1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Stories From Bunny's Mind

Discussion in 'Fiction' started by temtembubu, Sep 21, 2013.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. sherlock1524 MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Jan 26, 2012
    Messages:
    7,159
    Trophy Points:
    242
    Ratings:
    +22,538 / -150
    hmm, mgkin seperti yg diblg kk lalat, pendeskripsian klannya bener2 kurang.

    aku jadi bingung soal makhluk api, makhluk tanah dan makhluk udara.

    meskipun di akhir bakalan ngerti juga bacanya, tapi klo dari awal, gak smooth bgt buat bacanya.

    bingung.



    btw, dan meskipun aku udh baca appendix ttg makhluk2 itu, tapi gak dapet gambarannya sih.

    mgkin harus pake ilustrasi ya? :lol:


    itu aja kyknya.

    blum ada lanjutan, jadi masih blum jelas ceritanya mau kemana.
     
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. Wateria M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Oct 15, 2008
    Messages:
    2,760
    Trophy Points:
    147
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +2,495 / -0
    ehm, yes, your welcome. hahaha..., enggak akan bosan, wkwkwk kan masih ada 2 yang coming soon.
    ehm, biasanya kalau kata2nya stupid/ yang kasar2 enggak akan ngomong utk orang lain - utk diri sendiri biasanya.
    karena manusia emang biasa begitu, kalau saya cape berat bawaannya sensi, dan biasanya kalau uda sensi semuanya bisa kena omel. ><" wajar nggk sih, kayanya enggak deh.

    yah, soal yang misteri itu sebenernya thanks to user yang di quote saya dibawah ini. :P karena kalau kamu uda bikin karakter, biasanya akan attached ke karakter tersebut, dan buat karakter yang bener itu enggak gampang, kamu harus buat seperti yang di quote di bawah ini. ada ilustrasinya, minimal ilustrasi kasar aja. :P (makanya aku enggak terlalu suka cerita fiksi yang berat :P dulu ada sih, tulisan oret2an pake pensil :P uda ilang kertasnya kena banjir pas masih kuliah.

    10 itu cuma becanda aja, biasanya keranjang itu enggak pake segi2an :P well, itu kan si gadis melati, kenapa melatinya belom ketauan kan? :D

    trus kamu di postingan terakhir bilang, mau gambar mapnya? gambar dong mapnya :P hehehe..., gak apa kan? gambaran kasar aja, kaya gimana sih mapnya? soalnya dulu waktu masih SD saya kalo lagi bosen di kelas, suka gambar2 map gitu, terus maen maenan sama temen sebangku, nih ini daerah kekuasaan elo, ini kekuasaan gw, mau bikin apaan di daerah lo, 1 orang 1x turn, gantian. hahaha, dia buat naga2an, abis itu turn berikutnya dia buat goa naga, abis itu dia bilang, naganya terbang, terus turn berikutnya naganya hinggap di daerah lo, turn berikutnya lagi, dipanggil guru karena gw teriak curang, wkwkwkwk...

    kalo enggak model TLOTR berarti model avatar? :P hahaha..., menurut saya emang itu dunia gede banget, :D gw demen karena dia masukin semua mistical creatures kesana, gw salut banget sama om tolkien, gw sampe beli buku2nya, walau beberapa gw enggak baca sampe abis. lagi sibuk baca buku bisnis soalnya :P cuman saran yg dibawah saya ini uda luar biasa banget, kayanya dia ini editor salah satu penerbit buku ya :P
    hehehe..., just kidding.

    setuju kak sherlock1524... top bgt.
     
  4. Seven_sideS M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Jan 19, 2014
    Messages:
    258
    Trophy Points:
    17
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +140 / -0
    :aaaa: memang looping~

    sabar ya Bubu-san, baru baca dua produkmu, ini dan yang L-AI~

    huhuhuhuhuhuhuhuhuhuhuhu pengen liad lanjutannya yang L-AI dung, dah panjang episodenya lhoo~ :lalala: sayang kalau stuck ditengah jalan :kecewa:
     
  5. temtembubu M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2010
    Messages:
    598
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +1,934 / -3
    Title: Seperti Biasa
    Genre: Suka-suka yang baca


    Seperti biasa...
    Sepi. Padahal di luar sana begitu ramai. Mereka tertawa, berbicara, melakukan banyak hal yang ingin kulakukan juga. Tapi aku membiarkan diri ini merasa iri. Menyaksikan mereka dari celah tembok, tembok yang sebenarnya tidak ingin kubuat.

