1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Ursa Minor

Discussion in 'Fiction' started by whit3demons, Feb 6, 2012.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. whit3demons Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 6, 2010
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +183 / -0
    Ursa Minor​


    main cast :
    Felix Dhruva Nasalis (Felix) tapi Radis memanggilnya Dhruva
    Paradisea Minor Polaris (Radis) tapi Felix memanggilnya Oris/Polaris

    supporting cast:
    Gamala Danuvius (Danu) rival Felix dari SMA Sriwijaya
    Narcissa Moirae (Cissa) cewek centil yang selalu menganggap Radis sebagai parasit untuk Felix
    Alma Givanni (Alma) adik semata wayang Felix dan sahabat sekaligus teman sebangku Radis
    Rockie Reynald (Rox) sohib sekaligus tangan kanan Felix
    Febrian Dante (Dante) teman se-gank Felix
    Raditya Dimas (Adit) teman se-gank Felix
    Geovina Borealis (Geov) adik semata wayang Radis yang masih duduk di kelas dua SMP

    Felix dan Radis sudah bersahabat sejak umur tiga tahun. Bahkan mereka sampai tidak sadar sudah menjadi apa hubungan mereka sekarang. Sahabat? Sepertinya lebih dari itu.
    Kesamaan nama diantara keduanya membuat kata 'sahabat' rasanya tidak cocok menjelaskan hubungan mereka saat ini. mereka bukan sekadar 'sahabat'. mereka seperti terikat karena kesamaan nama.
    Felix Dhruva Nasalis
    Paradisea Minor Polaris
    keduanya menyandang nama bintang paling terang di langit utara. bintang navigator.

    Terlepas dari itu Felix punya musuh bebuyutan, anak Sriwijaya, Danu.
    Danu yang tdak terima perubahan Felix belakangan ini yang jarang muncul ke sekolahnya mencari tahu apa yang menyebabkan Felix berubah. saat Danu tahu Felix, si pentolan gank SMA Bina Bangsa berubah menjadi lembek karena seorang Radis, apa yang akan dilakukan oleh Danu? Apakah dia hanya akan membiarkan rivalnya menjauh begitu saja atau mungkin dia akan melakukan sesuatu agar ceritanya menjadi lebih menarik?
    Akankah Felix dan Radis mempertahankan hubungan yang selama ini mereka jalin? atau akan ada yang berubah mengingat mereka bukan anak kecil lagi? :ogcute:

    ursa minor (1) Polaris
    ursa minor (2) Dhruva
    ursa minor (3) Polaris
    ursa minor (4) Dhruva
    ursa minor (5) Alma
    ursa minor (6) Polaris
    ursa minor (7) Dhruva
    ursa minor (8) Polaris
    ursa minor (9) Dhruva
    ursa minor (10) Polaris
     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited by a moderator: May 16, 2013
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. whit3demons Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 6, 2010
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +183 / -0
    Ursa minor (1)

    Polaris
    Bel pulang sekolah sudah berdering dua jam yang lalu, tapi sekolah Puspa Bangsa masih saja ramai oleh siswa-siswi yang belum pulang.
    Radis salah satunya, dia sedang asyik berkutat dengan notebooknya di lobi utama sekolah bersama beberapa teman sekelasnya saat tiba-tiba ada benda melayang ke arah lobi sekolah yang berhadapan langsung dengan gerbang utama sekolah dan jalan raya.
    Praaang!!
    Radis dan yang lainnya kaget, refleks menoleh ke arah jalan dan mendapati segerombol siswa berseragam SMA Sriwijaya lewat depan sekolahnya menggunakan motor yang berderum keras. Seseorang melempar sesuatu lagi.
    Praaaang!!
    Kali ini bukan kaca keperti yang sebelumnya dilempar yang jelas benda itu adalah benda keras yang berhasil menghantam kaca mobil salah satu guru sekolah Radis.
    “Woooy!!” teriak Radis jengkel walaupun nggak jelas juga ditujukan untuk siapa.
    Tidak perlu menunggu lama, anak-anak lain yang masih ada di area sekolah segera keluar menuju lobi, terutama anak-anak geng yang tahu pertanda apa ini.
    “Brengsekk!!” umpat seseorang marah saat melihat kaca yang berserakan di lantai akibat lemparan pertama tadi dan kaca mobil Pak Toni yang pecah.
    Radis menoleh dan mendapati Felix. Cowok itu tanpa ba-bi-bu langsung berlari ke depan gerbang diikuti teman-temannya. Percuma, gerombolan itu sudah menjauh. Di luar gerbang juga sudah siap sedia satpam sekolah mereka saat mendapati gerombolan anak Sriwijaya tadi. Tapi sama saja, gerombolan itu tidak bisa dicegah karena datang tanpa peringatan terlebih dahulu.
    Terdengar gumaman-gumaman di sekitar Radis. Orang-orang yang awalnya ada di lobi langsung menyingkir, tidak mau ambil resiko kalau ada searngan kedua.
    Radis tetap berdiri di tempatnya.
    Kaca tadi dilempar tepat ke tengah lobi yang kosong, anak-anak yang hanya duduk-duduk di tepi lobi untungnya tidak ada yang jadi korban, tapi tetap saja kejadian tadi cukup membuat syok anak-anak yang sedang di lobi yang kebanyakan adalah perempuan.
    “Radis! Sini! Bahaya tahu!” Alma, teman sebangkunya, menyuruh Radis menyingkir.
    Radis tidak menggubris, dia malah memandang gerombolan anak cowok yang sekarang masih di luar gerbang, sama-sama memandang ke arah menghilangnya gerombolan Sriwijaya tadi sambil berbisik-bisik dengan Felix, entah membicarakan apa.
    Merasa sedang diperhatikan atau apa, Felix menoleh ke lobi dan tatapannya bertemu dengan Radis. Segera, dia mendekati Radis sambil berlari kecil, meninggalkan teman-temannya yang masih bicara padanya.
    “Tadi di sini?” tanya cowok jangkung itu.
    Radis mengangguk kecil.
    Felix langsung menatap Radis cemas. “Ada yang luka?”
    “Nggak kok.” Radis tersenyum menenangkan, “Kaget aja...”
    Felix menghembuskan nafas lega kemudian mengusap-usap kepala Radis. “Kuanter pulang yuk, di sekolah bahaya...”
    Radis tampak berpikir sejenak.
    “Aku? Aku?” Alma yang daritadi lebih memilih menyingkir, mendekati Radis dan Felix. “Aku kan adik kamu Kak, emang kamu nggak khawatir sama aku?” Alma mengedip-ngedipkan matanya sok imut.
    “Danteeee! Anter Alma balik gih! Buruaaan!” Felix memanggil salah satu sohibnya.
    Alma manyun. “Yang adiknya siapa... yang ditanyain baik-baik aja siapa...” omel cewek berumur 15 tahun itu panjang lebar, berjalan ke arah Dante yang juga sedang mendekat ke arahnya.
    Felix tersenyum geli melihat ulah adiknya, Radis ikut menatap Alma yang masih mengomel pada dirinya sendiri. “At least kamu tanya dia kenapa kek...”
    Pandangan Felix beralih ke Radis lagi, mengedikkan bahunya cuek. “Ayo pulang,” katanya sambil menggandeng Radis pergi. “Awas, masih banyak pecahan kacanya...”
    Radis memandang punggung Felix. Kenyataan bahwa cowok itu lebih memilih mengantar dia daripada adiknya sendiri, diam-diam menimbulkan perasaan senang di hatinya.
    Persahabatan selama tiga belas tahun ini... apakah akan terus seperti ini?
    Radis tidak tahu jawabannya, tapi yang jelas dia tidak mau kehilangan Dhruva-nya.
     
