1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

SongFic Drone #216 [John Lennon - Imagine] :: [SE2012-C]

Discussion in 'Fiction' started by NodiX, Jan 16, 2012.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    Download Link: Imagine - John Lennon
    Imagine - John Lennon VIDEO
    [video=youtube;XLgYAHHkPFs]http://www.youtube.com/watch?v=XLgYAHHkPFs[/video]​

    Sebuah sosok berjalan tertatih dan terseok-seok. Melewati hamparan tanah kering nan kecoklatan. Angin menghempas, membawa partikel-partikel kecil debu bersamanya. Tak sedikit gambaran retakan tanah di sepanjang perjalanan. Tanaman yang dipandang tidaklah sedap, bewarna hijau dan penuh dengan duri. Satu-dua tanaman berdaun, namun kondisinya sangat mengenaskan, menunggu ajal tanpa air yang menemani. Coklat dan layu.

    Sosok itu berbibir kering, serta dekil kotoran di wajahnya mendandakan betapa gembel dirinya. Peluh keringat merayap turun di keningnya, juga di dagu dan lehernya. Rasa haus dan lapar menggerogotinya—terutama haus. Haus sekali. Kerongkongannya sekering ladang yang ia susuri. Ia seorang pemuda yang tangguh—setidaknya untuk ukurannya yang mampu bertahan di hamparan tanah kering kerontang itu. Tubuhnya kuat dan ramping, tatapannya mantap, berhidung mancung dan berwajah tampan. Rambutnya tak terlalu mengikuti tren jaman, tersisir rapi menyamping. Namun kini semua kegagahannya tak nampak, karena yang terlihat hanyalah wajah seorang yang hampir menemui ajalnya, lesu.

    Ia mengenakan seragam mekanik biru, ada sebuah tulisan di dada kanannya, ‘Rulof’. Telah basah menyatu dengan keringatnya sendiri. Juga penuh dengan noda-noda oli dan debu, menempel dan bersatu membentuk sebuah noda yang jauh lebih tak sedap dipandang.

    Berjam-jam ia berjalan, menuju arah tak pasti. Matahari serasa tak bergerak turun. Tetap bertengger di atas kepalanya. Ia tak tahu mana arah barat, utara ataupun selatan. Timur sekalipun. Bayangannya tepat di bawahnya, tak nampak menyamping. Debu-debu mengambang kemudian tertiup angin ketika ia hampir tak sanggup berjalan, menderap langkah kakinya dengan lemah, kaku dan pelan.

    Matanya mulai berkabut, kabur. Kakinya mulai bergetar ketika tenaganya tak sanggup menopang berat tubuhnya. Dan, bruk. Lututnya bergetar dan langsung menekuk tepat sebelum tubuhnya menghantam tanah berdebu. Debu-debu berterbangan dan mengambang sesaat di udara ketika tubuhnya menghempas tanah. Ia merintih, dengan lirih. Sebuah shotgun terhempas dari genggamannya, shotgun yang dua jam lalu ia temukan di kamp bandit yang anggotanya telah tewas termakan hewan gurun ganas tempo hari. Ia kini bersenjata, namun tak beramunisi. Nampak berbahaya, namun tak menggigit.

    Matanya terpejam, walau dalam benak ia melolong tak ingin mati di tempat.

    Ia terbangun ketika ia mendapati tengah dipapah oleh seseorang. Awalnya matanya berkunang-kunang. Makin lama makin jelas pengelihatannya dan sempat ia mendapati sosok pria gemuk setengah baya berkumis lebat dengan ujung lancip dan bertopikan topi koboi tengah memapahnya. Ia menyadari pria gemuk itu tengah membawakan shotgunnya secara sukarela.

    “Si—Siapa kau?!” tanyanya itu panik.

    “Aku? Namaku Bob. Dan kau?”

    “Aku—aku tak tahu...” jawabnya parau.

    “Rulof?” tebak Bob tak yakin.

    “Huh?”

    “Namamu Rulof, kan?”

    “Entahlah, aku lupa siapa aku. Aku hanya ingat aku terbangun di gurun sialan ini dan berjalan entah kemana,” ujar Rulof. “Darimana kau tahu?”

    “Namamu—lihatlah,” Bob menunjuk tulisan di dada kanan Rulof.

    Rulof mengangguk kecil. Sudah paham sedikit identitasnya—walaupun ia sedikit terkejut ketika mendapati sepercik identitasnya hampir tak lebih jauh dari dadanya. Lebih baik begitu, daripada identitasnya mengambang dan benaknya terus dirajam dengan pertanyaan—“siapa aku?”

    Dari kejauhan Rulof yang digandeng Bob melihat deretan bangunan. Tua dan lemah. Terkesan dibangun mendadak dengan bahan seperlunya. Serpihan papan kayu setengah lapuk, besi berkarat dan seng-seng tua bekas digunakan menyandang tiang, dinding dan atap.

    “Kita hampir sampai,” ujar Bob seraya terengah-engah menggopoh tubuh Rulof.

    Rulof terus memandangi rumah-rumah itu. Seperti sebuah tempat persembunyian yang aman dari cengkraman makhluk-makhluk buas di dalam rimba, rasa lega membuat tubuhnya ngilu ketika melihat rumah-rumah itu. “Mengapa kau menolongku?” tanyanya mendadak. Sedikit terasa tak sopan dan terkesan sangat tidak berterima kasih dari nadanya.

    Angin berdebu menyapa dengan kasar, menggemakan suara bising yang menemani telinga sesaat. Terpaksa Bob menunda kata-kata meluncur dari mulutnya sesaat.

    “Mengapa? Tentu karena aku harus!” seru Bob seraya tersenyum ringan, ia memandangi wajah Rulof. “Kau mungkin tak tahu betapa berharganya ‘harga’ sebuah jiwa jaman ini, sobat. Tapi populasi adalah satu-satunya hal terpenting dalam kelangsungan hidup manusia. Jika kita tidak ingin punah—maka tolonglah orang asing yang terdampar di gurun walaupun mereka sederajat dengan kecoak. Mengerti?”

    Rulof mengagguk. Namun masih ada pertanyaan dalam benaknya tentang kata-kata Bob. “Mengapa? Apa manusia sudah diazab?”

    Bob tertegun sesaat seraya terus berjalan dan memapah tubuh Rulof. Ia menyeringai ramah, “bisa dikatakan begitu. Dan manusia lampau terus berusaha untuk menghentikannya, mengirim seseorang tak berguna melewati dimensi waktu untuk mencari tahu penyebab kerusakan ini. Lihatlah—kau salah satunya!” Bob menunjuk kalung berlabel yang tengah dikenakan Rulof. “Kalung ini membuktikannya, kau salah satu yang diutus. Coba lihat—oh ya—kau yang ke 216!”

    Rulof mengelus kalungnya. Ia tak ingat ia mengenakan kalung yang seperti itu. “Aku yang ke 216?” gumamnya parau. Suaranya lemah, menandangkan dirinya tak sanggup untuk mengerahkan tenaganya yang tersisa.