    Seperti biasa…
    Ingin. Padahal aku memilikinya. Kemampuan untuk bertindak, berbicara, berbaur dengan mereka. Tapi aku membiarkan diri ini diam. Dihasut hingga merasa nyaman oleh tembok-tembok ini, tembok yang sebenarnya ingin kuhancurkan.

    Seperti biasa…
    Dia. Padahal sering terjadi. Membuat tembok, diam di dalamnya, berusaha menjauh dari dunia. Tapi senyum tetap terpasang di wajahnya. Sambil berkata “Tidak apa-apa.”, lalu mengulurkan tangannya untukku.

    Seperti biasa…
    Tembok. Padahal menyimpan segala kekelamanku. Lambang dosa, kesalahan, juga keegoisanku. Tapi dia tidak mau menghancurkannya. Membiarkanku menatap benda itu, mengamatinya supaya tidak membangun tembok yang sama.

    Dan, seperti biasa…
    Aku terlalu malu mengucapkan terimakasih.
     
    • Like Like x 1
  6. temtembubu M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2010
    Messages:
    598
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +1,934 / -3
    Title: Atmintis - Unti We Meet Again (Part 2 - End)
    Genre: Fantasy, Friendship

    mengandung konten yang membingungkan.
    klo nda bisa dimengerti, penulis tak bertanggung jawab :ngacir:
    Aku baru tahu rasa rumput seenak ini dan baru kali ini aku merasa senang dalam tubuh lemah begini. Makan kenyang, lalu kembali terbaring dalam goa yang hangat. Tubuhku terasa makin malas, mungkin juga bisa jadi gendut.

    Sudah berapa lama dari semenjak Louis pergi? Sehari? Dua hari? Tidak, yang benar baru beberapa jam saja, tapi sudah terasa seperti berhari-hari. Apa yang sedang dia lakukan sekarang? Apa dia selamat dari amukan pemburu wanita itu?

    Benar, aku harus melihatnya. Tubuh ini kecil, aku bisa memperhatikan dia sambil sembunyi. Pendengaranku juga tajam, aku bisa tahu bila ada makhluk yang mendekat. Hmm… rencana pengintaian yang sempurna.

    Aku berlari keluar dari tempat persembunyian. Mengendus lantai batu mencari aroma tubuhnya. Dapat! Tidak sulit melakukannya, dalam sekejap penciumanku sudah membimbing ke tempat pertama kali aku bertemu dengannya.

    Tidak ada siapa pun, hanya ada bentangan lantai batu dan pilar-pilar kristal. Kecewa memang, tapi sebenarnya pemandangan ini adalah kabar baik. Setidaknya aku tahu bahwa dia masih hidup karena bisa meninggalkan tempat ini. Di lantai bagian ini, aromanya terasa sangat pekat. Mungkin dia sempat lama duduk atau bahkan tidur di sini.

    Telingaku menangkap suara langkah. Tiga orang, aku yakin sekali bahwa tidak ada satu pun dari ketiga orang itu yang langkahnya sama dengan milik Louis atau si wanita pemburu. Menyebalkan! Aku ingin sekali melihat dia lagi. Tapi… bila aku mati sekarang, maka tidak akan bisa bertemu lagi dengannya. Mungkin dewa memang memintaku supaya sedikit bersabar.

    Sedikit menyedihkan. Aku harus kembali ke tempat satu-satunya yang bisa menjauhkanku dari para pembunuh. Aku hanya bisa menajamkan pendengaran, selama beberapa hari menganalisa setiap suara langkah yang terdengar. Banyak yang melintas, tapi tidak satu pun dari mereka adalah orang yang kutunggu.