    Last edited: Feb 7, 2012
  4. whit3demons Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 6, 2010
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +183 / -0
    Ursa Minor (2)

    Dhruva
    Felix menghentikan motornya tepat di depan gerbang rumah Radis.
    Cewek itu segera turun dari boncengan. “Kamu nggak akan ke Sriwijaya, kan?” tanya Radis cemas.
    “Nggak,” Felix nyengir, “Nggak hari ini,” lanjutnya.
    “Heeeh...” Radis mengerutkan dagunya kesal. “Nggak usah dipanjang-panjangin kenapa sih?”
    Felix tersenyum geli melihat muka jelek yang dibuat Radis. “Urusan cowok,” celetuk Felix sambil mnegacak-acak rambut Radis.
    “Solidaritas?” tebak Radis, “Huuuh basiii...” ejeknya sambil mengibaskan tangan.
    Felix tertawa kecil. “Sensitif banget sih? Emangnya solidaritas jelek?”
    “Nggak sih... tapi kan caranya nggak gitu-gitu juga...”
    Cowok itu menatap Radis. “Kamu nggak suka berandal, ya?”
    “Bukan... ummm...” Radis terlihat ragu mau melanjutkan kalimatnya. “Yah... aku kan juga khawatir sama kamu...”
    Felix termenung mendengar kalimat Radis.
    “Udah sana pulang, udah sore...”
    Felix kembali tersadar, seulas senyum tercetak di bibirnya. Cewek di hadapannya itu lagi-lagi berhasil membuatnya senang tanpa alasan yang jelas. Hanya karena satu kalimat pendek saja, rasa jengkel Felix terhadap anak-anak Sriwijaya tadi lenyap.
    “Besok jangan telat, ya,” kata Felix.
    “Itu kalimatku!”
    Felix tertawa. “Kamu bilang kayak gitu ke aku setiap hari, aku jadi hafal deh!”
    Radis mendengus pendek. “Besok jangan telat lho!” beo Radis.
    Felix nyengir lebar. “Oke...” jawabnya sambil mengacungkan jari.
    “Bye...” Radis melambaikan tangannya.
    Felix membalasnya sekilas sebelum melajukan motornya dari depan rumah Radis.
    .--.​
    Rumah Felix, 19.29
    Felix melemparkan handuknya sembarangan. Rambutnya yang masih setengah basah dibiarkannya begitu saja. Kata orang, cowok dengan rambut basah itu seksi. Walaupun Felix sendiri heran dengan asumsi itu tapi sekarang menjadi kebiasaan Felix membiarkan rambutnya basah lebih lama.
    Cowok itu mengecek handphone-nya. Ada dua SMS masuk, yang pertama dari Rox, teman sebangku sekaligus tangan kanannya.

    Gmn boss? Bales?

    Felix dengan cepat membalas SMS rersebut.
    Jgn skrg, gw ad ide yg lebih baik *smirk

    Felix membuka SMS yang kedua. Kali ini begitu membaca nama si pengirim, Felix tersenyum simpul. Polaris.

    Dhruva! Langitnya cerah, bintangnya byk bgt! :D tapi sayang, ursa minor kita te2p gak keliatan dari atap rumahku :( kamu jg lagi liat bintang? ^^

    Cowok itu tersenyum geli dan membaca ulang SMS itu.
    ...ursa minor kita...
    “Masih aja sok posesif...” gumam Felix. Dia beranjak ke jendela kamarnya yang masih terbuka, begitu kepalanya mendongak ke atas Felix langsung takjub dengan pemandangan langit malam ini. Ribuan bintang sedang tampak hari ini, jarang sekali bisa melihatnya saat sedang musim hujan seperti sekarang. Felix juga mendesah kecewa karena tidak bisa mendapati rasi bintang favoritnya dan Radis diantara ribuan bintang di langit karena mereka ada di bumi belahan selatan.

    Make sure next time we’ll enjoy this moment together in our favorite place... ;)

    Ketik Felix dalam SMS balasannya untuk Radis. Tidak sampai semenit kemudian, handphonenya bergetar lagi, Felix langsung membukanya dan seketika langsung kecewa saat tahu kalau itu bukan SMS dari Radis.

    Hah? Cara apan emg? Lo kan cuma pinter berantem sama makan, boss! Kalo cari ide lain, gue ragu kalo itu bklan bnr2 ‘lbh bagus’ v(>_<)v

    Felix menggeretakkan giginya gemas.

    Tengil lo dasar! Trsrh deh, gw lagi gak mood tawuran

    Lima belas detik setelah SMS untuk Rox terkirim, SMS baru datang, kali ini benar-benar dari Radis.

    Sure ^^

    Jawab Radis pendek, tapi Felix bisa merasakan antusiasme Radis. Sama seperti dirinya, cewek itu pasti menunggu kesempatan untuk bisa melihat bintang bersama.
    It’s been a while... batin Felix. I really looking forward for it... seulas senyum, lagi-lagi tersungging di bibir Felix.
     
  5. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    hohoho cerita cinta dan tawuran ya, i like it :fufu:

    tapi nama karakternya susah2 jadi bingung saya...
     
  6. whit3demons Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 6, 2010
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +183 / -0
    iya ya? hehehe... habisnya itu yang menurutku bagus sih... nama karakter kan berpengaruh sama mood nulis, kalo nggak sreg sama nama karakter sendiri, males ngelanjutin cerita :p
     
  7. whit3demons Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 6, 2010
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +183 / -0
    Ursa Minor (3)

    Polaris
    Radis setengah berlari menuju kelas Felix saat bel istirahat baru saja berbunyi, tadi pagi dia berangkat siang, tepat sebelum bel masuk berbunyi, jadi dia tidak bisa ke kelas Felix terlebih dahulu. Radis melongok ke dalam kelas dan menghembuskas nafas lega saat melihat Felix ada di bangkunya yang biasa.
    “Hey there!” Felix melambaikan tangannya sekilas saat tahu Radis ada di ambang pintu kelasnya. “Pretty quick today, eh?” tanyanya dengan senyum jahil.
    Radis langsung menghempaskan diri di bangku Rox dan menghela nafas panjang. “Aku kira aku bakal ngeliat muka babak belurmu hari ini,”
    Felix tertawa geli. “Kalo aku bilang nggak hari itu, ya nggak hari itu,”
    “Kalo gitu hari ini?” Radis menatap Felix.
    “Hmm...” bukannya balas menatap Radis, Felix malah menatap Rox yang duduk di meja di belakang Radis, meminta dukungan.
    “Mungkin, princess...” jawab Rox sambil mengusap-usap rambut Radis.
    Cewek itu menoleh.
    “Aaw... ngeri deh!” celetuk Rox pada Radis yang menatapnya galak. “Tenang aja princess, kita nggak akan bawa sepleton kayak anak Sriwijaya kemarin, kita cuma bertiga... aku, si Boss, sama Dante,”
    Radis memandang Rox semakin ngeri. Bertiga? Batin Radis, mereka bawa satu kompi aja bahaya apalagi cuma bertiga?
    “Itu artinya nggak akan ada pertengkaran masal,” Felix memutar kepala Radis supaya menghadap padanya lagi, bukan Rox.
    “Tenang aja princess,” Rox mengulang kata-katanya, ”Si Boss ini orang bego, jadi nggak akan gampang mati!” canda Rox yang kemudian tertawa sendiri dengan banyolannya.
    Felix memukul paha Rox sekuat tenaga sementara Radis hanya tertawa geli.
    “Orang bego susah mati kan emang, ya?” celetuk Radis pada Rox.
    “Iya, kan princess?”
    Keduanya terbahak bersama.
    “Bersyukur kalo gitu, aku bakalan panjang umur!” timpal Felix.
    “Yaaah, dia ngaku lagi dia bego!” Radis semakin terbahak.
    Rox mau tidak mau menahan tawanya karena sudah mendapat lirikan maut dari Boss-nya itu.
    “Ke kantin yuk Dhruv...” ajak Radis setelah puas tertawa.
    “Males ah,” Felix membuang muka sambil memasang muka sok ngambek.
    “Hmm?” Radis menelengkan kepala agar bisa melihat wajah Felix. “Ngambek, ya?”
    Felix bergeming.
    “Dhruvaaaa...” Radis menarik-narik lengan seragam Felix.
    Rox tersenyum melihat dua tingkah sahabatnya itu. Terutama tingkah Felix yang jarang dia lihat seperti sekarang, tingkah yang muncul hanya saat Felix bersama Radis.
    .--.​
    Radis memandang siluet Felix yang sedang berjalan menuju tempat parker bersama Rox dan Dante.
    “Nggak pulang?” tanya Alma sambil menepuk bahu Radis, ikut bersandar di tembok pembatas koridor di depan kelas mereka.
    “Hmm…”
    Alma menatapa Radis yang kurang bersemangat sebelum akhirnya mengikuti arah pandangan cewek itu. “Aahh…” seketika Alma langsung paham. “Tenang aja Dis,” Alma menepuk bahu Radis untuk yang kedua kalinya. “Orang bego susah mati.”
    “Heh,” Radis tersenyum geli.
    “Apa?” tanya Alma heran melihat perubahan ekspresi Radis yang tiba-tiba.
    “Nggak apa-apa.” Radis sekarang tertawa kecil. “Cuma… kamu orang kedua yang ngomong kayak gitu.”
    “Oh ya? Emang yang pertama siapa?”
    Radis masih tertawa. “Rox,”
    Alma mendadak terdiam saat Radis menyebut nama itu.
    Radis sampai heran Alma tidak menanggapinya lagi. Radis menoleh kea rah Alma dan bertanya, “Kenapa, Ma?”
    Cewek yang lebih muda dua tahun dari Radis itu menghela nafas cukup panjang. “Yeah, aku juga berharap cowok itu terlalu bego buat mati.” Ucapnya sambil menatap siluet tiga cowok tadi yang semakin menjauh.
    Radis merubah senyumnya menjadi senyum pengertian. “Ooh…”
    Alma berjengit heran. “Apanya yang ‘ooh’?”
    “Hahaha…” Radis nyengir. “Nggak apa-apa! Hehehe… udah, daripada kita bingung nungguin mereka mati apa enggak, mending ke Mal aja yuk Ma!”
    “Haaah?” Alma menampakkan muka tidak terima. “Siapa nunggu siapa?!”
    Radis memamerkan cengirannya lagi kali ini sambil menepuk-nepuk bahu Alma. “Udahlaaah… siapa aja boleh!” celetuk Radis dengan nada yang khas. “Hahaha…”
     