    “Ya, sudah banyak yang sepertimu datang. Terdampar di tengah gurun. Sebagian mati, sebagian berhasil hidup. Sebagian sampai kota, sebagian dilahap hewan gurun—Clawfear. Sebagian gagal, sebagian mengklaim dirinya berhasil menyelesaikan misinya. Namun, semua dari mereka berkata omong kosong! Tak ada satupun yang mengetahui penyebab kerusakan ini, setidaknya sampai sekarang. Lihatlah; tanah kering, radiasi nuklir mengotori pasokan air, manusia mutan dimana-mana—jangan khawatir, mereka bernaung di ruang bawah tanah seperti bunker, stasiun bawah tanah dan sebagainya. Tak ada satupun dari mereka yang betah tinggal di luar, entah mengapa.”

    “Waw, aku tak tahu seberapa rusaknya bumi ini. Tugas yang mulia, bukan?”

    Tawa Bob meledak. Kemudian mulai melepas kata ketika ia selesai. “Mulia? Mungkin. Tapi kebanyakan mereka yang diutus adalah orang-orang tolol, psikopat, pecundang, dan sebagian tak berguna. Membual, kebanyakan, itulah yang membuat bumi ini antah berantah!” balas Bob sembari melanjutkan tawanya lagi.

    Rulof cemberut seketika. Kecewa akan jawaban dari Bob. Tak terasa mereka hampir mencapai beranda sebuah bar kecil. Terdengar sebuah lagu mendayu penuh penghayatan, terngiang dengan volume yang agak besar dan parau distorsi dari sebuah CD player—Imagine, John Lennon.

    “Matikan lagu itu, dasar kakek tolol!” umpat Bob kepada seorang kakek berjubah compang-camping yang duduk disebuah kursi di beranda bar. Rupanya ialah sang empunya CD player buntut itu, melolong dengan agak menyedihkan—kuno.

    Kakek tua itu tak merespon. Tetap kosisten pada pandangan kosongnya yang ditunjukkan pada gurun kering nan luas di depannya. Sedang Bob malah menyeringai dan menggeram, sama seperti hari-hari biasanya. Kakek itu tetap acuh kepadanya dan terus mendengarkan lagunya yang mendayu.

    Bob kemudian melanjutkan langkahnya masuk ke bar bersamaan dengan Rulof. Sejenak Rulof memandangi kakek tua itu seraya melangkah masuk melewati beranda. Kakek tua itu membalas pandangan Rulof, walau agak ragu dan malu-malu. Tapi ada sebuah ikatan, entah apa, yang membuat benak Rulof menggigil. Merasakan ada sesuatu yang ingin di sampaikan oleh kakek tua itu. Namun entah mengapa kakek tua itu kembali memandang gurun, seketika membuat hati Rulof hancur dan kecewa. Suara lantunan lagu masih terdengar dari dalam bar.

    Ada seorang wanita jangkung setengah baya yang menjaga bar itu, menjadi seorang bartender wanita. Ia langsung tergopoh-gopoh menggapai Rulof ketika Bob menyenderkannya di sebuah kursi, seraya membawa segelas air putih jernih dan bersih, nampak menyegarkan.

    Rulof langsung meneguk gelas air yang disodorkan kepadanya. Rasa lega merambat dari mulutnya, menuruni kerongkongan dan membasahi perut. Terasa segar. Terasa hidup kembali.

    “Apakah kau memiliki segelas lagi?” pinta Rulof parau nampak tak puas hanya segelas air yang ia dapatkan. Kerongkongannya masih kering.

    “Maaf nak, hanya itu yang kami punya,” sesal wanita itu. “Kami sedang krisis air bersih belakangan ini, sumber air sedang bermasalah,” imbuhnya.

    Rulof mengangguk mengerti penderitaan wanita itu, serta suaminya—mungkin.

    “Oh ya, nak. Ngomong-ngomong namaku Risa,” wanita setengah baya itu memperkenalkan diri dengan ramah dan bersahabat. “Siapa namamu?”

    “Rulof,” ujar Rulof seraya bangkit lunglai dan memamerkan jabat tangannya pada wanita itu.

    Wanita itu kikuk ketika disambar jabat tangan oleh Rulof. Sejenak ia tak tahu harus berbuat apa, namun nalarnya memberikan sedikit petunjuk untuk membalas jabat tangan itu. Ia menyeringai ramah dan tersenyum palsu untuk menyelubungi rasa canggungnya. Sepertinya jabat tangan merupakan adat yang terlupakan dan sudah hilang dari peradaban kala itu.

    “Oh ya, siapa kakek yang di depan itu?” tanya Rulof ramah, terkesan dari nadanya ia mendesak dan sedikit memaksa agar segera di jawab.

    “Oh, namanya Bryan. Ia adalah ayahku,” jawab Risa. “Ia buta dan bisu, jadi jangan ganggu dia,” imbuhnya.

    “Ya, itulah yang menyebabkan orang tua itu tak berguna!” sambar Bob yang tengah memeriksa suplai minuman keras di bar.

    Lelaki tua bertopi koboi itu langsung dipelototi Risa, yang tampak dari tingkah mereka adalah istrinya. Bob langsung bungkam seketika. Risa berjalan menghampiri bar dan Rulof masih duduk lemah di kursinya.

    Lagu Imagine langsung berhenti di latar. “Benarkah?” air muka Rulof menandakan rasa tak percaya. “Aku berani bersumpah ia membalas pandanganku tadi.”

    “Itu mungkin ia mengira dirimu adalah Legate. Tapi kenyataannya kau adalah seorang Drone, bukankah begitu?” balas Risa sembari mengelap bar.

    Terdengar lagu Imagine ala John Lennon kembali mengumandang. Kembali Rulof disuguhkan oleh lagu yang amat menyejukkan hatinya, sangat. Itulah yang membuatnya ia begitu antusias kepada kakek itu.

    “Legate? Drone?” Rulof mengangkat sebelah alisnya menandakan kata-kata itu baru di kamusnya.

    “Legate adalah jendral Romawi kuno, digunakan oleh Melany untuk mengungkapkan istilah ilmuan dari masa lampau yang hendak mengambil Toxin—istilah yang digunakan untuk penyebab terjadinya kekacauan ini. Sedangkan Drone, mereka yang diutus untuk mencari Toxin, dan kurasa kau adalah salah satunya,” ujar Risa ketika mendapati kalung yang dikenakan oleh Rulof.

    “Ya, aku senang Melany ada di kubu Blackhorn,” gumam Bob disela tegukkan brandy-nya.

    “Blackhorn?”

    “Nama kota ini, bodoh!” Bob menyeringai kasar, sekali lagi mendapat pelototan Risa dan membuatnya bungkam.

    “Aku ingin bertanya,” ucap Rulof. “Apa kelebihan Melany sampai-sampai kau gembira ia berada di kubumu?”

    “Sebaiknya kau tanyai Timmy,” usul Bob. “Ia lebih tahu sejarah Blackhorn daripada aku, dan ia akan kembali sesaat lagi dari sumber air—kau tahu? Aku hanya tahu Melany itu wanita yang hebat!”