    Apa dia benar-benar akan menepati janjinya? Mungkin aku terlalu banyak berharap. Tidak ada untungnya bagi Louis untuk kembali dan menolongku. Dia malah akan membawa dirinya ke dalam bahaya bila melakukan itu. Ya, dia pasti tidak akan kembali.

    “Hati-hati, ada tanaman!”

    Suaranya terdengar berat, milik laki-laki, tapi aku yakin bukan Louis. Aku juga sama sekali tidak tertarik mengetahui sosok pemiliknya.

    “Belum pernah kulihat tanaman banyak begini. Yang itu! Besar sekali!”

    Suara lelaki juga, yang satu ini terdengar serak. Mungkin dia sudah lama tidak menikmati darah segar.

    “Apa dewa akan pindah rumah ke sini, ya?”

    “Maksudmu,” si serak terkejut. “Bahkan dewa pun tidak bisa mengalahkan makhluk udara?”

    “Kalau mau jujur, aku lebih takut pada Loa daripada dewa.”

    Makhluk udara? Loa? Aku tidak salah dengar, kan? Aku memang belum pernah bertemu dengannya, tapi yang kutahu, Loa adalah raja para makhluk udara. Baru sekitar dua tahun yang lalu dia naik tahta karena kematian Eiclosh. Untuk apa dia ke alam ini?

    “Buat apa ikut ke Kawah Grintstav dan bergabung dengan pasukan kalau lebih takut pada Loa?” nada bicara si serak meninggi, membuat suaranya hampir hilang.

    “Kau ini bodoh, rasa takut harus dilawan. Lagipula, kalau rajanya saja di sini, pengawalnya juga pasti di sini. Daripada diam sendiri di rumah dan menunggu didatangi pengawal raja, lebih baik bergabung dengan pasukan menghajar rajanya langsung.”

    Tidak terdengar percakapan mereka lagi, suara langkahnya pun semakin jauh dan akhirnya menghilang.

    Apa Loa kemari karena ingin menjadikan alam ini sebagai wilayah milik makhluk udara? Bila itu benar, aku ingin sekali bergabung dengan saudara-saudaraku, menghimpun kekuatan mempertahankan tanah kelahiran kami. Mungkin bisa dikatakan mengantar nyawa, menghadapi Loa dan pengawalnya, tapi itu lebih baik daripada dijajah mereka.

    Tunggu, sepertinya aku ingat sesuatu. Makhluk udara yang kulihat beberapa hari lalu di Kawah Grintstav, apa dia Loa? Tidak salah lagi, pasti dia! Makhluk itu melakukan sesuatu di sana, mungkin memang ingin mengambil alam ini dimulai dari tempat keramat kami.

    “Nona kelinci?”

    Bikin kaget saja! Siapa? Louis? Bukan, suara ini milik wanita. Bagaimana mungkin aku tidak mendengar suara langkah atau mencium aromanya?

    Dan sekali lagi aku dikejutkan oleh wajah wanita yang tiba-tiba mucul di mulut goa, refleks aku melompat dan menjauh.

    Kau siapa?

    “Kau Nona Kelinci?”

    Kau bisa mendengarku?

    “Kalau kau benar Nona Kelinci, coba angkat salah satu tanganmu.”

    Jadi, kau tidak bisa mendengarku, ya?

    Aku mengikuti permintaannya, mengangkat satu kaki depanku.

    “Untunglah. Namaku Fillia, Louis memintaku kemari menghapus kutukanmu.”

    Eh? Louis? Jadi dia benar-benar menepati janjinya.

    “Keluarlah.” Wanita itu berdiri, melangkah menjauhi goa.

    Aku berlari ke mulut goa, memperhatikannya. Tentu saja tidak mau langsung meninggalkan tempat ini. Bagaimana bila ternyata dia bohong?