    Last edited: Feb 24, 2012
  8. whit3demons Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 6, 2010
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +183 / -0
    Ursa Minor (4)

    Dhruva


    Rox menyodorkan bungkus rokoknya ke Felix. “Rokok, Boss?”
    Felix cuma meringis sambil mendorong tangan Rox menjauh.
    “Bego!” Dante menjitak kepala Rox.
    “Oh iya, sorry Boss! Gue lupa! Si Panu itu lama sih!”
    “Danu!” ralat Dante.
    “Iya, itu maksudnya… nama kok kayak penyakit kulit!”
    Felix tertawa pendek sementara Dante menjitak kepala Rox lagi dengan gemas.
    “Kabur kali Boss!” celetuk Rox asal.
    “Mana mungkin,”
    “Kenal amat kayaknya,”
    Dante merasa kesal dengan mulut bawel Rox. “Lo ngomong sekali lagi, satu kata aja, nanti balik nggak utuh lagi lo!”
    “Aaw…” Rox mendekap dadanya sendiri. “Jangan dong, gue kan masih ting-ting!” candanya.
    “Roooox!!” Dante menggeram gemas dengan kedua tangan terangkat siap memiting Rox.
    Felix tertawa melihat tingkah dua kawan dekatnya itu tapi kemudian harus berhenti saat dia melihat tiga buah motor mendekat. “Heh!” Felix menendang betis Dante untuk menyuruhnya berhenti. Dia kemudian menunjuk ke arah jalan di depan mereka saat perhatian Dante dan Rox sudah sepenuhnya kembali.
    “Heheh… how lively…” celetuk seorang cowok saat dia baru saja menghentikan motornya tepat di depan motor Felix.
    “Butuh waktu berapa lama sih buat kesini?” sindir Rox.
    Danu, cowok pentolan Sriwijaya itu tersenyum sinis.
    “Kemarin itu, ulah lo, kan?” tanya Felix to the point.
    “Hei, calm down dude, kita baru sampai,” Danu masih memamerkan senyum sinisnya.
    “Kita enggak.” jawab Rox tidak sabar.
    Felix melirik kea rah Rox dengan tatapan tajam sebagai kode untuk tutup mulut. Rox otomatis langsung membungkam mulutnya.
    “Mendingan kita beresin langsung aja sekarang masalahnya! Gue nggak suka cara lo kemarin, mau lo apa?” Felix sekarang sudah turun dari motornya.
    “Hmm… apa ya?” Danu juga ikut turun dari motornyayang diikuti dua temannya.
    Rox dan Danu otomatis ikut stand by di belakang Felix.
    “Harusnya gue yang bingung, kenapa belakangan ini lo diem aja? Nggak pernah kelihatan batang hidungnya.”
    Felix masih teridam, membiarkna Danu menyelesaikan kalimatnya.
    “Man, lo udah nggak asik lagi kalau gini caranya.”
    “Lo pikir mancing kelompok gue pake cara kemarin itu bener? Lo sadar nggak sih di lobi kemarin cuma ada anak-anak cewek yang nggak ada urusannya sama kita!” sembur Felix.
    “Kenapa gue harus peduli yang begituan? Selama gue berhasil bawa lo keluar kayak sekarang, berarti gue berhasil,” Danu tersenyum puas.
    “Habis itu lo mau apa?”
    “Nggak apa-apa, gue kan kangen sama lo,” Danu tertawa pendek.
    Felix hanya mendengus, tingkah kekanak-kanakan Danu masih saja belum berubah. “Udah?”
    “Belum.”
    “Apalagi?!”
    “Lo nggak bakal apa-apain gue karena tingkah gue kemarin?”
    “Ha-ha.” Felix tertawa dengan melafalkan tiap suku katanya. “Jadi lo nglakuin itu semua biar bisa gue hukum?”
    “Maaan, lo beneran udah nggak asik,” Danu mengulang kalimatnya.
    Felix balik badan. “Ada juga lo yang nggak asik,” gumam Felix pelan, “Udah ah, cabut yuk! Ngapaij ngurusin cowok nggak punya tujuan hidup kayak dia,” kata Felix kepada dua kawannya.
    Dante segera mengikuti Felix menaiki motornya—sendiri, sementara Rox mengangguk-angguk setuju dengan antusias.
    “Jadi lo usah punya tujuan hidup? Itu yang mau lo coba kasih tahu gue?”
    “Hah?” Felix balik badan lagi. “Maaf deh kalo lo merasa begitu, tapi gue nggak bermaksud.” Felix memberikan senyuman yang jelas-jelas menunjukkan dia sedang berbohong.
    Danu mengatupkan rahangnya kuat-kuat.
    “Ayo Boss! Cabut aja! Gue laper nih!!” seru Rox yang sudah berada di atas motornya.
    Felix mengikuti Rox.
    “Paradisea Minor Polaris.” gumam Dani pelan nyaris berbisik.
    Tapi Felix bisa mendengar gumaman itu dengan jelas karena gerakan tubuhnya berhenti seketika.
    Begitu juga dengan Dante yang tidak bisa menyembunyikan ekspresi kagetnya. Rox malah sudah beribah pucat pasi, “P-princess…” gumamnya.
    “Oh, jadi bener…” Danu tersenyum sinis, muka percaya dirinya kembali.
    Felix masih mempertahankan posisinya membelakangi Danu.
    “Jadi itu yang bikin kamu belakangan nggak kelihatan? Cewek itu pasti melarang kamu kan? Aku jadi penasaran sama cewek itu…”
    Dante sudah turun lagi dari motornya untuk mencegah Felix, tapi terlambat, Felix sudah membuat gerakan terlebih dahulu. Cowok itu mencengkeram kerah seragam Danu dan menatap manik mata cowok itu dengan penuh ancaman. “Jangan pernah deketin dia, radius seratus meter sekalipun!!”
    Danu mengangkat tangannya pertanda menyuruh berhenti dua kawannya yang sudah mau menyerang Felix. “Hmm… apa jadinya ya kalo penghalang lo itu gue lenyapin…”
    Tatapan Felix semakin menajam dengan rahang yang sudah terkatup rapat, kepalan tangan kanannya sudah terangkat.
    Dua kawan Felix semakin merangsek maju, Dante dan Rox juga ikut semakin mendekat, mau melindungi Boss mereka juga.
    “Booss…” Rox ingin menenangkan Boss-nya. Dia tahu Radis jelas nggak akan suka kalo sampai ada perkelahian.
    “Polaris lo itu… gue penasaran sama dia.”
    Dante dan Rox memandang ngeri Danu saat cowok itu menyebut nama itu.
    Felix memandang Danu dengan tatapan ingin membunuh. Mendengar kata Polaris disebut oleh orang lain terutama oleh musuh bebuyutannya, membuat emosinya benar-benar memuncak sampai ubun-ubun.
    “Atau Oris? Itu kan cara lo panggil dia? Such a cute lovey dovey name for each other,”
    Felix sudah mati rasa karena rahangnya yang dia katupkan rapat-rapat sedari tadi untuk menahan emosi dan sebelum dia sendiri sadar, kupingnya berdenging karena menahan marah.
    “Lo tahu?” lagi-lagi Danu bergumam nyaris berbisik. “Semakin lo menahan diri untuk nggak nyerang gue, gue semakin penasaran sama Polaris lo itu.”
    “Jangan pernah sebut nama dia, mulut lo terlalu kotor!” bentak Felix marah.
    Danu menatap Felix tajam.
    “Jangan pernah sebut nama dia pake mulut kotor lo, jangan pernah sentuh dia seujung jaripun, bahkan jangan pernah berada di dekat dia…”
    Kali ini Felix bisa merasakan emosi Danu naik. “Semakin lo anggap dia berharga, gue pastiin gue bakal bikin dia terlibat. Kalaupun gue nggak bisa deketin dia, dia yang bakal merangkak deketin gue.”
    “Mau lo apa, Anjing?!” emosi Felix meledak.
    Bukk!
    Sebelum Felix sadar, tinjunya sudah melayang ke tulang pipi kiri Danu. Felix sudah muak. Dia sudah menahan emosinya sedari tadi. Kenyataan bahwa Danu mengetahui keberadaan Radis dan posisi cewek itu untuknya membuat Felix merutuki dirinya sendiri karena telah teledor dan menempatkan Radis dalam keadaan terancam. Felix yakin Danu akan melibatkan Radis. Dia pasti akan menggunakan Radis dalam taktiknya berikutnya.
    Danu bereaksi cepat, dia membalas Felix dengan meninju perut cowok itu tapi ternyata tangkisan Felix lebih cepat.
    “Sialaaan!”
    Bukk!
    Danu menyerang lagi, walaupun Felix berhasil mengelak untuk yang kedua kalinya.
    Seorang kawan Danu maju hendak membantu ketuanya itu tapi segera dihalangi Rox. “Lawan lo gue!!” serunya.
    Melihat muka menantang Rox, cowok itu akhirnya ikut emosi dan tak bisa dihindari, keduanya berduel.
    Dante yang mau membentengi Rox, gantian dihalangi oleh kawan Danu yang lain. Keduanya juga saling adu fisik.
     
