutuhkan ketenangan, dan ketenangan adalah yang aku butuhkan untuk mengingat. Seperti memancing dua ikan dengan satu kail, menunggu ikan tertangkap sambil mengingat.

    Ah, aku ingat. Joshua... Tunggu dulu... Joshua... Josh.. Jo... Jo...

    Wait! Bukankah dia dulu sangat akrab denganku? Kenapa aku bisa melupakannya?

    Agh!!! Saatnya aku mengingat lebih dalam lagi...

    Dari kecil, aku sangat menyukai laut. Setiap kali ayah melaut, aku selalu ikut. Bersamaku dan Ayah, Jo (nama yang kugunakan untuk memanggil Joshua saat itu) juga selalu ikut denganku.

    Ah, aku ingat lagi.

    ***
    Sembilan tahun lalu, ketika Ibu ikut memancing karena khawatir dengan Ayah yang sedang demam kapal yang kami naiki menabrak karang dan karam. Untunglah kami semua menggunakan pelampung dan selamat. Butuh tiga jam untuk pemancing agar bisa menyelamatkan kami.

    Setelah itu, kami berempat terkena demam dan bagian tubuh kami membiru seperti warna laut di siang hari. Kami terserang Luka Aqua.

    Ayah dan Ibu menolak diberi vaksin dan untuk memberi vaksin butuh persetujuan orang tersebut atau untuk yang di bawah umur dua puluh tahun butuh persetujuan orang tua mereka. Aku tidak diberi vaksin, untuk beberapa hari tubuhku sangat terasa sakit dan dingin.

    Malam ke enam setelah aku terjangkit Luka Aqua, seseorang masuk ke kamarku dan berkata

    "Kata dokter ketahananku cukup kuat, tapi untuk jaga-jaga mereka memberiku vaksin. Tapi menurutku kau lebih membutuhkannya dariku."

    Orang itu menusukkan jarum suntik itu ke pergelangan tanganku dan menginfuskan isi suntikan itu.

    "Tidak apa-apa, mereka mengajariku cara menyuntikkan vaksin dengan benar."

    Setelah itu, diam-diam dia pergi. Orang itu masih memiliki wajah yang sama sampai sekarang. Dia.. Jo.

    Satu tahun setelahnya, Ayah dan Ibu yang sakitnya semakin parah akhirnya meninggal. Saat itu aku sangat sedih karena mereka meninggal di hari yang sama. Tapi bukan itu yang membuatku ingin pergi ke London untuk belajar Sihir.

    Jo yang selama ini menutupi tangannya dengan jaket dan sarung tangan ternyata menutupi Luka Aqua di kedua tangannya. Walau tidak lagi menyebar dan tidak berbahaya, namun dia bilang rasa sakit dan dingin di kedua tangannya tidak hilang.

    Saat itu aku menangis, sangat keras. Aku takut kalau aku akan kehilangan Jo juga, orang yang saat itu aku cintai. Aku tidak berani untuk mengatakannya, aku takut kalau dia akan menganggap bahwa aku mencintainya karena balas budi. Saat itu, aku berkata padanya akan pergi ke kota untuk belajar sihir pengobatan tertinggi dan menyembuhkan kedua tangannya. Tapi yang dikatakannya adalah "Jangan pergi, kau di sini saja sudah menghilangkan rasa sakit dan dinginnya kedua tanganku." Wajahnya yang penuh dengan kehangatan membuat rasa bersalahku semakin tinggi. "Lagipula aku tidak mau kau dikelabuhi orang-orang kota, terutama para pria di sana." tambahnya dengan wajah yang khawatir. Diam-diam aku pergi ke kota malam itu, mengucap sumpah dengan sihir dasar yang aku pelajari bahwa aku tidak akan menyentuh seorang pria pun kecuali Jo. Tanpa tujuan, aku tersesat di kota namun untunglah Tom menampungku.