    Wanita itu mencabut satu dari sepasang belati yang menggantung di pinggangnya lalu mulai mengukir lingkaran sihir di lantai batu. Bentuk belati itu seperti senjata yang biasa digunakan para pembunuh profesional. Apa karena wanita itu seorang pembunuh, jadi sudah terbiasa menghilangkan hawa keberadaannya. Tidak heran aku tidak bisa menangkap suara langkah atau pun aromanya? Tapi… mustahil! Dia manusia, kan?

    “Kemarilah,” katanya setelah selesai menggambar dan kembali menggantung belati di pinggangnya. Dia memasang senyum supaya terlihat sedikit ramah.

    Meskipun tidak benar-benar yakin, tapi aku mulai mengambil langkah mendekatinya. Seluruh hidupku kini dipertaruhkan pada beberapa detik kemudian, semoga saja wanita ini benar-benar teman Louis.

    Melihatku sudah berdiri di tengah lingkaran sihir, wanita itu berlutut lalu menyentuh sisi lingkaran dengan tangannya dan mulai membaca mantra. Cahaya berpendar dari setiap garis yang terukir di lantai batu. Tubuhku terasa panas, sangat panas.

    Dia tidak ingin membakarku hidup-hidup, kan?

    Panas ini sudah tidak sanggup kutahan lagi. Aku berusaha menggerakkan kaki untuk melompat keluar lingkaran, tapi sia-sia. Tubuh ini sudah mengejang karena panas yang membakar, tidak lagi bisa mengikuti perintahku. Rasa panas semakin membuat semua indraku jadi terasa mati, suara gemuruh memenuhi pendengaranku, hidungku tidak bisa mencium apa pun, bahkan penglihatanku juga semakin gelap.

    Apa yang dilakukannya? Kumohon, aku masih ingin hidup.
    “Nona, kau sudah sadar?”

    Siapa?

    “Kau bisa mendengarku, kan?”

    Oh ya, aku habis dibakar hidup-hidup oleh wanita itu. Apa aku sekarang di tempat dewa? Itu suara dewa? Bukan, itu suara wanita yang tadi.

    “Aku tidak bisa memakaikan pakaianmu, tubuhmu sangat panas. Jadi kugunakan pakaian itu sebagai selimut.”

    Tentu saja, aku ini makhluk api. Manusia sepertimu tidak akan tahan menyentuhku. Eh, tunggu! Tubuhku panas?

    “Sukurlah, kau bisa membuka mata juga,” wanita itu berkata sambil tersenyum lega. Dia berlutut di samping tubuhku yang terbaring di atas lantai batu.

    Pupil mata wanita itu berwarna coklat, rambutnya hitam dan tidak terlalu panjang. Kulitnya berwarna cerah, bukan merah, putih, coklat, atau pun hitam, aku tidak tahu apa nama warna itu. Yang kutahu, saat ini mataku sudah bisa membedakan warna!

    Ini bukan mimpi, kan? Aku benar-benar sembuh dari kutukan! Ya, aku bisa melihat tanganku berwarna merah. Aku tidak lagi merasakan tubuhku yang tertutup rambut-rambut, telingaku juga sudah tidak panjang.

    Wanita itu memperhatikanku, seperti tahu kebingunganku. “Kau sudah kembali ke tubuhmu yang sebenarnya.”

    Ya, dia benar. Tapi… aku tidak tahu harus berkata atau melakukan apa. Sejujurnya aku sangat malu ditolong oleh manusia.

    “Tugasku di sini sudah selesai,” kata wanita itu sambil bangkit berdiri lalu berpaling dan mulai meninggalkanku.

    “Tunggu!” refleks, aku segera duduk.

    “Ada apa?” balasnya seraya memutar badan.

    Biasanya aku akan langsung menerkam manusia itu saat dalam keadaan seperti ini. Entah sudah berapa hari aku tidak makan daging, mulutku sudah sangat tidak sabar menikmati darah dan daging segar. Tapi aku berusaha menahan keinginan itu, meski aku merasakan suhu tubuhku meningkat karena kekuatan sihir yang mulai meluap, menungguku menggunakannya untuk melumpuhkan manusia itu.

    “Louis hanya memintaku menghapus kutukanmu,” wanita itu menatapku tajam dengan tangan yang telah siap mencabut belati di pinggangnya.