    Rulof hanya mengiayakan. Kemudian Bob menaruh shotgun jarahan Rulof di meja tempatnya bernaung, lalu pergi lewat pintu belakang. Risa masih di bar, mengelap beberapa gelas dengan teliti.

    Rulof tertegun, mendengarkan lagu Imagine yang mendayu merdu. Sungguh bersarang di benaknya, memikat pada pertemuan pertama. Ia merasa dirinya bersih, tanpa cacat sedikitpun setiap kali mendengarkan lagu itu. Ia kemudian bangkit—terasa sakit baginya ketika tubuh lesunya dipaksa berdiri walau masih lemah, berjalan gontai keluar dan berdiri tepat di sebelah kakek tua itu.

    Ia menyimak lagu itu sembari menyenderkan tubuhnya yang belum pulih betul pada ambang pintu. Sejuk rasanya, walau udara sepanas apapun. Lagu itu benar-benar meluluhkannya, sampai ke tulang-tulang. Tak ada yang bisa menggambarkan perasaannya kala itu. Benar-benar terbebas dari segala masalah, ringan dan segera melayang.

    “Lagu yang sangat bagus, kek,” ujar Rulof ramah.

    Kakek itu menengadah untuk memandangi wajahnya, kemudian mengembalikan pandangan butanya. Beberapa saat kemudian ia menawari CD player usangnya kepada Rulof, namun cepat ia menolaknya dengan lembut.

    “Oh tidak, tidak usah kek,” tolak Rulof sembari menggeleng lemah. “Benda itu akan sangat cocok denganmu. Kau tahu, orang tua buta sepertimu perlu hiburan yang konstan untuk merasa tenang,” ucap Rulof seramah dan sebaik mungkin.

    Namun tetap saja kakek tua itu tersinggung. Seramah apapun Rulof, tetap saja kakek tua itu menyeringai lemah.

    “Tidak ada yang salah dengan tua,” Rulof mengambil pencegahan cepat. “Tua tak berarti lemah. Malah semakin tua kita semakin bijak—seperti kata orang-orang. Dan lagi, kita manusia tak bisa menghindari masa tua, benarkan?”

    Kakek tua itu melunak, mengangguk lemah. Rulof merasa lega, seraya samar mendesah panjang.

    Nampak sebuah sosok dari kejauhan tengah berlari kecil ke arah bar itu. Fatamorgana, sepertinya. Pemandangan terasa terbakar ketika suhu kala itu sangatlah tinggi. Namun cepat Rulof menyadari sosok itu nyata, dan cepat pula sosok itu membesar, menandakan ia semakin dekat.

    “Whoa, whoa sobat,” ujar sosok itu. Bertopi dan berpakaian halayak sang koboi. “Aku tak tahu ada orang asing di sini,” lanjutnya.

    “Rulof,” ucap Rulof singkat memperkenalkan diri, ia tak mau percakapan basa-basi mengusik lagu Imagine yang tengah ia dengar.

    “Timmy,” balas sosok itu.

    “Kau tahu tentang Melany?” tanya Rulof, masih menyenderkan tubuh lemahnya di ambang pintu.

    Kakek tua itu langsung menyeringai lemah dan mendesis bisu. Tangan keringnya bergetar lemah. Timmy mendekati Rulof seraya berbisik padanya, “jangan di dekatnya. Masuk saja, nanti kuceritakan semuanya,” perintah Timmy seraya mengajak Rulof masuk bar.

    Mereka masuk ke bar, Timmy sedikit menuntun langkah Rulof yang gontai.

    “Timmy, kau sudah pulang rupanya,” sambut Risa.

    “Ya kak. Rupanya masalah sumber air kita adalah New Emperor. Mereka mengklaim sumber air kita dan meminta sebuah pertukaran.”

    “Dan apa yang jawabanmu?”

    “Tentu saja aku bilang iya,” seru Timmy. “Kau tak ingin berurusan dengan New Emperor, bukan?”

    Risa mendesah, “semoga mereka tak mengambil sesuatu yang berharga.”

    Timmy memandangi Rulof. “Duduklah,” perintahnya sembari menunjuk salah satu kursi.

    Rulof duduk, begitu juga dengan Timmy.

    “Mengapa kau bertanya soal Melany?” tanya Timmy mengambil start.

    “Karena Bob merasa senang jika ia berada di sini,” jawab Rulof gamblang.

    “Sepertinya kau benar,” balas Timmy. “Ia adalah wanita pintar dan kuat. Dia drone, sama sepertimu, kau tahu? Ia adalah Drone pertama, ia menamai dirinya Drone #1. Ia juga adalah seorang ilmuwan, begitulah dengan Drone yang lain pada awalnya.”

    “Pada awalnya?” Rulof mengangkat sebelah alisnya.

    “Ya,” jawab Timmy. “Pada awalnya, Drone begitu terhormat dan sangatlah pintar. Lambat laun, Drone yang datang merupakan orang buangan. Kebanyakan napi yang hendak dieksekusi mati, lalu otaknya dicuci—kau salah satunya.”

    Rulof sama sekali tak tersinggung dikatakan orang buangan, sebab ia tak mengetahui masa lampaunya--sama sekali. Wajahnya awas penuh antusias.

    “Kuduga penyebab mereka mengirim orang buangan karena mereka lelah tak mendapat jawaban para Drone. Dan sama sekali tak ada Legate yang datang,” ujar Timmy. “Melany terkenal karena ia adalah salah satu ilmuan yang mengirim dirinya sendiri menjadi Drone, sekaligus ia adalah Legate. Dan menurut rumor, ia berhasil menemukan Toxin, namun meninggal karena kanker sebelum ia sempat menghubungi para Legate yang lainnya.”

    “Jadi, maksudmu Toxinnya mati bersamaan dengan kematian Melany?”

    “Tidak juga,” ujar Timmy. “Satu-satunya orang yang mengetahui Toxin selain Melany adalah Bryan--ayahku. Ia adalah satu-satunya orang yang paling dipercaya Melany, karena sesungguhnya mereka dahulu adalah sepasang kekasih. Walaupun ibuku mau menikahinya karena merasa iba, tapi sebenarnya ia masih mencintai Melany, sampai sekarang. Tak berkurang sedikitpun.”

    “Darimana kau tahu ia masih setia?”

    Lagu Imagine selesai, namun kembali mengumandang lagi.

    “Kalau tidak dia tidak akan menjadi buta dan bisu,” jawab Timmy cepat. “Ia menengadah ke matahari setiap saat, seraya melolong kepadanya sekuat tenaga, juga setiap saat. Begitulah yang diinstruksikan oleh Melany sebelum ia meninggal. Semata-mata hanya untuk memanggil Legate, namun ia tahu, manusia selain Drone tak akan pernah bisa memanggil Legate. Jika kau tanya aku, Bryan adalah orang yang paling acuh yang pernah hidup. Ia tak akan rela membahagiakan orang lain bahkan jika diminta digarukkan punggung saja. Namun Melany datang dan mengubah jalan hidupnya, begitulah yang dikatakan ibuku.”