    Aku melupakan Jo sepenuhnya. Itu adalah rasa sesalku yang terdalam. Aku mencintai Tom hanya karena dia memberiku tempat di kota, tidak lebih dari cinta seekor kucing yang diberi ikan oleh seseorang... sungguh cinta yang buruk, melupakan apa yang penting hanya untuk itu.

    "Jangan melamun! Sesuatu tersangkut di kailmu!" Suara teriakan yang sangat dekat itu membuyarkan flashback yang membuatku marah pada diriku sendiri.

    "Cepat tarik, bodoh!" Seseorang sangat panik berteriak di sampingku, aku butuh waktu beberapa detik lagi untukku bangun dari ingatan itu.

    Tiba-tiba, tanganku terasa dingin. Seakan sebongkah besi dingin sedang menempel di tanganku.

    Tapi benda dingin Itu adalah tangan Jo, biru seperti lautan di siang hari. Penyakit itu masih ada di tubuhnya. Wabah Luka Aqua yang seharusnya cepat diberi vaksin kini tidak bisa dihilangkan dengan vaksin manapun.

    "Ah, ikan ini besar sekali!"

    Aku terdiam, merasakan tangan dinginnya yang aku rindukan.

    "Kita harus menariknya bersama, Lac!" Jo berganti posisi, tubuhnya berada di belakangku namun kedua tangannya menggenggam benda yang sama dengan kedua tanganku.

    "Tarik!" Dengan aba-aba itu, aku menarik sekuat tenaga.

    Tapi, sepertinya ikan yang aku tersangkut di kailku ini lebih kuat. Kami berdua tertarik dan jatuh ke arah laut.

    Untunglah, bukan karang yang menunggu kami melainkan bagian pantai yang cukup dangkal dengan dasar pasir lembut.

    Pancing yang asalnya aku pegang sudah pergi entah kemana bersama ikan yang tersangkut bersama tongkat pancing itu.

    Aku terjatuh dalam posisi telungkup, sedangkan Jo berada di punggungku dengan posisi yang sama. Aku tidak bisa bernafas walau air tidak menutupi seluruh bagian tubuhku yang telungkup, jadi aku berbalik untuk bisa menghirup udara.

    Aku menatap wajah Jo yang kesakitan karena lidahnya tergigit. Untuk beberapa saat, aku tidak sadar bahwa hidungku berdarah akibat terjatuh.

    "Hahahahahaha!" Aku melepas tawaku, tawa terkeras sejak sembilan tahun terakhir.

    "Aku sudah pulang Jo." Tersenyum dengan hidung berdarah, sepertinya aku terlihat sangat bodoh.

    "Kau suhah puwang sewak wewih wari sewinggu yang wawu.(Kau sudah pulang sejak seminggu yang lalu)" Jo berbicara dengan rasa sakit di lidahnya, walau tidak jelas aku bisa mengerti apa yang dia katakan.

    Tanpa basa-basi aku langsung memeluk Jo, kali ini aku tidak merasakan rasa sakit apapun ketika menyentuh seorang laki-laki.

    Ah, aku ingat satu sihir yang diajarkan Pak Levanti. Sihir yang bisa berhasil hanya ketika sang pembacanya dalam sebuah kebahagiaan.

    "Right, right, right... light is right. Left, left, left... let the light never left. Oh, i pray as a light to the light... May any curses, scars and pain healed."

    Tubuhku terasa ringan. Air yang menyelimutiku berubah menjadi cahaya dan menutupi hidungku dan lidah Jo... juga kedua tangannya. Semua luka termasuk Luka Aqua di tubuhku dan Jo menghilang begitu saja. Pertanda aku berhasil menggunakan sihir cahaya tingkat tinggi itu yang namanya aku lupa.

    "Aku kira kau sudah lupa denganku, Lac." Jo berdiri dan menarikku hingga dalam posisi yang sama dengannya. Seperti sebuah reflek, mulutku mencari mulutnya dan mulutnya mencari mulutku. Sesuatu yang seharusnya hanya dilakukan oleh sepasang kekasih. Sebuah ciuman yang membuat seluruh tubuhku seperti tersengat listrik kecil, bukan rasa sakit yang aku rasakan namun kebahagiaan.

