1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

SongFic Dread Order [Warbringer - Forgotten Dead]

Discussion in 'Fiction' started by MaxMarcel, Dec 5, 2011.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. MaxMarcel M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jun 8, 2009
    Messages:
    536
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +2,847 / -0
    Theme: Warfare, tragedy
    13+ Violence


    Suara siul rendah mengalun di udara dengan pelan. Mendengar siul pilu itu, wajah-wajah yang penuh keputusasaan meringkuk dengan takut di dalam lubang kematian mereka. Tidak ada dari mereka yang tahu kapan takdir akan menghantam, mereka hanya dapat menunggu. Menunggu hingga suara siul tersebut berubah menjadi raungan yang mengguncang tanah, mengirimkan ribuan serpihan logam dan tekanan ke segala arah.

    Inilah nasib mereka. Terjebak dalam pertempuran, tertutup dari jalur bantuan, tidak ada jalan untuk melarikan diri. Mereka hanya dapat duduk manis di dalam lubang parit mereka sementara artileri terus menghujani mereka.

    “Berlindung! Mereka datang!” terdengar sebuah teriakan yang membuat semua orang makin meringkuk dan berusaha mencium tanah sedekat mungkin.

    Sebuah suara menggelegar dan bumi yang berguncang menandakan awalnya, awal dari suatu siklus yang tidak akan pernah berakhir. Setiap orang di dalam parit ini dapat merasakan suara menusuk yang tidak pernah berkurang ataupun berakhir. Mereka hanya dapat menekan telinga mereka sekeras mungkin dan meneriakkan berbagai hal di tengah kegilaan.

    Sementara semua itu berjalan aku hanya dapat duduk diam dengan lutut tertekuk. Aku sama sekali tidak berusaha untuk mengusir ataupun meredam suara ledakan artileri yang merayap di seluruh ladang, aku tidak berusaha untuk meringkuk lebih dalam dan mencari keamanan. Aku sudah merasa pasrah. Tidak, ini bukan perasaan pasrah yang menyenangkan. Ini merupakan perasaan pasrah yang penuh keletihan emosional.

    Aku dapat melihat ke langit yang diselimuti awan badai ini. Aku dapat melihat tubuh-tubuh yang melayang tinggi ke udara, tercabik-cabik oleh meriam 60cm howitzer. Salah satu dari tubuh itu mendarat di depan paritku, tersaangkut di tengah-tengah barisan kawat duri. Wajahnya jelas-jelas mengatakan bahwa ia sama sekali tidak melihat hal ini akan terjadi.

    Cepat atau lambat kau akan bergabung dengan mayat-mayat yang menatap kosong di ladang ini. Siapa yang hidup berdampingan dengan kaum yang terbantai suatu saat akan bergabung dalam barisan mereka. Itulah kata-kata yang ada di benakku ketika mengingat betapa penuhnya ladang ini dengan mayat.

    Aku mengintip ke belakang dan dapat melihat dengan baik batu nisan kami. Bendera yang berkibar dengan tinggi di tengah hujan besi ini telah menjadi penanda kuburan massal kami.

    “Infantri! Mereka datang! Kembali ke posisi menembak!”

    Tampaknya suara teriakan tersebut tidak membuat semua orang kembali pada kenyataan saat ini. Aku masih dapat melihat tentara muda yang tetap meringkuk di atas air seninya sendiri sambil menggumamkan hal-hal yang abstrak.

    “Carl, ambil senapan mesinnya! Cepat mereka mendekat!” seorang tentara mengingatkanku pada situasi yang terjadi. Ia menarik kerahku dan menunjuk ke senapan mesin tanpa penembak di sudut parit.

    Aku mengangguk singkat dan berlari ke arah senapan mesin itu. Sebelum aku menyadari bagaimana semuanya terjadi, aku sudah menembaki gelombang manusia tanpa akhir yang berlari ke arahku. Aku mengarahkan moncong senapan mesin itu ke setiap wajah tidak dikenal yang mencoba menyerangku.

    Pada satu waktu, peluru senapan mesinku macet, dalam sekejap puluhan bayonet langsung menghujani parit-parit pertahanan. Rekan seperjuangan yang berada di sampingku langsung disergap. Seorang tentara musuh melompat ke arahnya dan menikamnya dengan bayonet. Ia berusaha berteriak, tapi darahnya sendiri telah mencekik suaranya.

    Aku ingat bagaimana aku bergumul dalam kubangan darah, berusaha untuk bertahan hidup dari tentara yang mencoba menusukku. Tidak ada pacuan adrenalin, yang ada hanyalah kebingungan. Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi, tapi aku sudah kembali terduduk di paritku. Kali ini tanah sudah benar-benar basah dengan darah dan wajah-wajah murung di dalam parit ini semakin menipis.

    ***​

    Sebuah suara peluit membuatku terjaga. Hari masih belum sepenuhnya terbangun, kabut pagi mengantung rendah di atmosfer. Aku dapat mendengar teriakan-teriakan kasar dari petugas militer di berbagai tempat. Mereka menginginkan serangan balasan. Mereka ingin kita meninggalkan lubang kita dan melangkah ke ladang terbuka.