    “Lalu bagaimana aku bisa menggali informasi darinya?”

    “Kau tak akan pernah bisa. Percayalah. Ia bisu dan buta. Dan lagi ia tak pernah mempercayai orang lain—apalagi orang asing.”

    "Tahukah kau mengapa ia terus mendengar lagu itu—tidakkah ia pernah mengganti dengan lagu yang lain?"

    Timmy mengangkat bahunya. "Aku tak pernah mendengar lagu selain lagu itu. Sudah puluhan tahun ia duduk di situ dan mendengarkan lagu itu. Mungkin karena itu adalah lagu kesukaan Melany, dan ibuku pernah berkata bahwa mereka terus memandang matahari sambil mendengar lagu itu ketika mereka masih muda."

    Rulof mengangguk puas. “Lalu apa saja yang harus kuketahui tentang masa kini? Ada nasihat?” tanya Rulof.

    “Jika kau bergabung pada satu kubu, jangan pernah berkunjung atau berurusan dengan kubu lain, kecuali memang diperlukan dan menguntungkan kedua belah pihak. Biasanya jika kami berpapasan, turunkan senjata sebagai tanda damai, maka kedua belah pihak berhak untuk lewat dan berhak untuk tak diusik. Namun jika kau tidak melakukannya, maka kubu lain akan menganggapmu bosan hidup.”

    “Ada lagi?”

    “Ya. Jangan terlalu boros makan dan minum, makanan dan air bersih sungguh langka di sini. Juga pilih-pilih makanan dan minuman sebelum mengonsumsinya, jika kau menelan terlalu banyak radiasi, kau akan berakhir sebagai manusia mutan. Jangan—benar-benar jangan pernah berkeliaran jauh-jauh tanpa bersenjata apalagi sendirian, juga jangan pernah sekali-kali masuk ke dalam ruang bawah tanah, makhluk mutan liar akan memburumu.”

    “Sepertinya tak terlalu susah,” Rulof menyimpulkan.

    “Tidak semudah itu,” sangkal Timmy. “Hidup di sini susah, terutama tentang konsumsi dan masalah sosialisasi. Amunisi seperti senjata ini (menunjuk shotgun Rulof di salah satu meja), sangatlah susah di cari. Juga, setiap kubu sangatlah terpecah, dan mereka sangat haus dengan kekuatan. Jika ada saja Drone atau penjelajah asing yang tersasar di dalam gurun, maka mereka akan segera merekrutmu—seperti apa yang dilakukan Bob padamu,” terangnya. “Dan mereka akan terus memandang bulu. Yang kuat akan bertahan hidup, dan yang lemah—seperti kami—akan terlindas,” tambahnya.

    Rulof hanya mengangguk kecil, tanda mengerti. Ketika Timmy berkata 'kubu yang lemah', ekspresinya berubah muram. Rulof mengerti, ketika ia berkata hal itu, ia merujuk kubunya yang merasa telah terlindas oleh kubu yang lebih besar, seperti New Emperor yang telah mengklaim sumber air mereka dan meminta pertukaran jika ingin sumber air mereka kembali--sungguh tak adil.

    Timmy mendesah. “Sepertinya ini adalah kutukan,” gumamnya. “Perpecahan ini, kutukan nenek moyang yang membuat kami kubu kecil terus saja menderita.”

    Rulof hanya tertegun mendengar gumaman Timmy, seraya menunjukkan wajah yang tak begitu peduli, walaupun ia sangat peduli. Tiba-tiba Bob muncul di ambang pintu. Wajahnya menyeringai gusar.

    “Mengapa New Emperor ada di sini?” tanya Bob gusar dengan nada tinggi.

    “Pasti mereka akan memulai pertukarannya,” jawab Timmy seraya bangkit. Risa mendekati adiknya.

    “Pertukaran apa?” gusar Bob.

    “Sumber air kita, mereka mengklaimnya,” jawab Timmy sigap.

    “Sialan!” umpat Bob. “Apa yang akan kita berikan? Kita tak punya apa-apa?”

    “Entahlah,” Timmy mengangkat bahunya.

    “Bagaimana dengan darah baru, ia belum secara resmi masuk ke kubu kita,” usul Risa.

    Bob dan Timmy langsung memandangi si darah baru—Rulof. Kemudian memandangi Risa dan kembali ke Rulof beberapa saat kemudian.

    “Apakah kau bersedia, nak?” tanya Bob penuh harap.

    Rulof hanya mengangguk kecil. Mungkin anggukannya adalah bentuk balas budinya kepada Bob dan yang lainnya.

    “Ayo kita lakukan,” ucap Timmy penuh percaya diri. Kemudian mereka berempat keluar dari bar. Lagi-lagi lagu Imagine usai, dan kembali terulang untuk kesekian kalinya.

    Ada tiga sosok pria ramping berpakaian layaknya prajurit Romawi di jaman kuno. Mereka adalah New Emperor, dan mengklaim Romawi adalah kebudayaan mereka dan hendak membangun kembali dari awal.

    “Apa yang kalian tawarkan demi sumber air?” tanya salah satu dari New Emperor.

    “Darah baru—ia adalah seorang Drone,” balas Bob kasar.

    Ketiga sosok itu memandangi Rulof sesaat, menelaah dari ujung rambut ke ujung kaki. “Kami sudah memiliki banyak Drone, ia tak berguna bagi kami!”

    Bob dan Tom tersentak, namun tidak dengan Risa dan Rulof. Risa, lebih terkesan gusar, menyeringai ganas.

    “Kami menginginkan itu,” ujar salah seorang New Emperor sembari menunjuk ke CD player usang milik Bryan, si kakek tua.

    Timmy dan Risa tak bergeming. Mereka mematung dan jelas tak merelakan benda kesayangan ayah mereka. Namun Bob berpendapat lain; “ambil saja,” ujarnya.

    Rulof memandangi salah satu sosok yang hendak mengambil CD player tua itu. Namun, Bryan yang menyadarinya langsung menyeringai dan mengamuk gusar. Ia mencengkram tangan New Emperor yang hendak mengambil CD playernya, namun New Emperor itu mencoba untuk melepaskan cengkraman Bryan dan alhasil menghantam rahang bawah kakek tua itu.

    “Hei, jangan ganggu dia!” gusar Rulof seraya menyiapkan bogemnya, namun dihadang oleh Bob. Tubuhnya yang lemah tak mampu menerobos brikade pria gemuk itu.

    Bryan terjatuh, dan New Emperor itu berjalan menjauh bersama CD player yang masih mengumandangkan lagu Imagine. Bryan yang tengah dilanda kekalapan bangkit lalu menerjang New Emperor itu. Matanya yang buta serasa berfungsi kembali, ia tahu persis letak New Emperor itu.