    Wanita itu bisa merasakan kekuatan sihirku? Oh ya, dia teman Louis dan bisa menggunakan sihir juga. Louis?

    “Di mana dia?”

    “Maksudmu Louis?” tatapan dan kesigapan wanita itu masih tidak berubah. “Apa yang mau kau lakukan padanya?”

    “Hanya ingin berterimakasih. Bila bukan karena dia, aku pasti sudah mati beberapa hari yang lalu.”

    Kali ini wajah wanita itu mengendur, tangannya juga sudah tidak menyentuh belati. “Dia ingin menyelesaikan urusannya di Kawah Grintstav.”

    Setelah mengatakannya, wanita itu segera membalik badan dan berlalu dengan langkah-langkah cepat tanpa meninggalkan suara sedikit pun. Sepertinya dia memang seorang pembunuh profesional.

    Kawah Grintstav. Apa yang dilakukannya di sana? Manusia seperti dia, ada urusan apa dengan tempat keramat kami?

    Eh? Bila aku tidak salah ingat, raja para makhluk udara juga di sana saat ini. Yang benar saja!? Tidak mungkin manusia memiliki urusan dengan makhluk seperti itu. Tapi bila itu benar, berarti Louis berada dalam bahaya. Selain harus berhadapan dengan Loa, dia juga bisa menjadi santapan saudara-saudaraku. Oh tidak, saat ini dia berada di tengah-tengah makhluk buas.

    Aku harus menolongnya! Mungkin aku bukan apa-apa bila dibandingkan dengan Loa, tapi setidaknya, aku bisa membantu dia kabur. Aku tidak ingin dia mati, setidaknya aku harus mencicipi darahnya dulu sebelum dia mati.

    Entah sudah berapa banyak waktu yang kulewatkan selama tidak sadarkan diri, tapi harapan tetap ada. Bila kugunakan mantra sihir cahaya, mungkin hanya membutuhkan beberapa menit supaya bisa sampai ke tempat dewa. Semoga saja masih sempat.

    Aku mulai mengatur napas dan berkonsentrasi mengucapkan mantra, “Greith Tyta!”

    Dalam sekejap tubuhku terasa sangat ringan. Aku bisa mengambil lompatan-lompatan jauh dalam kecepatan cahaya. Mungkin memang menguras kekuatan sihir karena aku harus mempertahankan mantra ini hingga di tempat dewa, tapi aku akan menyesal bila tidak melakukannya, karena harapan bertemu Louis jadi semakin tipis.

    Tidak tahu sudah berapa lompatan yang kuambil, akhirnya aku merasakan inti api-ku bergetar, pertanda Kawah Grintstav sudah dekat. Berada di sekitar tempat dewa sangatlah tidak menyenangkan. Kekuatan sihir yang dipancarkan kawah itu bisa mengganggu inti api-ku, terlebih lagi kawah itu sangat peka. Bila seseorang menggunakan kekuatan sihir yang sangat besar maka bisa memicu ledakan di kawah itu, dan tidak diragukan lagi bisa memadamkan inti api-ku.

    “Kalian pikir siapa kalian? Kami makhluk api tidak akan menerima perintah dari makhluk udara!”

    Mustahil! Sudah ada pertarungan? Entah sudah berapa lama berlangsung, yang kutahu pemandangan mengerikan langsung menyambut kedatanganku. Menyaksikan saudara-saudaraku tergeletak tak sadarkan diri sudah cukup memancing emosi hingga kekuatan sihirku meluap. Beberapa dari mereka ada yang masih sanggup berdiri dan mengangkat senjata, ada juga yang sudah dipenuhi luka tetapi masih memaksakan diri berjuang.

    Lawan kami hanyalah seorang makhluk udara. Tubuhnya berwarna sian, bersisik seperti reptil, dan matanya yang menyala juga berwarna sian. Meskipun dia berambut putih, tapi aku yakin bukan dia yang pernah memberi kutukan padaku. Di tangannya terhunus sebuah katana yang sangat panjang, bilah pedang itu diselimuti oleh benang-benang listrik.

