1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen Diatas Awan

Discussion in 'Fiction' started by libraangel, Aug 14, 2010.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. libraangel Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 11, 2010
    Messages:
    68
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +44 / -0
    Sekadar share aja gan... kmrn abis bikin buat tugas... daripada mendem di kompie.. sekalian aja saya post :) enjoy :P critiques are welcomed~

    ------------------------------

    Aku melihat keluar jendela kecil itu dan mendesah pelan. Berada beribu-ribu meter di atas langit bersama awan-awan. Tinggal 1 jam lagi. Aku mengambil sebuah buku dari tasku, dan membukanya pada halaman yang telah kulipat pinggirnya, dimana aku meninggalkannya waktu lalu kemudian aku mulai membaca. Suara seorang pramugari mengejutkanku.
    “Permisi Nona, anda mau minuman?” tanyanya ramah.
    Aku tersenyum dan berpikir sejenak, “Air putih.” jawabku.
    “Baiklah, ini air putih Anda, Nona. Nikmatilah perjalanan Anda.” ucapnya sebelum meninggalkanku sendirian lagi. Aku menatap kursi kosong di sebelahku. Merasa sedikit lega, karena tidak perlu untuk duduk canggung di sebelah orang yang tak kukenal. Aku melanjutkan membaca. Namun entah kenapa, semua kata-kata yang kubaca tidak dapat kumasukkan kedalam otakku. Seakan-akan mataku membacanya, namun pikiranku jauh ditempat lain.
    ***
    Wajahku tersenyum cerah saat membuka amplop besar yang kuterima dari Pak Pos pagi itu. Jawaban dari semua mimpiku kini ada di genggamanku. Dengan gugup aku membukanya perlahan. Perlahan… dan Perlahan…
    “YES!” teriakku bersemangat.
    “Clarissa, ada apa denganmu?” tanya Mama yang keluar dari dapur terheran-heran dengan apa yang terjadi dengan anak semata wayangnya.
    “Beasiswa 4 tahun di Perancis, Mama!” kataku seraya memeluk erat Mama.
    “Bagus sekali Rissa, Mama bangga sekali dengan kamu!” Mama-pun menangis bahagia.
    Kami telah hidup berdua saja tanpa figur seorang kepala keluarga di rumah, semenjak kematian Papa 3 tahun lalu, Mama telah bekerja keras membanting tulang hingga membantuku menyelesaikan SMA. Tentu saja, kuliah telah menjadi pemikiran keras bagi kita semua, karena penghasilan seorang pembuat pigura tidak mungkin dapat membiayai 4 tahun kuliah, apalagi di universitas yang bagus.
    Impian untuk sekolah di Perancis telah hadir sejak kecil, ingin menjadi desainer baju kenamaan, melihat baju-baju hasil desainku terpajang di butik atas namaku sendiri. Oh impian yang begitu indah.
    Sebelumnya, Paris hanyalah sebuah impian semu, ibukota negara Perancis itu dapat dikatakan sebagai pusat mode, dan jauh sekali dari jangkauanku, namun kini, sebuah amplop besar dihadapanku ini mengatakan bahwa “Aku sudah dekat!”
    ***
    Kita berdua duduk hening diam berdampingan, dia melihat kebawah, kearah tangannya sehingga aku tidak bisa melihat ekspresi wajahnya. Sementara aku, hanya mampu melihat kearahnya dengan sedih.
    “Jadi sudah waktunya, ya?” tanyanya.
    “Ya, aku menerima kabarnya tadi pagi.” jawabku.
    “Kapan kau akan berangkat?” dia mengangkat wajahnya dan menghadap kepadaku.
    Aku tidak bisa menahannya lagi, sebutir air mata jatuh mengalir sepanjang tulang pipiku.
    “Bulan depan.”
    “Berarti ini selamat tinggal untuk kita?” tanyanya.
    “Ya. Tidak. Entahlah. Aku sangat bingung. Aku tidak ingin melepaskanmu, namun aku juga tidak ingin mengikatmu. Kamu tahu kata mereka, hubungan jarak jauh tidak pernah berhasil.”
    “Lalu? Apa yang akan ada untuk kita?”
    “Mungkin sekarang, kita harus mencoba untuk melupakan satu sama lain.” ucapku pedih, tangisku pecah deras dan aku tidak bisa membendungnya lagi.
    “Biarlah aku mengantarmu pulang terlebih dahulu.”
    Pacar pertamaku, kami telah menjalani hubungan selama masa SMA, hingga sekarang. Dia bukan tipe orang yang seperti yang biasa. Bukan orang yang hidupnya dijalani di game center, bukan juga orang kaku yang tidak berhenti belajar sampai kacamatanya tebal bercenti-centi, bukan playboy tampan yang tujuan hidupnya adalah untuk berganti-ganti pasangan layaknya berganti pakaian. Dia adalah pria humoris, bertanggung jawab, pengertian dan segalanya untukku. Perpisahan dengan hati yang hancur mungkin akan lebih mudah untuk dilupakan, namun perpisahan dengan hati yang masih utuh, rasanya hampir seperti ada pedang yang menusuk jantungmu, namun kau masih bernafas. Pedih, mengganjal, sakit dan mematikan.
    Setelah aku sampai dirumah, satu hal yang kulakukan adalah, masuk kedalam kamar dan menangis sampai mataku terasa ingin lepas.

