1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen Revolver Berdebu di Kantong Seorang Lelaki Patah Hati

Discussion in 'Fiction' started by kyotou_yasuri, Jan 7, 2012.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. kyotou_yasuri Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Oct 24, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +20 / -0
    Cerpen buatan ane... :maaf:

    Revolver Berdebu di Kantong Seorang Lelaki Patah Hati


    Rudi merasakan seluruh hidupnya hancur. Satu-satunya perempuan yang Ia cintai menduakannya. Lebih parah lagi ketika Ia mengetahui kalau hal itu sudah terjadi sejak berbulan-bulan yang lalu. Selama mereka bersama, Rudi mengorbankan semuanya demi perempuan itu. Mau itu pakaian, perhiasan, makanan mewah, Rudi selalu berusaha memenuhi kebutuhan kekasihnya.

    Rudi mulai curiga ketika kekasihnya sempat terlihat oleh teman Rudi, berjalan berdua dengan seorang lelaki. Tidak hanya sekali namun berkali-kali. Awalnya Rudi mencoba menghapus prasangka buruk, namun usaha itu percuma setelah kekasih Rudi tiba-tiba mengirim SMS kepada Rudi yang mengatakan bahwa Ia ingin putus. Detik itu juga, jantung Rudi serasa berhenti. Ia tidak menyangka Ia akan dikhianati orang yang paling dicintainya.

    Setelah minta ijin untuk pulang, Rudi sekarang duduk di bangku taman dekat kantornya., menanti bus. Di saku Rudi tersimpan sebuah revolver yang Ia beli beberapa tahun lalu. Dengannya Ia berniat melubangi kening mantan kekasihnya beserta selingkuhan kekasihnya itu. Tindakan ini terinspirasi dari salah satu film barat favoritnya. Namun bedanya di film itu sang lelaki tidak jadi menembak istrinya yang berselingkuh. Rudi memutuskan dirinya tidak akan gentar. Ia bersumpah akan membuat kekasihnya menyesal melakukan ini.

    Beberapa menit kemudian bus yang ditunggu Rudi muncul. Rudi baru saja akan bangkit dari tempat duduknya ketika seorang gadis kecil dengan seragam SD tidak menghampirinya.

    “Om, Om. Om tahu nggak kemana Ibuku pergi?”

    Rudi kebingungan mendengar pertanyaan anak itu.

    “Dasar Ibuku itu… sukanya ngeluyur nggak bilang-bilang. Om, mau bantu aku cari Ibuku?”

    Rudi awalnya ingin menolak, namun melihat wajah polos anak itu Rudi tidak tega membuatnya kecewa. Rudi pun menyanggupi untuk membantu anak itu, meskipun itu berarti Ia harus menunggu bus berikutnya.

    Rudi berpikir, tak ada salahnya menolong orang terakhir kalinya sebelum masuk penjara. Rudi pun mengajak anak itu berjalan ke air mancur di tengah taman tempat orang-orang berkumpul.

    Di depan air mancur gadis kecil itu mulai menjauh dari Rudi dan berjalan kesana kemari. Ia melihat wajah ibu-ibu yang ada di sana satu demi satu, mencoba mengenali salah satu wajah itu. Rudi pun agak kerepotan mengejarnya. Saat itu juga, bersebrangan dari tempat Rudi terlihat seorang wanita yang sepertinya sedang mencari-cari sesuatu. Di bahunya selain sebuah tas wanita, tergantung pula tas sekolah yang sepertinya milik seorang anak SD. Rudi menyimpulkan wanita itu adalah orang tua gadis kecil yang bersamanya ini. Dengan segera Rudi menggandeng tangan gadis itu dan membawanya ke wanita itu. Detik ketika wanita itu melihat si gadis kecil, Ia langsung menghampiri gadis itu dan memeluknya

    “Lisa!”

    Gadis kecil itu awalnya kelihatan kaget, namun setelah itu Ia tersenyum.

    “Dasar, Ibu ini kemana saja, sih! Aku repot nih mencari-cari!”

    “Kamu itu, kan kamu yang berpisah dari Ibu! Kok malah Ibu yang kamu salahkan?!”

    Ibu dan anak itu terus berdebat sementara Rudi hanya bisa melongo melihat mereka. Gadis kecil itupun kemudian melihat Rudi dan menghampirinya.