    “Maju! Keluar dari lubang kotoran kalian! Sekarang saatnya mendorong musuh!”

    “Tidak aku tidak mau mati! Kita tidak punya kesempatan! Kita akan dibantai!”

    Aku dapat mendengar rengekan dari tentara-tentara yang masih muda ketika berhadapan dengan perintah atasan. Apa yang akan terjadi selanjutnya sudah jelas, sebuah suara tembakan menghentikan rengekannya.

    “Cepat keluar dan maju! Atau aku akan melempar granat ke dalam lubang kalian yang bau kotoran!”

    Tidak ada pilihan lain. Kami benar-benar dipaksa.


    Dalam waktu singkat aku sudah menemukan diriku kembali meringkuk. Ribuan tentara kembali meringkuk di hadapan formasi senapan mesin yang terus melontarkan timah panas ke arah kami.

    “Terus maju! Musuh ada di hadapan kalian! Tunggu apalagi, serang!”

    Walaupun dalam keadaan seperti ini kami terus dipaksa untuk maju. Dengan jelas aku dapat melihat orang-orang yang bangkit untuk menyerang. Mereka keluar dari lindungan alam dan dalam hitungan sepersekian detik tubuh mereka langsung tercabik-cabik oleh senapan mesin musuh.

    Cepat atau lambat aku pasti mati di sini, itulah satu-satunya pikiranku. Mengikuti rekan-rekanku yang bodoh dan tidak mempunyai harapan, aku juga melompat keluar.

    Aku menatap langsung ke tujuanku. Sebuah bukit yang dipenuhi dengan bunker dan lubang pertahanan, dimana setiap senti bukit tersebut memuntahkan peluru ke arahku.

    Tanpa ada sedikitpun perasaan manusia, aku berlari ke arah bukit itu. Aku dapat mendengar desing peluru yang diikuti tubuh-tubuh berjatuhan. Semua itu tidak penting, aku hanya tahu untuk menatap lekat-lekat tujuanku dan terus berlari.

    Terus berlari tanpa memperhatikan apapun. Terus berlari hingga kakiku menginjak sebuah benda logam. Diikuti suara klik kecil, tubuhku terpental tinggi ke langit. Dengan beberapa tembakan yang tepat, maka aku tidak lebih dari serpihan daging di langit.

    Dalam sepersekian detik sisa hidupku, sebuah pikiran melintas.

    Mereka yang gugur akan mati dengan sia-sia, tidak lebih dari statistic di meja rapat. Pejuang yang mati, petugas yang mati, benteng yang hancur, tidak ada perubahan, seluruh hal itu akan digantikan dengan yang baru. DIsatukan oleh satu kepentingan, orang-orang akan terus masuk dalam barisan, mesin perang akan terus berputar, kegilaan akan menular, pertumpahan darah akan terus berlipat ganda, hal ini akan terus berulang dan berulang, tanpa akhir. Inilah perang.


    Inspired from the song, Forgotten Dead by Warbringer
    Encircled, cut off from reinforcement
    At all costs you must hold the line
    Living among the slain with the knowledge
    You could join them at any time

    The enemy advances without number
    Signaled by a creeping barrage
    The attack goes on for weeks and weeks
    The trenches awash with blood

    Gunning down the enemy, each one without a face
    What once were fields of green are now endless fields of graves

    Forgotten
    Forgotten
    FORGOTTEN DEAD
    MARCH!


    Your comrade rises up to fire, you watch in horror as he falls
    The life drained away from his body through the hole in his skull

    Gunning down the enemy
    Send them to their graves
    The ways of man will never change
    The fallen die in vain

    Forgotten
    Forgotten
    DEAD! DEAD! DEAD!

    The whistle blows, you are forced to advance into oncoming machine gun fire
    Caught in the blast as the mines detonate, lifeless bodies hang from barbed wire
    Stabbed through the gut by a bayonet, blood chokes your scream
    Another dying sould is laid upon the altar of mankind's greed

    Forgotten DEAD!​
     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Dec 5, 2011
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. Heilel_Realz012 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2011
    Messages:
    811
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +826 / -0
    parit.. ini menceritakan kisah pada perang PD II bukan ya? waktu amerika mendarat di jepang? :iii:
    menceritakan kisah hidup prajurit dalam peperangan. bisa jadi referensi klo bikin fiksi tema militer ni.
    IMO untuk ukuran fiksi pendek, deskripsinya ok (rasanya soal deskripsi emang gk usah ditanya ni.).

    err yg masalah bendera berkibar, entah kenapa wa malah inget momen perang di jepang (Iwo Jima).
     
  4. Grande_Samael M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 18, 2011
    Messages:
    264
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +283 / -0
    wow, saving private ryan nih... keren2... ga bisa berkomentar apa2 lagi..
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.