    Rulof makin gusar dan makin memberontak dalam kunci Bob—semata-mata mencegahnya untuk berbuat bodoh dan melawan New Emperor—ketika melihat Bryan di hantam untuk kedua kalinya, terhuyung-huyung lalu ambruk. Rulof tak tega ketika melihat kakek itu, diseret layaknya sudah mati dan diguling-gulingkan ke tanah. Kemudian New Emperor yang menyeretnya mengeluarkan senjata apinya—shotgun, dan mengarahkan moncongnya tepat ke kepala Bryan. Detik berikutnya, suara letusan shotgun terdengar bersamaan dengan:

    Timmy dan Risa tak berani melihatnya, melempar pandangan mereka ke arah gurun kosong. Sedang Bob dan Rulof, dengan jelas melihatnya. Melihat kepala Bryan meletus ketika peluru shotgun meledakkannya. Rulof terguncang, sungguh tak adil! Kakek tua itu hanya mempertahankan sebuah CD player tua. Haruskah nyawanya yang mengalayang karena tak merelakan sebuah benda yang sama sekali tak berharga?

    “Ini benda rongsokan kalian,” salah satu New Emperor dengan angkuh dan congkaknya melempar CD player yang mengumandangkan lagu Imagine dari awal kembali. “Kami sudah tak butuh, cuih!”

    “Sumber airnya?” tanya Bob.

    “Ambil saja,” New Emperor itu menyeringai, lalu mereka pergi.

    Rulof meratapi mayat Bryan, ditemani lagu Imagine ala John Lennon, semakin membuat hatinya miris.

    “Tak apa, kami akan mengurus mayatnya,” ujar Bob seraya memandangi mayat Bryan tanpa kepala dan telah dibanjiri cairan merah pekat. “Ambil saja benda itu, ia jadi milikmu sekarang.”

    ***

    Rulof membantu sedikit pemakaman Bryan. Menggali kuburannya bersama Bob, sedang Timmy dan Risa merasa enggan untuk menatap mayat itu. Terlalu menjijikan dan tragis, menurut mereka. Mati dengan cara brutal, dengan kepala meletus. Membuat mereka yang melihatnya tak bisa tertidur lelap.

    Rulof segera sadar akan sesuatu ketika hanya Ia dan Bob yang menggali kuburan. Sedang Timmy dan Risa terdiam di bar. Ia sadar, kota Blackhorn, hanya berpopulasi empat orang sebelum ia datang; hanya Bob, Timmy, Risa dan Bryan. Tak ada orang lain di sana—beberapa bangunan kosong tak ditempati. Sungguh miris jika dibayangkan lebih jauh, bertahan hidup dalam ganasnya gurun dengan kekuatan dua orang pria.

    Bob mengucapkan sepatah dua patah kata terima kasih kepada Rulof, kemudian menawarinya untuk masuk ke kubu Blackhorn. Rulof mengiayakan, dan secara resmi ia menjadi bagian dari Blackhorn hari itu.

    Sejak saat itu Rulof tak banyak berbicara. Tak sering bertanya-tanya lagi. Ia lebih memilih duduk di kursi Bryan, sembari mendengarkan lagu Imagine. Berulang-ulang, sepanjang siang dan sore. Juga malam, matanya tak menutup hingga larut malam. Baru setelah Risa membujuknya untuk mematikan lagu itu—sama seperti yang ia lakukan pada Bryan, baru Rulof mau tidur.

    Hari demi hari berlalu. Rulof tak pernah meninggalkan kursinya, terus menikmati lagu karya John Lennon. Lama kelamaan, orang-orang mulai menduganya gila. Ia terus memandang kosong ke arah matahari. Persis seperti yang dialami oleh Bryan. Perlahan bayang-bayang Bryan mulai tumbuh di bawah pergelangan kakinya, menemani di setiap detik ia menunggu.

    Minggu demi minggu berlalu. Juga tahun demi tahun. Rulof telah menjadi buta karena terus menatap matahari. Dirinya kurus ceking sebab susah makan dan selalu dimarahi oleh Risa. Namun ia tak memperduikannya, sebab ia tengah menunggu sesuatu. Namun dirinya makin lama makin lemah, sempat ia khawatir apakah usianya yang pendek cukup untuk menanti.

    Sudah empat tahun berlalu, namun kondisi fisiknya menyedihkan. Kurus ceking dan kerempeng. Tidak kuat seperti dahulu lagi. Orang-orang mulai beradu argumen tentang Drone asing itu. Ada yang mengatakannya gila—seperti Bryan, ada yang mengatakannya putus asa, dan ada juga yang optimis kepadanya.

    Terdengar samar derapan langkah kaki mendekat.

    “Kau mencariku?” tanya sebuah suara berat dan dalam yang sumbernya tak jauh dari letak Rulof. Lagu Imagine masih mengumandang jelas dan indah. Sebab ia juga merawat benda kesayangan Bryan dengan betul, tak ingin benda itu rusak walau terus dimainkan.

    Rulof mencari-cari arah suaranya. Dia menengadah menebak-nebak. “Kau Legate?”

    “Ya. Dan kau?”

    “Aku Drone #216. Aku memanggilmu karena telah menemukan Toxin.”

    “Benarkah? Mana? Mana?” tanya Legate itu penasaran.

    Rulof memberikan Legate itu CD player usang Bryan. Bukannya senang Legate itu malah gusar.

    “Benda ini?! Benda ini juga banyak di masaku!” Legate itu menyeringai gusar dan murka.

    “Ya. Benda itu,” jawab Rulof.

    “Lalu yang mana Toxinnya?”

    “Just Imagine...”
    Imagine there's no heaven
    It's easy if you try
    No hell below us
    Above us only sky
    Imagine all the people living for today

    Imagine there's no countries
    It isn't hard to do
    Nothing to kill or die for
    And no religion too
    Imagine all the people
    Living life in peace...

    You may say I'm a dreamer
    But I'm not the only one
    I hope someday you'll join us
    And the world will be as one

    Imagine no possessions
    I wonder if you can
    No need for greed or hunger
    A brotherhood of man
    Imagine all the people
    Sharing all the world...

    You may say I'm a dreamer
    But I'm not the only one
    I hope someday you'll join us
    And the world will live as one
    ========================================================

    Revisi, pengeditan dll
    Thanks to temen" yang udah komen, terutama kk Giande yang udah nyinggung Rulof langsung seger pas ditolong Bob,
    udah saya edit supaya kesannya dia masih lemes...
    :swt:

    Semua chapter dijadiin satu, surame
    :suram:

    Perdamaian
    Perdamaian
    Perdamaian
    Perdamaian

    Banyak yang cinta damai

    Tapi perang semakin ramai...