    “Aku tidak memberi perintah, hanya melaksanakan tugas dari tuanku. Menjaga supaya tidak ada siapa pun yang melewati jembatan ini.”

    Jembatan yang dia maksud pasti jalan satu-satunya untuk mencapai altar di tengah kawah. Jembatan itu membentang di balik punggungnya, cukup panjang, tapi altar dewa masih bisa kulihat. Dua orang sedang berdiri di sana, sepertinya mereka sedang dalam pembicaraan serius.

    Salah satunya memegang sebuah pedang yang sangat besar, terlihat mematikan dan sangat sesuai dengan ukuran tubuhnya yang besar. Bukan hanya senjatanya yang membuatku takut, tapi juga karena aku yakin bahwa dia adalah makhluk udara yang pernah memberi kutukan padaku. Ya, dia pasti Loa, tuan yang dikatakan oleh makhluk udara di hadapanku.

    Lawan bicaranya adalah seorang manusia, badannya terlihat kecil bila dibandingkan dengan makhluk udara itu. Eh, tunggu! Manusia itu… Louis!? Jadi dia benar-benar berurusan dengan makhluk udara?

    Sang raja mengangkat pedang besarnya, siap mengayunkan benda itu. Louis hanya mengambil satu langkah mundur lalu memasang sikap siap diserang. Gempa mulai terasa di bawah kakiku. Kekuatan sihir Loa pasti memicu amukan Kawah Grintstav, secepat mungkin aku harus membawa Louis kabur dari sini.

    “Biarkan aku lewat!” teriakku, seraya memusatkan seluruh kekuatan sihir.

    Tanpa berpikir panjang, aku mengucapkan mantra sihir api. Bola api tercipta di genggaman tanganku lalu kulontarkan ke si pelayan raja yang terlihat cukup sibuk menghalau saudara-saudaraku. Di luar dugaan, dia bisa menyempatkan diri mengurusku. Dengan mudah dia membelah bola api itu menggunakan pedangnya. Bukan hanya itu saja, kekuatan tebasannya bahkan sampai menyayat kulitku meskipun tidak bersentuhan dengan pedangnya.

    Awalnya rasa nyeri hanya menyerang pundak kiriku yang terkena angin tebasannya, tapi kemudian mulai kurasakan tubuh ini mengejang. Benang-benang listrik terlihat menari-nari di seluruh permukaan tubuhku, mereka menyengatku hingga tubuh ini tidak mau menuruti perintahku. Dalam sekejap aku sudah tergeletak di lantai batu.

    Tidak adil, kenapa makhluk udara memiliki sihir yang tak terkalahkan begini. Inikah akhir hayatku? Padahal aku kemari karena ingin menolong dia. Kumohon, biarkan aku bicara dengannya sekali lagi. Dengan susah payah kukumpulkan semua tenaga yang tersisa, lalu memanggil nama Louis sekeras yang kubisa. Semoga dia mendengarnya.

    Mataku, aku sudah tidak sanggup mempertahannya tetap terbuka. Kegelapan kini memenuhi semua pandanganku. Aku tidak terima kematian yang menyedihkan begini. Seseorang… tolong aku.
    Langit-langit dari kayu yang bermandikan cahaya remang-remang menjadi pemandangan pertama bagi Strywgiglzy saat membuka mata. Wanita itu bangkit duduk, berusaha mencari tahu di mana dirinya berada. Kamar tempatnya sekarang berada dipenuhi oleh benda-benda yang mudah terbakar, sebagian besar perabotan terbuat dari kayu. Satu-satunya yang aman ia sentuh hanyalah tempatnya berbaring saat ini, sebuah meja panjang yang terbuat dari batu.

    “Aku belum mati?” katanya pada diri sendiri. Ia bersyukur, tapi juga merasa kecewa. Sampai pada detik tidak sadarkan diri, ia tetap tidak berhasil menolong manusia yang pernah menyelamatkan hidupnya. Ya, manusia itu pasti mati.