    “Om, terima kasih sudah menemaniku ya. Berkat Om, aku bisa ketemu ibuku! Nggak kepikir deh gimana kalau aku nggak bisa ketemu ibuku!” kata gadis itu sambil tersenyum lebar.

    Ibu gadis itu pun juga berterima kasih, “Maaf ya, kalau anak ini merepotkan anda,” kata Ibu itu. Rudi menggeleng dan berkata tidak masalah.

    Ibu dan anak itupun pamit. Sampai mereka sudah mendekati halte bus, gadis kecil itu masih melambai ke arah Rudi dengan gembira. Rudi tersenyum kecil.

    Entah kenapa saat itu Rudi teringat keluarganya. Karena sibuknya pekerjaan Rudi, sudah tiga tahun Ia tidak pulang ke kampung halaman. Kapan terakhir kali Ia mendengar suara Ibu dan ayahnya? Adik perempuannya? Rudi tidak bisa mengingat dengan jelas. Namun, semua sudah terlambat. Rudi sudah memutuskan untuk ‘putus hubungan’ dengan mereka dan menyelesaikan urusan dengan mantan kekasihnya.

    Rudi pun kembali ke bangku yang tadi, dan menyadari bahwa tempat itu sudah bukan eksklusif untuknya. Seorang siswi SMA berambut seleher duduk di sana. Tubuhnya kelihatan lemas. Rudi pun menghampirinya dan duduk di sebelahnya.

    “Ah? Oh… Maaf… Aku kira bapak sudah mau pergi… Jadi kupakai tempat duduknya…” Siswi itu kaget ketika menyadari Rudi duduk di sebelahnya.

    Setelah Rudi memperhatikan dengan seksama Ia mengenali siswi itu. Ketika Rudi sampai di taman ini, siswi itu sudah berada di sana, mondar-mandir mengelilingi taman. Rudi pun akhirnya bertanya kepada gadis itu, apa gadis itu menunggu seseorang?

    “Eeeh? K-kok tahu… Sepertinya aku jadi kelihatan mencolok ya, berjalan kesana kemari,” kata siswi itu sambil tersipu malu, “Aku sudah di sini dari satu jam yang lalu. Aku menunggu temanku.”

    Rudi terkejut mendengar siswi itu. Kenapa Ia mau menunggu selama itu? Bukankah jika sudah selama itu berarti temannya tidak akan datang?

    “Eh… Iya juga sih… Aku dan temanku itu akhir-akhir ini jarang keluar bersama. Aku ingin sekali mengajaknya pergi. Ketika Ia mengajakku tadi waktu istirahat, aku senang sekali… Namun akhirnya Ia sepertinya meninggalkanku. Hehehe… Aku memang menyedihkan. Permisi yah, aku pulang dulu…”

    Sebelum siswi itu berdiri, Rudi yang merasa tidak enak, menghentikannya. Ia menyuruh siswi itu setidaknya menunggu lima menit lagi.

    “Begitu…? Baiklah,”

    Siswi itu kembali duduk. Ia dan Rudi terduduk diam selama dua menit, hingga suara seseorang terdengar memanggil.

    “Sherly! Untung kamu masih di sini!” Seorang siswi lain dengan seragam yang sama menghampiri bangku Rudi, “kusangka kau sudah pulang!”

    “Lho… Melinda?”

    “Maaf, tadi ada rapat OSIS mendadak. Baterai HP-ku habis, jadi aku nggak bisa memberi kabar. Aku sangka kau sudah pulang…”

    “Ah… Oh… Begitu? Eh…ehehehe… Aku tadinya sudah kepikiran mau pulang sih.”

    “Hahaha… Gimana? Jadi kan?”

    “I-iya!” Sherly dengan sigap berdiri dari bangku. Ia kemudian menengok ke arah Rudi.

    “E-emm… Terima kasih ya,” katanya dengan senyum lebar. Kemudian Ia dan Melinda pergi dari taman itu. Rudi menghela nafas lega. Ia tidak tahu kenapa tiba-tiba Ia jadi menolong semua orang.

    Di sudut pikirannya yang lain Rudi mengingat teman-teman kantornya. Sejak Ia mulai berpacaran, Rudi selalu menolak ajakan teman-teman kantornya untuk pergi makan-makan bersama. Meski begitu Rudi bersyukur mereka tetap mau membantu Rudi menghadapi segala jenis permasalahan. Rudi berpikir, suatu hari harusnya Ia ikut lagi dengan teman-temannya. Namun sedetik kemudian Ia sudah ingat hal yang harus Ia lakukan hari ini. Rudi yang menyadari Ia tidak akan bisa membalas budi teman-temannya, menghela nafas panjang.