  9. whit3demons Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 6, 2010
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +183 / -0
    ursa minor (5)

    Alma

    Alma bangun dengan enggan saat mendengar bel rumah berbunyi sekali. Cewek itu melirik jam dinding kamarnya. Pukul 23.43.
    Pasti Kak Felix.
    Alma keluar kamar dan melirik ke sebelah kamarnya sekilas sebelum melanjutkan langkah. Lampu kamar kakaknya masih menyala. Tapi berhubung orang di dalamnya tidak keluar karena bel yang berbunyi, Alma nyaris yakin kalau dia pasti sudah tertidur.
    Cewek itu membuka pintu rumahnya dan langsung mendapati kakaknya dengan wajah setengah lebam. “Wow,” komentarnya pendek, segera menepi untuk memberi jalan untuk Felix.
    “Papa Mama?” tanya Felix sambil masuk ke rumahnya.
    “Nggak pulang.” jawab Alma enggan.
    “Syukur deh,” cowok itu menghembuskan nafas, atau menghela nafas? Alma sendiri tidak yakin.
    “Kakak tiduran di ruang tengah dulu aja, kuambilin kompres,” kata Alma sambil menutup pintu.
    “Yeah, makasih…” kata Felix sambil menuruti Alma, berjalan menuju ruang tengah.
    Alma berjalan menuju pantry dengan tatapan khawatir ke arah kakaknya.
    Setelah memasukkan sejumlah es batu ke dalam kompres, Alma segera menuju ruang tengah dan mendapati kakaknya sedang berbaring sambil melamun memandangi langit-langit rumahnya.
    “Kok bisa sampe selarut ini?” tanya Alma sambil menyerahkan kompres pada kakaknya.
    “Aku kira Papa Mama ada di rumah, jadi aku ke kosan Rox dulu,” jawab Felix sambil mengompres tulang pipi kirinya. “Sebenarnya di sana juga udah dikompres,” gumam Felix sambil meringis kesakitan.
    “Rox sama Dante gimana?” Alma duduk di karpet samping sofa tempat Felix berbaring.
    “Mereka oke,” jawab Felix. “Nggak seburuk aku seenggaknya,” Felix meringis antara menahan sakit dan menenangkan adiknya itu.
    Alma menghembuskas nafas lega. Cewek itu memandangi kakaknya lagi. “Kak…”
    “Hmm…”
    “Kenapa sih Kakak nggak berhenti aja…”
    “Hah? Apa? Berhenti sekolah?” Felix masih saja bisa bercanda dalam kondisi seperti itu.
    Alma menyeringai gemas. “Hiiih… bukan… berhenti geng-gengan begini maksudnya…”
    “Oohh…” Felix pura-pura baru paham. “Kenapa?”
    “Umm…” Alma terlihat bingung memilih kata-kata. “Kata orang, berandal itu karena beberapa faktor… mungkin benar keluarga kita yang sering orang bilang broken home…” Alma menghentikan kalimatnya.
    Gerakan Felix pun mendadak terhenti saat mendengar Alma mengucapkan istilah itu.
    Alma sendiri sadar. Betapapun dia berusaha terbiasa dengan keadaan rumah –yang kalau nggak bisa disebut kacau— yang renggang, mendapati dirinya menyuarakan istilah itu tetap membuat perasaannya sakit dan sesak.
    “Mungkin karena itu juga Kakak cari jalan keluar dari masalah ini dengan masuk geng sekolah… tapi cara itu salah Kak…”
    “Aku tahu, aku belajar sosiologi juga waktu kelas X…”
    “Kaaak…” Alma menyuruh Felix serius dalam nadanya.
    “Aku serius, sumpah!” Felix menatap adik semata wayangnya itu.
    “Kalo Kakak tahu, terus kenapa Kakak masih ngelakuin ini?” tanya Alma.
    Felix terdiam, sepertinya tidak bisa menemukan jawaban dari pertanyaan itu.
    “Berhenti ya Kak… jangan terlibat kayak gini lagi… Alma nggak mau lihat Kakak pulang malam-malam babak belur kayak gini lagi… Alma khawatir…” kata Alma terus terang.
    Felix masih terdiam.
    “Kalaupun Kakak nggak bisa berhenti demi Mama Papa yang selalu sibuk sendiri… kalaupun Kakak nggak bisa berhenti demi Alma… kalaupun Kakak nggak bisa berhenti demi sahabat-sahabat Kakak… bahkan kalaupun Kakak nggak bisa berhenti demi diri Kakak sendiri untuk nggak babak belur begini… Alma yakin…” Alma menyentuh lengan kakaknya, “Kakak pasti bisa kan berhenti demi Radis?”
    Felix menatap Alma cukup lama sebelum dia menutupi sebagian wajahnya dengan lengan kanannya yang masih memegang kompres.
    Alma menghela nafas panjang, dia bangkit sambil meraih kompres di tangan Felix. “Radis ada di kamar Kakak, dia khawatir, makanya dia nungguin Kakak sampe sekarang tapi kayaknya dia ketiduran waktu lagi nungguin Kakak…”
    “S-serius?” Felix bangun dengan muka tidak percaya.
    “Coba aja liat,” kata Alma sambil melangkah menuju pantry lagi.
     
  10. whit3demons Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 6, 2010
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +183 / -0
    ursa minor (6)