    Strywgiglzy mengingat kembali kejadian-kejadian sebelum jatuh tak sadarkan diri. Ada kejanggalan, bila memang terjadi ledakan di Kawah Grintstav, mustahil makhluk api seperti dirinya bisa bertahan hidup. Ditambah lagi serangan dari makhluk udara yang diterimanya, tanpa ada ledakan saja belum tentu nyawanya masih bisa bertahan.

    “Kamu, Nona Kelinci?”

    Selama beberapa detik tubuh makhluk api itu membeku mendengar suara yang menimbulkan kerinduan baginya. Ia menoleh, di sudut kamar tempat terdapat meja dan kursi, duduk seorang lelaki dengan sebuah buku di tangannya. Kedua tangan lelaki itu sudah tidak terikat tali sihir.

    Manusia, masih sangat muda. Strywgiglzy menduga usia lelaki itu di bawah 20 tahun. Penampilannya sedikit berbeda dengan saat terakhir kali terlihat. Bila sebelumnya lelaki itu terlihat polos dan lugu, kini tidak ada ekspresi apa pun yang terlihat di wajahnya. Matanya yang sehijau zambrud menatap Strywgiglzy hampir tanpa berkedip, pakaian yang dikenakan manusia itu bergaya anak bangsawan eropa di abad ke-15.

    “Louis?” wanita itu mengucapkannya dibarengi senyum lebar. Ingin sekali ia melompat lalu memeluk lelaki itu, tapi diurungkan niatnya karena sadar bahwa tubuh api-nya akan membakar tubuh manusia.

    Lelaki itu mengangguk samar yang mewakili kata “Ya” lalu meletakkan buku di tangannya ke atas meja.

    “Aku melihatmu berkelahi dengan makhluk udara,” dengan tergesa-gesa Strywgiglzy mulai mengungkapkan semua hal tidak masuk akal dalam benaknya, berharap Louis bisa menjelaskan. “Bagaimana kau bisa selamat? Dan bagaimana aku bisa berada di sini?”

    “Temanku yang menolong,” jawab lelaki itu, singkat dan padat.

    “Temanmu yang wanita itu, kalau tidak salah Fillia?”

    Louis menggeleng. “Yang lain.”

    Strywgiglzy diam sesaat, sadar dengan perubahan sikap Louis dari yang ia kenal sebelumnya. Terlintas dalam benaknya, mungkin Louis sedang waspada karena sebagai manusia, lelaki itu harus berhati-hati bila berhadapan dengan makhluk api. Strywgiglzy memutuskan melanjutkan pembicaraan, berharap agar Louis bisa lebih santai terhadapnya.

    “Di mana ini? Apa yang terjadi selama aku tidak sadarkan diri?”

    “Katas, desa para siluman. Selama kamu tidak sadar, para siluman merawatmu.”

    Kejutan lain kembali didapat Strywgiglzy. Ia tidak menyangka bahwa siluman mau menolongnya. Bagi makhluk api, siluman tidak jauh berbeda dengan manusia, sama-sama makanan. Meskipun bila disuruh memilih, makhluk api lebih menyukai daging dan darah manusia.

    Wanita itu menundukkan kepala. Berbagai kejadian dialaminya tanpa henti, dan semuanya membuat ia malu. Sebagai makhluk api, seharusnya ia yang terkuat bila dibandingkan dengan makhluk tanah. Tapi peran yang ia mainkan justru sebagai makhluk tak berguna sehingga harus berkali-kali ditolong oleh manusia atau pun siluman.

    Perlahan Strywgiglzy mengangkat wajahnya. “Berapa lama aku tidak sadar?”

    Masih dengan ekspresi datar, Louis kembali memberi jawaban singkat, “Hampir setengah hari.”

    Kini kesunyian mengisi kamar itu, Strywgiglzy sudah kehabisan pertanyaan. Ia hanya bisa menatap Louis yang juga memperhatikannya.

    “Boleh aku ganti bertanya?” akhirnya Louis membuka pembicaraan. Ternyata dari tadi lelaki itu menunggu giliran bertanya.

    “Tentu, boleh.”