    ***
    Hari-hari berganti, aku mulai mengemasi barang-barangku. Terkadang sampai malam hari, dimana aku pernah mendengar isak tangis Mama yang tidak rela melepaskan anak gadisnya pergi sendirian ke negeri orang. Setiap hari wanita paruh baya itu tersenyum bahagia atas keberhasilanku, namun aku tahu, bahwa tidak sepenuhnya Mamaku rela melepaskan aku.
    Perpisahan dengan sahabat-sahabatku lebih mudah, karena memang sedari awal kami sudah mempunyai rencana masing-masing. Deanna, sahabatku yang paling menawan diantara kami semua, telah mendapatkan universitas di ibu kota, dimana dia juga telah mendapatkan tawaran untuk membintangi iklan dan film untuk membiayai kuliahnya. Sahabatku yang satu lagi, Peony, siap untuk melanjutkan kuliah kedokteran dan mempunyai pekerjaan pasti di Rumah Sakit milik keluarganya. Sedangkan aku, hanya seorang gadis, tidak cantik, tidak kaya, hanya ingin menggapai sebuah mimpi yang terlihat seperti diatas awan, namun sekarang sangat dekat dengan jangkauanku.
    Sedangkan dengannya, aku belum bertemu dengannya lagi semenjak malam perpisahan kita itu. Tidak ada hari dimana aku tidak menangis pada malam hari, mengingat semua kenangan yang ada dan apa yang akan kutinggalkan di tanah air ini.
    Berpisah, saat aku membayangkannya, aku tidak mampu berbicara. Bagaimana bisa aku melepaskan semua yang merupakan bagian dari diriku? Mama, Dia, Sahabat-sahabatku.

    ***
    Tibalah saat yang telah aku tunggu dan takuti selama ini. Tanganku memegang tiket dan paspor yang telah kusiapkan dari rumah. Koper-koperku telah dimasukkan ke dalam bagasi pesawat, sementara aku hanya membawa satu tas ukuran sedang denganku, berisi surat-surat penting, dompet, tiket, paspor, pena dan telepon genggam yang belum kumatikan.
    Mama dan sahabat-sahabatku turut datang dan menemaniku sebelum berangkat, Deanna dan Peony memberiku sebuah buku karya penulis favoritku, aku meletakkannya di dalam tasku. Setelah kita bertukar peluk cium dan kata ‘Selamat Tinggal’, Deanna dan Peony meninggalkan aku di bandara.
    Kini hanya ada Mama dan aku. Aku duduk di samping Mama, memegang tangannya dan hanya duduk disana memeluknya hingga tiba waktunya untuk boarding.
    Aku dan Mama berjalan berdampingan hingga kami berpisah di lorong menuju ke pesawat besar yang akan membawaku menuju tempat impianku. Mama mengecup keningku, dan kedua pipiku, memelukku erat sekali lagi dan berkata, “Hati-hati dijalan, nak.”
    Sambil tersenyum, aku melambaikan tangan pada Mama, menyerahkan tiketku dan pasporku, kemudian berangkat menuju lorong gelap itu. Menuju impianku, menuju masa depanku yang belum bisa kuketahui.