    Polaris
    Radis merasakan seseorang mencubit pipinya, perlahan dia membuka mata.
    “Uumm…” Radis setengah menggeliat dari tidurnya di kasur empuk milik Felix.
    “Heey…”
    Mata Radis sontak terbuka saat mendengar suara itu. Di depannya, setengah berjongkok, ada Felix dengan mukanya yang lebam-lebam. “Dhruvaaa…” Radis langsung memeluk Felix. Walaupun dia tidak mau, tapi air mata mendadak menggenangi matanya.
    “Worry?” tanya Felix sambil balas memeluk Radis.
    Radis hanya mengangguk beberapa kali. “Kamu babak belur gitu…” Radis menyeka hidungnya yang tersumbat karena tangisannya.
    “Hey crybaby…”
    “Jangan berantem lagiiii…” kata Radis sambil sibuk menahan air matanya agar tidak semakin deras. “Aku takut tahu… kalau mereka main keroyokan gimana? Kamu babak belur harus dibawa ke rumah sakit? Tadi siang ada berita mahasiswa mati gara-gara dipukulin temen-temennya… terus kamu juga ditelepon nggak diangkat… SMS pending semua… kalo kamu mati kayak dia gimanaaa?” celetuk Radis panjang lebar.
    Felix tersenyum mendengar Radis dia melepas pelukannya agar dapat melihat wajah cewek itu. “Kan orang bego susah mati… harusnya kamu percaya dong…” Felix berusaha menghibur Radis.
    “Orang bego kan juga punya ajal…”
    Felix tertawa geli.
    “Kamu diapain aja? Nggak dipukulin pake kayu, kan?” tanya Radis khawatir.
    “Nggak lah, kita berantem pake tangan kosong kok.”
    “Kamu pasti sakit, ya? Sini…” Radis menggeser posisi duduknya agar Felix bisa berbaring di kasurnya. Untung kasur Felix double bed, jadi luas untuk mereka berdua.
    Felix menuruti Radis, setengah berbaring di samping cewek itu.
    Radis memandangi lebam di wajah Felix dengan sedih, di lengan Felix juga terlihat ada luka-luka memar. Radis menyentuh lengan itu hati-hati.
    “Hey… aku yang babak belur kok kayaknya kamu yang sakit sih?”
    “Sakit kan Dhruv?” tanya Radis dengan wajah mau menangis. “Berhenti ya Dhruv… jangan begini lagi…”
    Felix tercekat, padangannya kosong beberapa saat, dia kemudian tersenyum sambil menatap Radis dan mengusap-usap puncak kepala gadis itu. Senyum simpul yang tidak bisa Radis artikan maksudnya.
    .--.​
    Radis menopang dagunya di atas lengannya yang diletakkan di tepi jendela kamar Felix.
    “Dis,” panggil Alma dari ambang pintu kamar.
    “Ya?” sahut Radis sambil menoleh.
    “Kalo udah mau tidur, masuk kamar aja, ya… kayaknya aku mau tidur duluan…” kata Alma dengan ekspresi yang jelas-jelas menahan kantuk.
    “Okay…” jawab Radis sambil tersenyum simpul.
    Alma pergi ke kamarnya sendiri dengan tetap membiarkan pintu kamar abangnya terbuka.
    Radis sendiri kembali memerhatikan langit malam dari jendela kamar sambil duduk di kursi belajar Felix yang ia letakkan di belakang jendela.
    Beberapa menit kemudian, Felix keluar dari kamar mandi dalam kamarnya.
    Radis menoleh. “Aku bikinin coklat panas…” kata Radis sambil menunjuk mug di atas meja belajar Felix. “Tapi kayaknya udah agak dingin, kamu mandinya lama sih…”
    Felix hanya tersenyum kecil sambil mengambil mug itu kemudian mendekati Radis.
    “Hari ini nggak begitu cerah…”
    “Umm.. Hmmm…” Felix duduk di tepi jendela tanpa teralisnya sambil meminum coklat panasnya sedikit demi sedikit.
    Radis mengamati bintang yang terlihat satu persatu. “Kenapa selalu susah buat cari rasi bintang itu…” Radis menghela nafas panjang.
    Felix mengikuti arah pandangan Radis. “Ada baiknya juga…”
    Pandangan Radis beralih ke cowok itu.
    “Coba kalau ursa minor kelihatan dari sini, dari Jogja, setiap hari kamu pasti bakal teriak-teriak ajak aku lihat bintang… aaaarrghhh!!”
    Radis terbahak, setuju juga dengan Felix. “Hahahaha… iya ya… nanti kalo malem-malem aku tahu-tahu nongol di depan pintu, ‘Dhruvaaaaaa’ padahal kamu udah tidur…”
    Felix ikut tertawa.
    Radis termenung melihat tawa Felix, cukup lama dia memandangi cowok di sampingnya itu sebelum akhirnya dia meraih mug yang dipegang Felix. “Mau, ya?”
    Felix tidak bisa mencegah juga karena toh mug-nya sudah di tangan Radis.
    Radis meminum coklat panas buatannya sendiri banyak-banyak.
    “Heeeh! Jangan dihabisin!!” seru Felix panik saat Radis mengenggak coklat panasnya dengan cepat.
    “Nanti kubikinin lagi, haus…” celetuk Radis sambil membersihkan ujung-ujung mulutnya dengan jarinya kemudian nyengir tanpa rasa bersalah.
    Felix mengomel panjang lebar seperti, “Kalau haus kenapa nggak bikin sendiri?” atau, “Yaaah… abis deh coklat panasku…”
    Radis mengamati Felix lagi, kali ini dia fokus pada lebam di wajah cowok itu. “Pokoknya jangan berantem lagi ya…”
    Radis tahu, Felix pasti berpikir Radis sejak tadi berbicara tentang hal-hal yang tidak berkaitan satu dengan yang lain. Tapi Radis memang tidak bisa menahan diri untuk tidak menunjukkan perasaan khawatirnya pada sahabat sejak kecilnya itu.
    Felix hanya tersenyum simpul, dia mengusap-usap kepala Radis.
    “Artinya?”
    “Tidur sana, udah malem…” Felix memilih tidak menjawab tatapan bertanya Radis apa maksud dari sikapnya barusan.
    Radis terdiam cukup lama sambil menatap mata Felix. Menimbang-nimbang apa yang sebenarnya ada di dalam pikiran cowok itu. Dia nggak mau Felix begini terus, Radis tahu masalah keluarga Felix, dia tahu semua masalah-masalah Felix yang menyebabkan dia jadi berandal seperti sekarang. Dia tahu lebih dari orang lain tahu… maka dari itu dia juga nggak bisa tahan melihat keadaan Felix sekarang. Radis benar-benar ingin memeluk Felix sekarang.
    “Kalau ada alasan yang bisa bikin kamu berhenti… apa itu?”
    Lagi-lagi Felix hanya tersenyum simpul. Senyum yang sejak tadi tidak bisa Radis artikan.
    Radis masih menatap manik mata Felix untuk beberapa saat dan saat cowok itu tidak juga mengeluarkan suara, Radis menyerah. Dia akhirnya memilih bangkit. Sebelum keluar dari kamar Felix, dia menepuk bahu Felix pelan. “Kamu tahu kan? Kita itu satu, kapanpun kamu butuh aku, aku selalu ada... aku pastiin itu… makanya Dhruv… jangan pernah cari pelarian yang lebih salah dari ini…”
    .--.​
    Radis turun dari mobil Felix bersama dengan si empunya dan Alma.
    “Yakin?” tanya Radis ragu pada Felix.
    “Kenapa sih emang?” tanya Felix balik.
    “Pasti kamu bakal ditanya macem-macem tentang muka kamu sama guru BP deh,” kata Radis sambil ketiganya mulai berjalan menuju gedung mereka.
    “Yang babak belur aku kenapa yang ribet kamu sih?” tanya Felix heran.
    Radis manyun. “Aku kan cuma…”
    “Iya iya…” Felix mengacak-acak rambut Radis.
    “Apa?”
    “Nggak apa-apa,” jawab Felix sambil nyengir lebar nggak jelas.
    “Rox!” seru Alma tiba-tiba saat mereka hendak memasuki koridor kelas XII.
    Yang dipanggil menoleh, bahkan Dante yang ada di sampingnya juga ikut menoleh.
    Alma dan Radis sama-sama kaget saat melihat kondisi mereka berdua yang walaupun tidak separah Felix tapi tetap aja cukup membuat orang ngilu melihat lebam di wajah mereka.
    “Ya ampuuun, kalian parah banget siiih…” celetuk Alma.
    “Masa?” tanya Rox tidak percaya. “Tapi tetep ganteng kan?”
    “Hiiii…” Alma pura-pura bergidik.
    “Kalian ngapain sih? Katanya nggak akan ada acara berantem-berantem begini?” timpal Radis.
    “Kata siapa? Aku kan bilangnya nggak akan ada tawuran… kemarin kita satu lawan satu kan ya? Nggak tawuran?” Felix membela diri.
    Radis hanya memandang Felix kecut.
    “Nanti kalian digorok lho sama Bu Via,” Alma menyebut nama guru BP yang terkenal paling galak.
    “Dia maaah… udah kayak minum obat deh dengerin ocehannya… seminggu tiga kali,” sahut Dante. Semuanya tertawa, kecuali Radis dan Alma.
    Tiga cowok ini yang terlalu menganggap enteng masalah, arau Radis dan Alma yang sudah berlebihan?
     