    Lanjutan - Drone #256
     
    • Thanks Thanks x 5
    • Like Like x 2
    Last edited: Feb 12, 2012
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. Giande M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Sep 20, 2009
    Messages:
    983
    Trophy Points:
    106
    Ratings:
    +1,228 / -0
    dari smuanya yang gw suka adalah punch line di akhir cerita :top:

    ok masuk sesi pertanyaan
    kenapa ke masa depan ?

    bukannya kalau mencegah perang dll paling enak ke masa lalu :???:

    * akhir cerita kenapa si rulof cuman diam menunggu :???:

    mengenai isi cerita
    * dari sekarat tiba2 jadi sehat pas ditolong bob :???: ya mungkin ga sehat bener tapi tiba2 ada tenaga lagi apalagi pas ketemu risa dll padahal seblon e dah semaput :hehe:

    * IMHO :maaf: sangat aneh orang mengirim tahanan yang dicuci otak untuk mencari jawaban , ini konyol . Lain halnya kalau untuk percobaan. Tentunya kalau orang mau mengetahui jawaban pasti mengirim orang yang punya potensi dan kemampuan bukan tahanan mati ( seperti yang diduga )

    * Konflik tiba - tiba dan selesai tiba - tiba terlalu mudahnya melepas sumber air

    sesi terakhir
    lagu imagine sama ceritanya bener2 klop. :top:
    apalaagi pas digunakan dalam punch line akhir cerita :top:
     
  4. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    he he thx udah mampir kk
    ni saya jawab pertanyaan kk

    ni saya bold kata-kata penting yang di prologue
    jawabannya adalah kekacauannya ada di masa depan, bukan di masa lalu atau sekarang
    lagian ni orang dikirim buat cari akar permasalahan yang ada di masa depan, bukannya mencegah perangnya
    nah tu ilmuan and kawan" yang ngirim drone" tu ntar yang cegah perangnya (yg ada di masa sekarang, yang tenang dan damai)

    Mungkin kk bacanya sebelum saya revisi ya, soalnya tadi siang sehabis pulang sekolah sempet saya nambahin dialog yang blom sempet disisipi pas saya buat thread

    Melany kan legate sekaligus drone (ilmuan yang ngirim dirinya sendiri), dia kasih tau Toxinnya ke Bryan (satu-satunya orang yang dia percaya) dan Melany mengintruksi (bahasa halusnya nyuruh) Bryan buat menengadah ke matahari sama melolong (sebenernya gak perlu, tapi karena saya kasih kesan dia rindu sama Melany jadi dia melolong terus"an ke arah matahari, sampe dia bisu).

    pas Timmy ngomong gini baru Rulof sadar, (karena ia sudah meresapi makna dari lagu Imagine sebelumnya, gak seperti Bob, TImmy sma Risa yang ngira Bryan tuh kakek yang cuman demen denger lagu doank) Bryan dulu pernah manggil Legate bersama-sama dengan Melany yaitu dengan cara memandang ke matahari, tanpa perlu melolong. Tapi karena Melany mati sebelum Legatenya dateng (mati karena kanker, lupa saya taruh dimana tuh), Bryan gak pernah bisa manggil Legate karena dia bukan Drone

    Nah, Rulof yang sadar (gak saya deskripsiin kalo dia sadar, ntar gampang nebak akhirnya lagi, kan gak enak akhirnya) ngikutin cara Bryan sambil ngeliat terus ke matahari, sambil dengerin lagu Imagine yang pesannya merupakan Toxin atau akar permasalahan kekacauan yang ada di masa depan.

    terlalu rumit T_T
    pokoknya intinya dia bukan cuman nunggu
    tapi manggil Legate dengan cara memandangi matahari (nanya kenapa mandangin matahari lagi? Ya... saya maunya gitu)

    IMHO juga,

    Rulof kan laper sama haus (saya mentitik beratkan kata haus, kalo gk percaya cek lagi, semaput karena kehausan), terus di kasih minum sama Risa pas baru masuk ke bar, taulah apa jadinya, perkasa lagi euy...

    Coba kk cek lagi, Rulof Drone yang ke berapa? yang ke 216 kan?
    Pada awal-awal memang Drone tu pinter", malah Drone pertama ilmuan yang ngirim dirinya sendiri
    Kalo ilmuan semua yang dikirim sebanyak 215, yang neliti kanker siapa? yang neliti gempa siapa? yang neliti luar angkasa siapa?
    lagian kan udah saya jabarkan, ilmuan masa sekarang belum dapet jawabannya, dan gak dapet",
    jadi menurut ane, lebih efisien ngirim orang buangan (masyarakat selain tahanan mana mau ada yang dibuang") terus di cuci otaknya, dan berhubung status Drone udah jelas sama penduduk sono, gak susah nyadarin kalo apa misi yang mereka jalanin
    lagian, kan udah dibilang Timmy; jangan pernah jalan sendirian. Kalo bisa dikendaliin, tu ilmuan pasti udah ngirim tentara satu kamp sekaligus, tapi ini gak bisa dikendaliin dan diprediksi, alhasil ngirim satu-satu. Kalo ngirim orang" pinter terus sapa tau dimakan sama Clawfear (hewan gurun yang ganas...) kan sia-sia. Terlalu besar tarohannya, hasilnya belum pasti dapet.

    buat konfliknya yang terlalu cepet, saya juga sadar kak, (kan tu orang nego, apa ada orang nego yang lama-lama?)
    tapi mau bagaimana lagi, tu kan New Emperor kubu yang kuat, kalo di lawan adu tembak ntar malah tu kubu marah lagi, kan konfliknya malah merambat perang sama New Emperor, yang otomatis buat cerita tambah panjang (yang saya rasa tidak diperlukan)
    terus kalo gak ditambah konfliknya ada user lain yang nanyanya gini...
    "Loh, tu orangnya New Emperor di bantai abis kok si New Emperor diem" aja?"

    alesan lainnya sumber airnya dilepas terlalu gampang, tu kan udah jelas Blackhorn yang punya
    tapi New Emperor ngasal klaim aja,
    ini saya ibaratkan bahwa kubu kuat ngelindes kubu yang lemah, tapi dalam artian masih dalam batas yang gak menyulut peperangan
    makanya New Emperor gak ngotot tu sama sumber air

    BTW kan konflik utamakan udah ada dari prolog, Rulof dikirim buat nyari Toxin
    Terus selese di akhir" pas Legate dateng ambil Toxinnya
    (apa saya yang salah ngartiin konflik, beh, harus byk belajar lagi nih)

    sekian
    :maaf::maaf::maaf::maaf:
     
    Last edited: Jan 16, 2012
  5. Giande M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Sep 20, 2009
    Messages:
    983
    Trophy Points:
    106
    Ratings:
    +1,228 / -0
    IMHO
    :maaf:

    lha ya itu, sangat aneh lom tau ada perang dah ngirim orang walaupun hanya bayang2

    ok kalau tau ada kemungkinan "masa depan" perang kalau bgitu urus perbaikan masa sekarangnya donk

    Kalau mereka bisa memperkirakan masa depan perang harusnya mereka juga tau apa penyebang perangnya.

    masa mereka tau hasil masa depan tanpa mengetahui proses terjadinya hasil itu. Ilmuwan kan selalu memprediksi dengan berbagai data seperti hal e global warming ( contohnya ).

    mereka tau kalau masa depan kemungkinan bakal begini terus? yang harus mereka lakukan? ya perbaiki masa sekarang agar tidak terjadi. Ngapain ke masa depan untuk mencari penyebab dan penyelesaian?