    Suara mesin bus terdengar dari kejauhan. Ketika Rudi menengok, sudah terlambat. Bus itu sudah meninggalkan halte. Rudi pun mulai merasa jengkel. Ia akhirnya memutuskan untuk duduk di kursi halte, meskipun di sana tidak terlalu teduh.

    Ketika Ia sampai di halte, sesuatu yang tak terduga memasuki ruang pandang Rudi. Seorang lelaki berpakaian lusuh duduk di samping halte bersama dengan belasan pigura yang ditata dengan agak berantakan. Mata Rudi terbelalak ketika Ia melihat apa yang tergambar di pigura-pigura itu.

    Lukisan. Berbagai macam. Abstrak, kubisme, surealisme. Segala jenis warna bercampur. Langit dan bumi tak terpisahkan. Matahari kembar. Hal-hal yang sangat dimengerti Rudi.

    Ya, Rudi memiliki hobi melukis, setidaknya sebelum Ia mulai berpacaran. Meski Ia tidak pernah mencoba menghasilkan uang dengan lukisannya, beberapa karyanya sempat bertengger di beberapa galeri. Rudi sangat bangga terhadap hobinya itu.

    Namun kemana mereka pergi? Sejak Rudi mulai mengalihkan perhatiannya, apa saja yang terjadi pada alat-alat lukisnya? Lukisan-lukisannya? Mungkinkah sekarang mereka menumpuk debu di gudang? Apa yang terjadi pada cinta Rudi terhadap semua itu?

    Rudi kemudian menyadari Ia telah kehilangan ‘hidupnya’. Selama dua tahun Rudi melupakan keluarga, teman, dan hobinya, hanya untuk melayani seorang wanita. Rudi membuang hal-hal yang berharga untuk sebuah cinta yang semu. Ia melupakan hal-hal lain yang bisa dilakukannya dalam hidup. Karena itulah Ia sangat terpukul ketika Ia kehilangan kekasihnya, karena itulah satu-satunya hal yang membuatnya ‘hidup’.

    Mengorbankan hidup untuk cinta memang kelihatan terhormat dan romantis, namun di sisi lain—setidaknya bagi Rudi—hal itu juga bisa dibilang bodoh. Sangat bodoh.

    “Bang, kau nggak apa-apa?”

    Rudi kaget mendengar si penjual lukisan memanggilnya. Rudi sepertinya baru saja tidak bergerak selama beberapa menit, tentu saja itu membuat orang bertanya-tanya. Rudi kemudian berkata Ia tidak apa-apa, dan kembali berjalan ke dalam halte.

    Sesaat setelah Rudi duduk di dalam halte, bus yang Ia tunggu-tunggu datang. Pintu sudah terbuka, namun Rudi tak bergeming. Ia menggenggam revolver di kantongnya dengan erat. Jantung yang tadinya bergemuruh sekarang menjadi tenang. Pikiran yang tadinya beterbangan hingga kemana-mana, sekarang menjadi fokus. Rudi tetap duduk tenang hingga bus yang ditunggunya berlalu.

    Rudi menyadari sekarang Ia berada di skenario yang sama seperti di film favoritnya. Ia tidak bisa menarik pelatuk revolver itu. Apa yang akan Ia dapatkan dari hal itu? Hanya rasa puas yang hampa. Apa Rudi harus menyerahkan seluruh hidup dan karirnya untuk satu kepuasan itu, ketika di sisi lain ada bagian hidupnya yang bisa Ia ambil kembali? Tentu tidak, pikir Rudi.

    Rudi berdiri. Iapun keluar dari halte itu dan berjalan ke si penjual lukisan. Kemudian Rudi membeli lukisan minyak bergambar jembatan yang terpajang di barisan paling depan. Si penjual terkejut karena Rudi memberikan uang berlebih dari seharusnya. Si penjual berusaha mengembalikan uang itu, namun Rudi menolak dengan halus.

    “Ambil saja kembaliannya,” kata Rudi, tersenyum. Sambil membawa lukisan yang dibelinya, sosok lelaki itupun berjalan menjauh, menuju ke arah terbenamnya matahari.