  11. whit3demons Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 6, 2010
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +183 / -0
    Ursa minor (7)

    Dhruva
    “Lo tau kan kalo udah begini aku jadi nggak bisa mundur?” Felix menghela nafas panjang.
    Rox, di sampingnya, cuma bisa terdiam mendengar keluhan Boss-nya.
    “Kita bantu jagain Lix, Radis ataupun Alma. Tenang aja.” Kata Dante menenangkan. Cowok itu sengaja datang ke kelas Felix sebelum bel masuk untuk mendiskusikan masalah kemarin dengan anak-anak Sriwijaya, terutama si Danu.
    “Alma gue nggak khawatir Te.”
    “Hah? Maksud lo Lix?!” Rox menyahut dengan nada agak emosi. “Dia adik lo gimana lo nggak khawatir sama dia?”
    Felix tersenyum penuh arti pada Dante. “See? Gue nggak perlu khawatir tentang Alma, ada yang akan selalu jaga dia sekarang.” Felix menutup kalimatnya sambil melirik Rox.
    Mendadak cowok itu terdiam karena malu.
    Dante sendiri terbahak. “Iya ya kayaknya…”
    “Lo juga,” Felix menepuk bahu Dante. “Lo juga harus lindungin orang yang lo sayang…”
    “Hmm…” Dante dan Rox bergumam bersamaan sambil manggut-manggut.
    “Orang yang lo sayang ya…” kata Dante.
    “Bukan orang yang udah jadi sahabat lo selama tiga belas tahun…” timpal Rox masih sambil manggut-manggut sok tahu.
    Mendengar kalimat Rox, gantian Felix yang terdiam malu. Sedetik kemudian dia berusaha membela diri, “Bukan… itu gue cuma…”
    “Keceplosan?” serang Rox antusias. Senang sekali bisa menggoda Boss-nya kali ini.
    Tidak usah menjawab. Dante dan Rox sudah tahu jawaban Felix dari mukanya yang mendadak bersemu merah.
    “Arrrrgghh!!” seru Rox tiba-tiba.
    “Kenapa lo?” tanya Dante heran.
    “Si Boss, Te,” Rox mendekatkan kepalanya ke telinga Dante, “imut bangeeet…” bisik Rox.
    “Cumiiii! Gue denger!!” Felix meraih lengan seragam Rox dan memitingnya.
    “Ampun Boss, ampuuuun!!” kata Rox meminta ampun tapi bercampur dengan tawa geli.
    Dante sekali lagi, cuma ikut tertawa di depan keduanya.
    .--.​
    Istirahat pertama…
    “Rox! Feliiix!! Kalian dipanggil ke ruang BP!!” Ghania, anak kelas sebelah, XI IPA 2, berseru dari ambang pintu kelas.
    “Here we goo…” kata Rox malas.
    Felix mengerling ke ambang pintu lagi dan mendapati Radis ada di sana.
    “Aaaahh… si Boss…” Rox mulai menggoda Felix lagi.
    “Diem nggak lo! Nggak gue restuin sama Alma kalo lo keceplosan macem-macem.
    “Ampun Booss!! Ampuuun!!” Rox menangkupkan kedua telapak tangannya di depan wajahnya sambil menutup matanya.
    “See?”
    “No, I heard,” jawab Radis.
    Felix mendengus.
    “See you,” Radis pergi keluar kelas lagi.
    “Hah? Segitu doang? Tadi pagi princess hampir nangis cuma karena liat muka si Boss.” Rox belum kapok, “Sabar ya Boss…” cowok berambut jabrik itu menepuk-nepuk bahu Felix sok simpati.
    Felix menoleh dengan tatapan ingin membunuh.
    Rox buru-buru kabur dengan tawa berderai.
    .--.​
    Sesampainya Rox dan Felix di ruang BP, Dante sudah duduk di hadapan Bu Via di sofa yang ada di ruang BP.
    “Assalamu’alaikum Buuu…” sapa Rox santai lalu segera duduk di samping Dante tanpa perlu disuruh terlebih dahulu.
    Felix mengkuti.
    Bu Via terbengong-bengong dengan tingkah kedua muridnya. Walaupun sudah langganan melanggar peraturan, tapi tingkah mereka bertiga masih saja membuat beliau terkaget-kaget tidak percaya. “Siapa yang suruh masuk?? Siapa yang suruh duduk??”
    “Lah gimana sih Ibu ini, katanya saya dipanggil? Ngapain dipanggil kalo nggak boleh duduk sama masuk? Kalo emang nggak boleh, harusnya Ibu yang datang ke kelas kita…” kata Rox santai.
    Bu Via berusaha mengatur nafasnya untuk menahan emosi.
    “Sendirian aja Bu?” tanya Felix sambil memandang berkeliling ruang BP yang sepi itu.
    “Kenapa? Kamu berharap di sidang banyak orang?”
    “Saya sih kasian sama Ibu, Ibu sanggup menyidang kamu bertiga sendirian?” Felix balik bertanya.
    Bu Via mendengus.
    “Bisa Bu?” tanya Felix lagi.
    “Jadi muka kalian sebenarnya kenapa?” Bu Via malah mengalihkan topik.
    “Berantem.” Jawab Dante santai. “Saya sama Rox, terus Felix cuma mau melerai kami, tapi dia malah kita pukulin.”
    “Tapi sekarang kita udah baikan Bu…” Rox merangkul Felix dan Dante yang ada di kanan dan kirinya.
    “Udah ya Bu,” kata Dante sambil bangkit.
    “Iya Bu, tenang aja, Ibu bisa kasih kita poin sepuasnya, kita juga nggak akan ngulang perbuatan kami lagi, jadi ibu tenang aja, ya… kita udah hafal kok semua nasehat Ibu…” timpal Dante.
    Felix tidak menambahi kedua temannya tapi justru dia yang melangkah keluar duluan.
    Bu Via masih terbengong-bengong beberapa waktu dan saat dia tersadar ketiganya sudah jauh pergi. Akhirnya Bu Via hanya bisa mengelus-elus dadanya sambil beristighfar, “Astaghfirullahaladziim…”
    .--.​
    “Gimana?”
    Radis dan Alma ternyata sudah ada di kelas mereka waktu Rox dan Felix kembali.
    “Bereeees!!” Rox mengedipkan sebelah matanya.
    Alma langsung menjitak Rox. “Bego! Mana ada orang habis dihukum girang!”
    “Kita nggak dihukum kok, kita langsung pergi begitu sampe, hahahaha…”
    “Serius?” Alma melotot tidak percaya. “Wah, rusuh lo… cari masalah banget sama Bu Via…”
    Felix tidak menggubris Alma dan Rox, dia menarik Radis pergi dari sana.
    “Kemana?”
    “Kantin.”
    “Tapi bentar lagi…” Radis memutus kalimatnya. “Well, whatever…”
    Felix tersenyum geli melihat wajah bimbang Radis.
    “Kak Feliix!!”
    Langkah Felix dan Radis harus terhenti karena ada segerombol adik kelas yang menghadang mereka.
    “Kakak kenapaaaa?” tanya salah seorang diantara mereka yang berambut panjang.
    “Berantem,” Felix menjawab dengan kalem.
    “Sama siapa? Pasti anak Sriwijaya, ya?” timpal yang lain.
    “Ssstt… jangan bilang-bilang ya…” Felix menarik Radis lagi untuk pergi dari situ.
    “Kak Feliiix…” beberapa anak masih memanggil Felix, walaupun yang dipanggil sudah tidak menggubris mereka lagi. Nggak penting! Pikir Felix
    “Ouch!” pekik Radis saat melewati rombongan anak kelas itu, seseorang menabrak bahunya.
    Felix refleks menoleh ke arah rombongan tadi, anak yang menabrak Radis, sepertinya tidak sadar kalau dia menabrak Radis, mereka sudah melanjutkan langkah lagi. “Nggak apa-apa?”
    “Nggak apa-apa, udah biasa.” kata Radis sambil merengut.
    Alis Felix mengerut, udah biasa?
     
    Last edited: Apr 3, 2012
  12. girlstruct Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Dec 16, 2009
    Messages:
    143
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +2,699 / -0
    Wah kk ceritanya bagus :D cuma kayanya bisa di tambahin enter, biar bacanya lebih enak. Yang sekarang terlalu dempet2, agak pusing bacanya ><
     
  13. whit3demons Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 6, 2010
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +183 / -0
    Ursa minor (8)