    ***
    Kini disinilah aku, dalam pesawat, masih ada 15 jam. Kuhabiskan beberapa jam pertama untuk membaca buku, dan tidur sejenak.
    Dengan niat iseng aku membuka-buka bagian belakang buku hadiah itu, sambil membaca biografi penulis atau apalah. Namun bukan itu yang kutemukan. Aku melihat tulisan rapi yang sangat kukenal di belakang buku itu. Dia telah menuliskannya untukku.
    Tulisnya:
    “Semoga sukses di Paris. Aku akan selalu mengingatmu dan berharap akan kebahagiaanmu.
    Sahabatmu, Ethan”
    Segala perpisahan memang tidak pernah mudah, namun sebuah perpisahan akan selalu mengawali pertemuan dengan hal-hal baru yang tidak pernah kau ketahui sebelumnya, hal-hal yang dapat kau syukuri terkadang pun tidak. Aku tersenyum membacanya kata-kata itu. Kenapa aku tidak membacanya pada pertama kali aku berangkat ke Paris? Hanya Tuhan yang tahu, kenapa aku malah membacanya dalam perjalanan pesawat ini.
    Selama 4 tahun aku di Paris, aku telah belajar banyak, aku telah bertemu dengan banyak orang dan belajar kebudayaan baru. Tinggal 1 jam lagi aku akan landing ke tanah yang kurindukan. Meskipun banyak kata ‘Selamat Tinggal’ dan ‘Halo’ yang pernah kuucapkan selama ini.
    Aku telah banyak belajar, mungkin awalnya tidak mudah, namun kini aku bersyukur semua perpisahan menyakitkan itu terjadi padaku.
    Aku bervideo-conference dengan Mama hampir setiap hari, aku bertukar e-mail dengan Peony dan Deanna terkadang-kadang, kami saling memberi tahu masing-masing bagaimana keadaan kami. Bagaimana dengan Ethan? Dia telah lulus kuliah dan merintis bisnis yang lumayan sukses dengan tunangannya, Serena. Kami belum berkontak langsung semenjak perpisahan itu, aku mendengar kabarnya dari e-mail sahabat-sahabatku dan terkadang Mamaku yang bersahabat dengan Mamanya. Sedangkan aku? Aku telah mendapatkan tawaran pekerjaan yang sangat menarik untuk menjadi desainer tunggal sebuah clothing line terkenal di tanah air.
    Perpisahan dengan sahabat-sahabatku yang baru di Paris juga tidaklah mudah, namun kini aku tahu, bahwa perpisahan ini akan membuahkan banyak hal-hal baru yang indah.
    Aku meminum air putihku dan membaca tulisan dari Ethan lagi.
    “Aku tidak melupakanmu dan berharap kebahagiaanmu juga, setiap hari.” ucapku pelan.

    -----------------------------------------------
    Udah... THE END deh... ceritanya mmg rada aneh sih :P maklum kerja sks buat tugas..
     
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. n_hobi_xxx M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Aug 25, 2009
    Messages:
    282
    Trophy Points:
    56
    Ratings:
    +15 / -0
    wow, dari 2010 belu mendapatkan respon :peace:
    btw, nice story, tapi kok ceritanya kayaknya standar aja yah :peace:
     
  4. XtracK M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Feb 22, 2011
    Messages:
    261
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +256 / -0
    Wah, kk..
    Ini, sh.. Minta kk momod pindah kamar aj ke SF Fiction. Dah ad kmar khusus fic, kok, kk..
    :lalala:
     
  5. adi_bayumi M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Apr 21, 2011
    Messages:
    1,756
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +1,556 / -0
    Wajar aja bro....

    panjang banget cerita nya, ditambah gak ada emo nya atau modif tulisan.. >>>> sorry OOT
     
  6. deJeer Administrator
    Head Admin

    Offline

    Watching You

    Joined:
    Sep 7, 2009
    Messages:
    16,920
    Trophy Points:
    335
    Ratings:
    +32,900 / -3
    moved to fiction
    tq
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.