    ***
     
    • Thanks Thanks x 1
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. om3gakais3r M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Feb 25, 2009
    Messages:
    3,040
    Trophy Points:
    211
    Ratings:
    +5,622 / -0
    tipe cerpen yang bagus.. :top: ceritanya mengalir, walau tanpa konflik yang menonjol. Tapi justru itu yang bikin enak bacanya. :haha:
    paragraf ke-empat terakhir bener2 tidak terduga.. :haha: padahal justru paragraf ini yang nyambung dengan judu.. :XD:

    ciri sastra yang terpengaruh budaya jepang. :garing: << pujian
     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Jan 7, 2012
  4. Giande M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Sep 20, 2009
    Messages:
    983
    Trophy Points:
    106
    Ratings:
    +1,228 / -0
    Simple, dan Santaiii aku suka :top:

    bacanya mengalir enak yaa

    banyak sekali pertanyaan yang meminta pembaca membaca sendiri mengajak pembaca ikut berpikir situasi yang sama nice
     
    • Thanks Thanks x 1
  5. kyotou_yasuri Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Oct 24, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +20 / -0
    Hehe, tengkyu :hmm:

    Mengenai bagian matahari terbenam itu, daripada berbau jepang apa bukanya lebih mirip Spaghetti Western ya? Tp ane akui, memang cerita ini sebenarnya banyak terpengaruh budaya Jepang :XD:


    Trims komennya :hmm: Syukur deh kalau tersampaikan tujuan ane, karena cerita ini sedikit banyak terinspirasi dari kehidupan nyata (bukan pengalaman ane loh... :hehe: )
     
    • Thanks Thanks x 1
  6. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    cerpennya:top: pesannya juga:top:

    biarpun alurnya gampang ditebak, dari judulnya juga sebenernya udah hampir ketauan.:oghoho:

    satu-satunya yang bikin saya bingung: "Kenapa harus revolver?":bloon:

    apa cerpen ini emang ada inspirasi dari film:???:
     
    • Thanks Thanks x 1
  7. kyotou_yasuri Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Oct 24, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +20 / -0
    Hehe trims komennya :hmm:

    "Kenapa harus revolver?" Yaa itu karena... Revolver kayaknya lebih berkesan klasik... Lebih keren.... masalah selera aja :hehe:

    Sebenernya yang terinspirasi dari film cuman bagian 'pengen nembak pasangan yang berselingkuh'. Adegan kayak gini mungkin langganan di film2 drama kali ya (jarang nonton film barat sih... :sepi: )
     
    Last edited: Jan 9, 2012
  8. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    Let me guess

    film Shawshank Redemption kah?
    Soalnya di awal" pemeran utamanya mau nembak istrinya yang mau selingkuh, (pake revolver juga, he he)
    tapi gak jadi dan tetep aja mati ntu istrinya sama selingkuhannya karena kecolongan sama pembunuh laen
    terus dia yang jadi tersangka > dipenjara > kabur dari penjara

    cuma nebak, soalnya deskripsi yang kk kasih sama persis

    kenapa harus revolver? IMO, kalo orang biasa kan rata-rata kalo beli senjata api ya revolver (terjangkau and biasanya gampang dirakit (IMO))
    masa ada orang kantoran beli ak-47? Kenapa gak langsung jadi terorist aja sekalian?
     
  9. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    kenapa nggak pisau dapur yg lebih gampang dicari? atau nggak pisau kecil biasa? atau kenapa nggak palu yang biasa ada di kotak perkakas?
    tiga-tiganya lebih terjangkau daripada revolver atau senjata api. tapi masalahnya... ntar jadi nggak keren dong.

    masa, 'Pisau Dapur Berdebu di Kantong(wuut.. gak robek) Seorang Lelaki Patah Hati' atau 'Palu Berdebu di Kantong(cukup gitu..) Seorang Lelaki Patah Hati':lol:
     
  10. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +922 / -0
    kan tsnya terinspirasi dari film yang gak jadi nembak pake pistolnya
    kalo terinspirasi dari film yang gak jadi bacok pake golok baru pake golok
     
  11. kyotou_yasuri Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Oct 24, 2010
    Messages:
    93
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +20 / -0
    Wah, bahan diskusinya revolver.... :lol:

    Yep, film favorit ane :peace:

    Kalo pisau dapur kurang 'mantep' :hehe: . Lagipula kalo revolver kan bisa langsung nembak dari jauh.
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.