    Polaris
    Radis baru saja akan duduk di salah satu meja kantin saat lima cewek kelas XII menyerobotnya.
    “Sori, kita di sini duluan,” kata salah seorang diantara mereka yang Radis kenal sebagai ketua ekskul cheerleaders yang harusnya tahun ini sudah lengser.
    Radis sudah mau protes tapi jongos-jongos cewek itu sudah melotot ke arahnya. Bukannya tidak berani, tapi Radis sedang malas cari masalah. Akhirnya Radis memilih mengalah dan mencari tempat lain.
    “Kenapa?”
    Baru akan balik badan, Felix sudah ada di sampingnya dengan nampan berisi siomay pesanannya, bakso punya Felix dan dua botol teh untuk mereka.
    “Kok pindah?” tanya Felix lagi.
    “Felix cari tempat duduk, yaaa? Di sini aja bareng kitaa…” cewek ketua cheerleaders itu menyunggingkan senyum ramah yang palsu.
    Radis menatapnya tidak percaya. Barusan aja tadi dia jutek banget sama aku tapi giliran sama Felix? Dasar ular berkepala duaaa!! Radis membatin jengkel.
    “Umm…” Felix melirik tempat duduk yang hanya bisa ditambah satu orang lagi. “Nggak usah deh, gue cari bangku lain aja. Ayo Ris,” Felix berjalan menjauh.
    Radis mengikuti Felix. “Dasar nenek lampir,” bisik Radis pelan.
    “Hah?” tanya Felix heran.
    “Nggak apa-apa.” Radis mengibaskan tangannya. “Nggak penting.”
    “Kamu kenapa sih? Lagi bad mood ya kayaknya?” Felix bertanya sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling kantin. “Nah itu yang di deket jendela kosong…” katanya sambil berjalan ke arah bangku yang di maksud.
    “Nggak juga.” jawab Radis. “Hari ini banyak orang sirik aja.”
    “Sirik?”
    “Iya, sirik…”
    “Sirik apa?”
    “Sirik tanda tak mampu,” jawab Radis nggak nyambung.
    Felix tertawa pendek. “Apa sih?”
    Radis tidak menjawab lagi, dia hanya mendengus.
    Keduanya langsung duduk di bangku kantin yang kosong tadi sebelum diserobot orang lain lagi.
    Belum lima menit Radis dan Felix menikmati makanan mereka, tiba-tiba seseorang duduk begitu saja di samping Felix.
    “Ya ampun Feliiiiiix! Kamu kenaaapaaa?”
    Mendengar nada bicaranya saja, tanpa mendongak, Radis tahu siapa yang baru saja datang.
    “Kamu kok babak belur gini siiiiih? Aduuuh kasian banget muka ganteng kamu…” katanya dengan nada dimanja-manjakan sok imut.
    Niatnya sih biar imut, tapi jadinya malah kayak tikus kejepit gitu… batin Radis sebal.
    Radis mendongak dan tidak lagi terkejut saat mendapati Helena, ketua geng centil kelas XI ada di samping Felix sambil merangkul lengan cowok itu.
    Wajah Felix terlihat risih. Tampak beberapa kali cowok itu berusaha melepaskan diri dari Helena.
    Radis menggeleng-gelengkan kepala sambil berdecak tidak percaya. Melihat tingkah Helena membuat selera makanya turun.
    “Heh! Jangan-jangan gara-gara lo ya, si Felix jadi kayak gini?” tuduh Cissa.
    Radis melongo. “Hah? Kamu pikir dong… aku mana ada tenaga buat bikin dia babak belur kayak gitu?” elak Radis. Radis jadi heran sendiri, kenapa dia mau repot-repot menanggapi celetukan Helena yang asal.
    “Felix, kamu mau kuanter ke UKS?” Helena kembali berpaling ke arah Felix.
    “Nggak usah. Mendingan kamu aja deh yang ke UKS.” sahut Felix
    “Kenapa? Aku nggak apa-apa kok.”
    “Oh ya udah, pergi aja deh pokoknya sana, liat kamu lama-lama bikin lebam-lebamku tambah nyut-nyutan tahu, apalagi kamu suka teriak-teriak nggak jelas gitu.”
    “Oh, ya udah, aku diam.” Helena memasang senyum sok manisnya dan langsung duduk tenang.
    “Muka lo, muka lo buang aja deh,” tambah Felix cablak dengan muka menahan rasa jijik.
    Radis tertawa geli demi melihatnya.
    Helena terlihat tersinggung. “Felix, kok kamu gitu siiiih! aku kan khawatir sama kamu!!”
    “Maaf, nggak butuh.” Felix kembali sibuk dengan makanannya yang belum habis.
    Bukannya menanggapi Felix, Helena justru melampiaskan kekesalannya pada Radis. “Dasar cewek ganjen!! Sok deket sama Feliiix!!” serunya sebelum melangkah pergi dari kantin.
    Radis mengernyitkan dahi bingung. “Itu Helena ngomongin dirinya sendiri ke aku, ya?”
    “Hahahaha… iya kayaknya! Aww!” Felix terbahak yang sedetik kemudian dia harus meringis kesakitan.
    Gantian Radis yang terbahak.
     
  14. darkromeo Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Sep 24, 2010
    Messages:
    65
    Trophy Points:
    21
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +11 / -0
    Ceritanya bikin ga sabar nunggu lanjutannya . . .
    jadi penasaran sama jalan cerita selanjutnya . . .
     
  15. whit3demons Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 6, 2010
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +183 / -0
    waduh, makasih sarannya... mulai besok ku spasi deh... hehehe :DD

    makasih dukungannya, jadi semangat update lagi >_<
     
  16. whit3demons Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 6, 2010
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +183 / -0
    ursa minor (9)

    Dhruva
    “Mau kemana?” tanya Felix saat melihat Radis sudah menggendong tasnya dan bersiap pergi padahal bel pulang sekolah baru saja berdering dua menit yang lalu.

    Felix sendiri sudah ada di kelas Radis sekarang karena kelasnya kosong waktu jam terakhir.

    “Oh, aku ada ekskul.”

    Alis Felix berkerut sebentar. “Yang mana?”

    Radis tertawa pendek, dia memang ikut beberapa ekskul. “Fotografi, kenapa?”

    “Nggak apa-apa.”

    “Langsung pulang ya, jangan kemana-mana.” Radis menepuk-nepuk kepala Felix yang lebih tinggi darinya seperti sedang memberikan nasehat kepada seorang adik.

    Felix refleks balik badan. “Heeehh!!” dia mau protes karena diperlakukan seperti anak kecil, tapi terlambat, Radis sudah menghilang dari kelas. Dari dalam Felix masih bisa mendengar Radis tertawa jahil diantara langkah terburu-burunya.

    “Ayo pulang.”

    Felix terlonjak kaget sedikit saat Alma menepuk bahunya.

    “Apa? Nggak sadar kalo aku di sini? Kebiasaan nih, asyik sendiri…” Alma merengut.

    “Hahaha…” tawa Felix sambil merangkul adiknya itu. “Maaf deh…”

    “Ayo pulang.” Alma mengajak abangnya untuk kedua kalinya.

    “Kamu pulang sama Rox aja, ya… aku mau ke base camp sebentar.”

    “Ngapain lagi sih?!” tanya Alma sebal. “Nggak udah-udah deh!!”

    “Bukaaan! Yang ini masalah keselamatan bersama…”

    “Halah cuih…”

    Felix menjitak kepala Alma. “Kalo nggak percaya, kamu boleh deh ikut ke base camp… mau?” tawar Felix.

    “Iiihh… ogah, mending aku naik bus deh kalo gitu!”

    “Nggak usah gitu deh, padahal kan kamu paling pelit kalo disuruh ngeluarin uang buat naik kendaraan umum…”

    Alma manyun.

    “Tunggu di sini, palingan lima menit lagi Rox udah ke sini…” kata Felix sambil beranjak pergi.

    “Kakak mau kemana?”

    “Ke base camp, kan tadi udah bilang…”

    “Ngapain sih?”

    Felix tersenyum simpul. “Siaga satu.” jawabnya tanpa penjelasan lebih lanjut karena Felix sudah terlanjur ke luar kelas.
    .--.​
     
  17. whit3demons Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Nov 6, 2010
    Messages:
    137
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +183 / -0
    ursa minor (10)

    Polaris
    Radis melihat jam tangannya sekilas.

    17.15.

    Ekskul fotografinya baru saja selesai dan sekarang dia di gerbang utama sekolah, menunggu jemputan supir keluarganya.

    Hmm… lebih sore daripada yang kukira.

    Tuk tuk.

    Seseorang mengetuk bahunya dari belakang. Radis menoleh, “Oh, Adit?”

    “Halo,” Adit nyengir, memamerkan kawat gigi tanpa braketnya, “Baru pulang ekskul?”

    “Iya nih.” Radis menjawab Adit sambil mengeluarkan handphone dari saku rok seragamnya.

    “Baru mau minta jemput?”

    “Iya…” jawab Radis sambil sibuk sendiri dengan handphone di tangannya. “Soalnya tadi aku nggak tahu bakal selesai jam berapa, makanya aku baru minta jemput waktu ekskulku udah benar-benar selesai aja…”

    “Umm…” Adit tampak menimbang-nimbang sebentar. “Kuanter pulang aja gimana?”

    “Hah?” Radis melepas pandangan dari handphone-nya dan ganti menatap Adit. Sedikit surprise dengan tawaran Adit. “Tumben.”

    Adit tertawa kecil. “Haha… nggak tumben kali, tapi nggak ada kesempatan…”

    “Wow.” Radis tersenyum kecil. “Jangan ngomong gitu ah, nanti aku bisa salah paham kamu suka sama aku.”