    tetep poin ini menurutku aneh well yaaaa mungkin ga penting sih tapi tetep mengganggu

    kenapa orang harus kemasa depan untuk mencegah perang yang AKAN TERJADI. Walaupun kondisi kamu bilang

    present damai , tapi kalau mereka TAHU masa depan akan perang tentu mereka ada tanda2 pencetusnya

    :maaf:

    IMHO cerita ini bakal lebih solid kalau menyampingkan tentang time traveler sih well itu hanya pendapatku dari sisi pembaca. Setiap penulis pasti punya alasan tersendiri dalam menulis cerita, dan kratifitas itu tidak boleh dikekang :elegan:

    anyway tetep :top: untuk punch line e aku paling demen :top:


    masalah ngiirim orang : berpotensi , berkemampuan bukan dalam arti pinter doank sih, banyak hal lain bisa aja ngirim e rambo :haha: kenapa ga berpikir demikian? kalau bisa ngrim ratusan orang, gampang aja mereka ngirim ke tempat2 berbeda, dalam waktu berdekatan ga perlu di gurun :hehe:

    ------

    benere sih ada lah poin cerita penting dalam penjelajahan waktu yaitu paradoks

    tapi berhubung ini cerita ga membahas itu hanya menceritakan sisi lain ( konflik y ang lain )
     
    Last edited: Jan 16, 2012
  6. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    okelah, kk ambilnya konflik yang terjadi cuman peperangan
    tapi di prologue (prolog ato sinopsis tuh?), saya menyebutkan lebih dari 1 masalah

    IMHO, sebagai penulis
    gak semua masalah bisa diketahui penyebabnya

    maksud saya buat ceritanya gini
    ilmuan udah tau bakal ada perang
    tapi gak bisa ngelacak darimana awalnya, mungkin aja taunya lewat mesin waktu yang belum sempurna atau apalah, jadi gak bisa dikendaliin settingan waktunya, misal udah mentok 20 tahun kemudian gk bisa diubah"

    kalo ngirim orang maksud saya tahanan yang dieksekusi mati kan gak semuanya bener" gak berguna
    pasti mereka ada keahlian seperti pembunuh psikopat, pengebom, terorist dan semacemnya (dicuci otak, hilang memori sama keperibadiannya, tapi naluri masih ada, IMHO)
    kalo model" gitu pastilah mereka bisa mempertahankan diri lebih baik daripada ilmuan yang dikirim pada awalnya
    karena (ini pemikiran saya sebelum nulis ceritanya) gak ada jawaban yang dateng dari drone" dikira semua tewas ditempat pas dikirim pake mesin waktu, karena gak punya kemampuan bertahan hidup

    masalah di settingan di gurun saya ambil settingnya di Fallout kk, tu kan radiasi + makhluk mutan + perang + gurun semua
    :peace::peace::peace::peace:
     
  7. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    wew, padahal saya sempat berpikir untuk menggunakan lagu "Imagine" ini untuk lomba songfic, tapi tau2nya uda ada yang make... hehehe ya sudahlah :nikmat:

    btw saya masih ga ngerti gan apa hubungannya CD lagu Imagine ama Toxinnya... :???:

    trus klo soal cerita, saya sependapat sama Giande. Banyak bgt yg membuatku bingung, yang klo ga dijelaskan sama author secara rinci saya ga bakalan ngerti. :hihi:

    klo misalnya di masa lalu uda diciptakan mesin waktu, daripada ngirim orang ke masa depan, kenapa ngga pas peperangan baru dimulai para ilmuwan segera mengirim orang ke masa lalu? kan klo gitu bakal lebih pasti. penyebab perang tahu, n pembawa pesan juga pasti selamat coz di masa lalu kan masih damai.


    Terakhir, saya masih lum nangkep benang merah lagu Imagine ma story nya. Hmm, mungkin karena saya sendiri uda terpikir story untuk lagu ini jadi terlalu fokus bahwa lagu ini hanya untuk story macam ini? :rokok:
     
  8. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    itu gan, maksud ane ilmuan gak bisa ngontrol mesin waktunya rada" kebates penggunaannya,
    jadinya kepaksa ngirim dari masa lalu -> masa depan

    saya buat ne cerita terlalu rumit, maksa pembaca untuk berpikir keras
    alhasil saya sendiri yang jelasin :nangis:

    hubungan lagunya sama Toxin
    kan pesan di lagu Imagine tu perdamaian kalau gak ada perpecahan
    nah, konflik yang saya angkat di cerita ini perpecahan

    btw, thx udah mampir ya gan
    :maaf::maaf::maaf::maaf::maaf:
     
  9. chain94 Veteran

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Nov 14, 2011
    Messages:
    3,130
    Trophy Points:
    236
    Ratings:
    +5,007 / -0
    kk, ini songficnya bener2 keren :top:
    kalo ini novel, akan sangat2 keren. :top:
    cuma pengen nanya satu hal, kok Drone-nya bisa ilang ingatan ya? sedangakn Drone ke1 gak ilang ingatan...

    satu lagi, itu cara Legatenya balik ke masa lalu gimana ya? apa mereka dibekalkan alat utk kembali?
     
    Last edited: Jan 21, 2012
  10. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    saya mau buatin novel ni kk, tapi tunggu satu novel kelar, soalnya lagi proses edit, minggu depan jadi palingan

    kan udah saya terangin, Drone pertama tu ilmuan, malahan si Melany Drone sekaligus Legate, tapi mati sebelum bisa manggil Legate yang laen
    tapi, lama kelamaan yang dikirim tahanan", (orang bejat dihapus ingetan=orang biasa, bisa baik bisa jahat, IMO)
    kalo gak di hapus ingetan mereka, mana mau mereka susah" cari Toxinnya

    Thx udah mampir
    :maaf::maaf::maaf::maaf:
     
    Last edited: Jan 21, 2012
  11. andriy_panda M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Dec 12, 2011
    Messages:
    953
    Trophy Points:
    206
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +7,892 / -1
    Songfict yg keren . cuman agak membingungkan dikit sih , sebenarnya saya udah berharap akan ada sedikit "petualangan" dalam pencarian rulof itu. saya jg sebelumnya mau nanya2 tpi udah ada jawaban di atas jdi gak jadi deh.
     
  12. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    makasi kk, kalo soal cerita yang ngebingungin itu mah style saya:top:
    saya usahain bikin novel dengan judul yang sama kk, jdi tunggu aja

    ups kelewatan...
    :panda:

    kalo masalah itu mah saya udah lepas, toh ceritanya juga udah kelar,
    terserah pembacanya maunya gimana, soalnya saya gak mikir nyampe kesitu pas ngarangnya
    :peace::peace::peace:

    sorry telat kk, soalnya lagi galau...
     