    "Hmm.. ciuman pertamaku rasanya seperti darah." Setelah melepaskan ciumannya, aku memeluknya dengan erat.

    "Aku juga." Jo mengelus rambutku yang basah.

    "Satu pertanyaan untukmu, Jo. Untuk apa kau mencari Ikan Kebahagiaan?" Kataku ketika masih dalam pelukannya. Dia melepaskan eratnya pelukannya dan agar wajahku berada di hadapan wajahnya.

    "Aku sudah memegangnya sekarang." Sekali lagi, dia mendekatkan wajahnya padaku lalu mencium keningku yang basah dan penuh dengan pasir.

    ---***---
    Epilog
    ---***---
    Di bukit tidak jauh dari desa Fisherton, seorang pria dengan rambut hitam sedang memperhatikan dua orang yang saling berpelukan di pinggir laut dengan teropongnya. Di sampingnya seorang perempuan sedang memakan kuaci.

    "Jadi, kau berhasil kali ini, Tom?" Perempuan itu berhenti memakan kuaci lalu merebut teropong dari tangan lelaki yang dipanggilnya Tom itu.

    "Yup, walau butuh waktu yang cukup lama. Soal sepuluh hari yang lalu, apa kau sudah jelaskan pada teman-teman Lilac soal Lillac dan Joshua?"

    Perempuan itu mengangguk sambil melihat pasangan di pinggir pantai yang sedang berusaha naik ke daratan namun beberapa kali terjatuh.

    "Kalau sudah puas, saatnya kita kembali ke markas." Tom mendekati motor miliknya yang diparkir tidak jauh lalu menyalakannya.

    "Ah, tunggu aku. Aku masih ingin melihat tempat Misi No.0 diselesaikan." Perempuan itu melompat ke jok belakang motor itu.

    Tidak butuh waktu lama, mereka pergi dari desa itu.

    Di tempat mereka mengintai Lillac dan Joshua, secarik kertas yang menyerupai sebuah surat resmi lengkap dengan kop surat tertinggal... atau mungkin sengaja mereka tinggalkan.

    Pada bagian tubuh surat itu tertulis dua nama: Lillac Avertin dan Joshua Recteri. Bagian teratas surat itu tertulis "Poisson du Bonheur" nama lembaga yang mengeluarkan surat itu. Sebuah organisasi yang terbentuk sejak beratus tahun lalu, berpusat di Paris, Perancis dengan tujuan yang sama dengan legenda dengan nama yang sama.

    Poisson du Bonheur, atau Ikan Kebahagiaan.

    **Fin**
     
    • Thanks Thanks x 1
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    so sweet bgt. Hahaha.

    Cuman d bagian ortuny si cwe menolak teknologi n milih sihir, jd kyk org kampung yg milih pengobatan alternatif. :hahai:
     
  4. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    di notepad gimana ngitung berapa katanya..*nggak penting*:ngacir:

    ---

    bagus ceritanya.:hmm: cuma bingung kenapa ceweknya bisa lupa... masa gara-gara gak ketemu lama doang(dan Tom). padahal namanya jg masih sama...
     
  5. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    ngitung berapa karakter.. :hehe:

    ---

    nah itu dia.. nggak kepikiran sampe sekarang kenapa dia bisa lupa.. :keringat:
     
  6. 3clips3 M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    May 7, 2010
    Messages:
    356
    Trophy Points:
    126
    Ratings:
    +1,092 / -0
    sebenernya bagus. . .
    ngak nyangka ide cerita aneh yang kemaren malem di post bisa jadi ok kayak gini. . . :top:
    cuman kok kurang greget romannya. . . :???:
     
  7. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    Hemm.. kurang greget ya.. :rokok: i just tried something "different" this time, but it seems just bring down my quality.. :keringat:
    yup, makasih masukannya.. :maaf: << bukan meminta maaf, tapi menunduk ala orang jepang.
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.