    Adit terdiam sebentar. “Ayo kuanter aja.” ajaknya lagi.

    “Aku tunggu supirku aja.” tolak Radis sambil kembali sibuk dengan handphone-nya lagi.

    “Kan lama kalo nunggu, kamu baru mau suruh supirmu jemput sekarang, kan?”

    “Iya… nggak apa-apa.” Radis menempelkan handphone ke telinganya.

    “Sekarang udah sore lho…” Adit masih berusaha membujuk cewek yang sekarang memilih duduk di bangku taman sekolah.

    Radis hanya menanggapi Adit dengan senyuman sebelum berbicara pada orang di telepon. “Halo? Pak, jemput sekarang ya… saya tunggu di gerbang depan.”

    Setelah mengucapkan satu kalimat singkat itu, Radis langsung menutup telepon. Sebelum memasukkan handphone ke saku rok seragamnya lagi, Radis mengetik sebuah pesan singkat untuk seseorang terlebih dahulu.

    Baru plg ekskul nih… kamu udh plg, kan?

    “Pasti buat Felix.”

    “He-em.” Radis menoleh sekilas ke arah Radis dengan senyum antusias.

    Adit akhirnya duduk di samping Radis. “Felix itu…”

    “Hmm?” sahut Radis masih sama antusiasnya dengan sebelumnya, mendengar nama Felix disebut memang selalu membuat Radis bersemangat.

    What do you think about him?”

    “Eeeh…” Radis tampak tidak siap ditanya seperti itu. “Uumm…” sedetik kemudian wajah Radis terlihat bingung harus menjawab apa.

    Adit tertawa melihat muka bingung Radis. Sebenarnya tanpa dijawab pun dia tahu bagaimana perasaan Radis. “Aku iri sama kalian…”

    Muka Radis terlihat semakin bingung. “Hah? Eh… siapa?”

    Adit nyengir lagi, membuat kawatnya kembali terlihat. “Kamu… sama si Boss…”

    “Emang kenapa?”

    “Kamu pasti sebenarnya udah sadar, kan? Kalian bukan anak kecil lagi kayak dulu? Kalian bisa terus bareng-bareng selama tiga belas tahun, bilang kalo ini semua cuma karena persahabatan… kayaknya bohong banget deh.” Adit menutup kalimatnya dengan senyum penuh arti. Dia menatap Radis lamat-lamat dan saat melihat raut tidak paham di wajah cewek itu, Adit menepuk-nepuk bahu Radis.

    “Nggak apa-apa, nggak apa-apa kalau kamu belum paham. Lama-lama juga sadar.” kata Adit kemudian.

    “Huh?” Radis malah semakin bingung. Cewek itu benar-benar bingung dengan apa yang Adit bicarakan daritadi, Radis membuat muka maksudnya-apa-sih-?

    Cowok itu tidak sempat menggubris Radis lebih lanjut, tiba-tiba perhatiannya tertuju pada seorang pengendara motor Satria hitam di seberang sekolah. Pengendara motor itu memang memakai helm full-face dan memakai jaket kulit hitam sehingga hanya celana seragam abu-abunya saja yang kelihatan sehingga susah dikenali identitas pengendara itu, tapi Adit kenal dengan motor Satria itu sebagai motor milik Danu.

    Instruksi dari Felix tadi sepulang sekolah semakin membuat Danu waspada. Tapi dia beranggapan belum terlalu berbahaya sampai harus membawa Radis masuk ke dalam sekolah. Nanti salah-salah Radis malah curiga ada yang ganjil.

    Sejak kapan? Batin Adit dalam hati.

    “Adit.” Radis yang menepuk-nepuk bahu Adit membuat cowok itu kembali ke Radis.

    “Ya?”

    “Kayaknya kamu kenal Dhruva, ya?”

    “Hah? Ya iyalah aku kenal dia! Dia kan mr. Bossy yang paling galak!” Adit tergelak sesaat.

    Radis ikut tertawa kecil. “Kok nggak nyambung sih.” Kata Radis. “Umm… maksud aku kamu kenal Dhruva di sisi-sisi yang aku nggak pernah tahu tentang dia…” Radis tersenyum hambar. “Kamu tahu? Walaupun aku udah kenal sama dia selama tiga belas tahun ternyata bukan berarti aku kenal Dhruva sepenuhnya… ada waktu di mana aku merasa aku nggak kenal lagi Dhruva dan merasa jauuuh banget dari dia, kalau udah kayak gitu, aku nggak tahu harus gimana…”

    “Ya nggak harus ngapa-ngapain.” jawab Adit enteng. “Lagian juga nggak pernah ada yang bilang kalo semakin lama kamu kenal seseorang dijamin kamu akan tahu orang itu sepenuhnya. Manusia itu dinamis Dis, jadi kamu nggak akan pernah ada di satu titik di mana kamu bisa mengenal dia seluruhnya. Orang itu sendiri aja nggak bisa bener-bener paham dirinya seluruhnya… hati manusia itu… nggak abadi.” pandangan Adit menerawang.

    “Ooh…” Radis menatapa Adit dengan tatapan terpana dan mengangguk-angguk tolol.

    Adit tersenyum geli. “Nggak usah ngeliatin aku kayak gitu juga dong… kayak aku habis mindahin liberty buat gantiin tugu.”

    “Hoo… tapi, tapi… kamu, maksud aku, omongan kamu tadi keren banget tahu.” Radis memberikan tatapan meyakinkan pada Adit.

    Adit tertawa kecil. “Aku jadi paham.” kata Adit tiba-tiba. “Kenapa Felix selalu begitu tiap kali ngomogin kamu.”

    “Huh? Emang Felix sering ngomongin aku?” tanya Radis penasaran.

    “Hahaha…” Adit tertawa. “Kok malah itu yang ditanyain sih? Hahaha… tapi terserah deh, yang jelas Felix emang sering ngomongin kamu sih… hampir tiap waktu malah.”

    Radis mengerutkan dagunya semakin penasaran. “Apa—” Radis ingin bertanya lebih lanjut tapi sebuah sedan hitam yang berhenti di sampingnya membuat perhatian Radis beralih. “Pak Budi kok cepet amat?” tanya cewek itu saat jendela mobil sedan itu turun dan memperlihatkan pengemudi yang tak lain adalah supir Radis.

    Pak Budi terkekeh. “Hehe… iya Non, tadi sebenarnya saya udah nunggu Non di Indomaret deket sini.”

    “Aduuh… maaf ya Pak.” Radis memasang wajah tidak enak, kemudian dia menoleh ke Adit lagi. “Dit, aku pulang dulu, ya... makasih udah temenin aku, besok-besok ngobrol lagi ya.” pamit cewek berambut tanggung itu sambil masuk ke dalam mobil.
    Adit tersenyum lebar untuk membalas Radis.

    Mobil Radis memutar dulu agar keluar dari gerbang sekolah sebelum akhirnya hilang di tikungan.

    Adit masih berdiri di tempatnya beberapa saat sambil memandang pengemudi Satria hitam yang masih ada di seberang sekolah.

    Bahkan tanpa melepaskan helm, Adit tahu cowok diseberang itu sedang mengajaknya beradu pandang. Tidak lama memang, karena semenit kemudian cowok itu memilih pergi dari tempatnya.

    Adit menghela nafas. Danu ternyata serius tentang masalah ini. Felix harus segera tahu.

    .--.​

    Radis terdiam sambil melihat jalanan lewat jendela di sisi kirinya sampai hanphone-nya tiba-tiba bergetar sebagai tanda ada SMS masuk.

    Dari Felix.

    Udah, kamu dijemput, kan?

    Radis langsung mengetik SMS balasan.

    Iya, tadi ditemenin adit jg sampe djmpt

    Dia temenin kamu smpe msk mbl kan?

    Radis tercenung sebentar membaca SMS Felix, kenapa kesannya

    Cewek itu menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. Nggak, nggak mungkin… pasti gue yang ke-geer-an! Nggak mungkin kan…

    …nggak mungkin kan kalo Felix yang suruh Adit temenin aku? Atau malah Felix juga yang nyuruh Adit nganterin dia pulang?
    “Nggak mungkin, nggak mungkin.” Radis tanpa sadar menggeleng-gelengkan kepalanya lagi. Felix kan nggak punya alasan buat jagain aku segitunya. Dia nggak ada urusan buat ngelakuin hal kayak gitu. Kayak ada orang yang bakal teror gue aja. It’s really impossible. Pasti gue yang ke-geer-an. ulangnya dalam hati.
    .--.​
     
  18. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    whoah. diamond in the rough.. aku suka ceritanya.. slice of life yang sebenernya aku sedang cari2.. :peace:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.