    Last edited: Jan 23, 2012
  13. Senruika Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jun 27, 2010
    Messages:
    25
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +34 / -0
    if it's about the story, you done it very well sir ^^

    err... btw kalo boleh jujur sih aku perlu waktu beberapa hari buat baca keseluruhan cerita ini (i mean seriously, baru baca 1 chapter udah males lanjutin ke chapter berikutnya #disambit bata)

    etoo..., sebenernya bukan karena apa apa sih, tapi dari gaya bahasa yang mungkin bisa dibilang terlalu mirip puisi (?), somehow aku gak terlalu merasa ada thrill yang bikin aku pengen terus buat lanjutin baca kelanjutan ceritanya ._.

    apalagi setelah beres baca chapter 3, diselamatkan orang orang, terus tiba tiba kayak ada ruangan yang full of NPC yang memberi informasi secara cuma cuma kalau ditanya
    (i presume your childhood is full of RPG game eh?), kesannya kayak game rpg lol

    aku gak masalah sih dengan detail story yang dibikin ngeblur, toh emang ceritanya emang menarik kea gitu kan :p

    well, tapi kalo ngeliat jalan ceritanya yang seolah ngalir gitu aja, gak ada obstacle sama sekali (bayangin aja tiba tiba dateng new emperor terus nembak shotgun ke kepala dia, udah kayak event yang ada di game rpg aja ._.)

    dan satu lagi, akhirnya setelah 126 orang dikirim ada juga yang berhasil menemukan toxin

    dan komentarnya adalah : "ih waw"

    ih waw dramatis sekali~ #ngangkat sign bertuliskan sarcasm

    btw i like the ending, i really like it ^^
     
    • Thanks Thanks x 2
  14. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    gaya nulis saya emank gitu, mungkin gara" belajar dari novel yang agak kepuitis"an dan gak banyak ngambil dari novel terjemahan
    emank kekurangan dalam penulisan saya disitu, susah buat ngangkat konflik buat demenin pembaca:sepi:
    tapi saya akan:belajar: lebih giat lagi!!! :hero::hero:

    ini karena saya gk seneng berbelit", aplagi pas nulis mata dah rabun kalo malem" ngerjainnya
    alhasil gak perlu neko-neko, to the point...

    wew, tau aja kalo saya sedang gak ada inspirasi :dead:
    gak bisa mikirin apa" pas di bagian ini, soalnya terlalu berfokus sama akhirnya:madesu:

    ngomong" ni angkat RPG apa maksudnya??? :oii:
    lagi-lagi,
    tau aja saya inspirasinya dari RPG
    :oghoho::oghoho::oghoho:

    btw thx udah mampir
    dan thx buat commentnya yang membangkitkan gairahku
    :mesum::mesum:
     
    Last edited: Jan 23, 2012
  15. kyotou_yasuri Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Oct 24, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +20 / -0
    Wah, setuju sama yang lainnya... Kayaknya memang kurang cocok kalau dijadiin cerita yang pendek, karena pembangunan dunianya butuh banyak penjelasan. Kalau rumit, sebenernya sih nggak terlalu. Butuh ketelitian aja. Asal fokus penuh sama tiap dialognya, nggak akan bingung bacanya. Ane jujur aja nggak bingung bacanya, cuma mungkin ada detil yang ane lewatin:

    Beneran itu kalau mau manggil ilmuwannya kudu mantengin matahari sampe bertahun2 dulu baru dateng? Lagipula bukannya time travelingnya random, jadi tujuan nggak bisa dipastikan?

    Wuih rupanya bener terinspirasi dari Fallout. Ketika baca ini, bayangan ane si protagonist pake seragam Vault :hehe: .
     
    • Thanks Thanks x 1
  16. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    semacem sinyal buat ilmuannya, jadi bisa kebaca dari masa lalu
    untuk detailnya saya jelasin di Drone 256, tapi lom selese (baru aja mule)
    edit: time travel disini bukannya random, tapi udah fixed ke masa depan aja dengan waktu yang gak bisa diganggu gugat

    gk pake seragam vault kok, cuman dimiripin aja warnanya.
    kalo bajunya saya ambil dari Add-on Sierra Madre, pas char kita dikasih baju Mekanik

    Thx udah mampir
    :maaf::maaf::maaf:
     
    Last edited: Jan 24, 2012
  17. Adhyaksa Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Sep 13, 2009
    Messages:
    46
    Trophy Points:
    21
    Ratings:
    +11 / -0
    :ehem: Ok, setelah dibaca ternyata...SO COOL!

    Tema post-apocalyptic banyak yang suka juga. Btw, menurut gw ini ada potensi bwt jadi series. Plotnya bisa macem2 tuh, mulai dari past-nya si Bryan, cerita drone yang laen di kubu yang berbeda, dll.
    Anyway, good job bro! :peace:
     
    • Thanks Thanks x 1
  18. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    udah ada series ke 2nya, Drone #256 (belom jadi)
    tapi bukan dari kubu laen, ni Drone baru yang dikirim setelah event Drone #216
    rencananya mau buat novel, soalnya banyak yang bilang agak sreg klo dijadiin cerpen

    btw thx ya udah mampir
    :maaf::maaf::maaf:
     
  19. dreamanzie Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 19, 2011
    Messages:
    80
    Trophy Points:
    32
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +46 / -0
    Sangat disarankan untuk dijadikan Novel dan Saya mau baca, segera!!
    Jalan ceritanya bagus banget!
    Tapi dalam bentuk CerBung kaya gini, Saya jadi enggak bisa menikmati jalan ceritanya :peace:
    Dan Saya belum ngerasa ada twist di chapter demi chapter yang bikin Saya buru-buru mau menekan tombol 'spoiler' selanjutnya
    But it's a good story kak NodiX, serius!

    Satu lagi:
    Ini salah tulis atau emang Saya yang gak ngerti maksudnya?
     
  20. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    semacem metafora, maksudnya nyawa manusia sangat penting di jaman susah kayak gitu
    supaya menjaga kelangsungan hidup umat manusia (caelah, sok tau saya:cerutu:)

    kalo soal twist, saya udah tau
    udah disinggung sma kk Senruika sebelumnya :madesu:
    belum banyak buat fic sih saya, btw udah cek lanjutannya belom?
    Drone #256
    di cek ya... (soalnya masih sepi)
    :maaf::maaf::maaf:
     
  21. Nebunedzar M V U

    Offline

    No information given.

    Joined:
    Mar 7, 2009
    Messages:
    706
    Trophy Points:
    227
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +5,466 / -0
    Ide yang brilian, dan tidak rumit kok sebenarnya (apalagi untuk penulisnya sendiri hehe). Paling cara penyampaiannya kurang tersampaikan ke pembaca yang membuat perlu ada penjelasan tambahan. Sebaiknya membingungkan pembaca itu dihindari, dan itu berbeda dengan yang namanya memancing rasa penasaran pembaca lho. Alasanya, kamu sudah menyelipkan jawaban-jawaban itu secara subtil dalam karyamu ini. Terakhir, salut untuk melakukan risetnya untuk penulisan kisah ini, karena ini menunjukkan bahwa kamu benar-benar niat untuk membuatnya menjadi sempurna.
     
    • Thanks Thanks x 1
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.