    “Kenapa kamu ke Kawah Grintstav?”

    Mulut Strywgiglzy terbuka sesaat hendak menjawab, tapi kemudian kembali tertutup. Ia terlalu malu mengatakan tujuannya ke tempat keramat adalah menyelamatkan lelaki itu. Posisinya sebagai pemburu manusia akan membuat kenyataan itu terdengar lucu.

    “Itu-,” wanita itu hampir tidak bisa mengarang alasan. “Karena aku ingin bergabung dengan pasukan untuk membunuh Loa. Tapi dia sangat kuat, menghadapi seorang pengawalnya saja kami tak mampu. Oh ya, makhluk udara yang berkelahi denganmu, dia Loa, kan? Aku tidak menyangka kau masih hidup setelah berhadapan dengannya.”

    Untuk pertama kalinya ekspresi wajah Louis berubah. Mata lelaki itu masih memandang tajam makhluk api di hadapannya, tapi berbagai pertanyaan terlihat memenuhi pikirannya.

    “Apa yang pernah dilakukan Loa padamu?”

    “Tidak ada. A-aku bahkan belum pernah bertemu dengannya,” jawab Strywgiglzy, sedikit menundukkan kepala. Ia sadar, memang tidak adil membenci seseorang yang bahkan belum pernah ditemuinya. “Hanya saja, aku takut kalau Loa ingin menjadikan alam ini sebagai milik makhluk udara. Mereka sering melakukannya sebelum Eiclosh berkuasa. Sekarang Loa sudah menggantikan ayahnya, kami tidak bisa berharap dia akan seperti Eiclosh. Kami tidak ingin mengambil risiko.”

    “Begitu rupanya,” Louis hanya mengucapkan dua kata itu sebelum hanyut dalam diam. Ia tidak lagi menatap Strywgiglzy, pertanyaan-pertanyaan yang semula terlihat di wajahnya seakan hilang diusir oleh kesedihan.
    Kini ganti Strywgiglzy yang bingung, berusaha menebak arti wajah sedih lawan biacaranya. Ia mulai memberikan pertanyaan dan jawaban pada dirinya sendiri. Kenapa Louis jadi sedih? Apa ia sebenarnya memiliki hubungan erat dengan Loa? Meskipun sepertinya mustahil, tapi apa pun bisa terjadi. Lagipula sejak awal memang sudah banyak hal aneh seputar lelaki itu.

    “Kenapa?” perlahan Strywgiglzy bertanya, pandangannya menyelidiki lelaki di hadapannya. “Apa kau sahabat Loa?”

    Louis menggeleng, belum sempat memberi jawaban lebih detail, perhatian dua orang itu sudah teralih ke pintu kamar yang diketuk. Pintu terbuka menampilkan sosok wanita yang seperti manusia. Hanya saja wanita itu memiliki ekor yang cukup panjang, dua telinga segitiga berdiri di atas kepalanya, rambutnya pendek dan berwarna coklat. Ia mengenakan pakaian ketat bercorak totol harimau, Strywgiglzy langsung tahu bahwa makhluk itu adalah siluman. Manusia-harimau itu membungkuk hormat saat Louis melihatnya.

    “Tuan Loa, jamuan sudah siap,” si siluman memberi laporan.

    “Sampaikan pada mereka, tidak usah menungguku,” Louis menjawab.

    Meskipun terlihat enggan dan bingung, tapi wanita harimau itu tetap membungkuk menerima perintah. Lalu minta ijin mengundurkan diri sebelum kembali menutup pintu yang menyembunyikan sosoknya.

    Strywgiglzy memandang Louis tanpa berkedip, matanya terbelalak, menunjukkan ketidak percayaannya pada apa yang ia dengar. Manusia yang bisa menggunakan sihir masih bisa dipercaya. Manusia yang bersikap santai saat dijadikan budak juga masih bisa diterima. Bahkan manusia yang berurusan dengan makhluk udara pun masih bisa masuk akal sehatnya. Tapi mempercayai bahwa manusia di hadapannya adalah Loa? Bagaikan harus percaya ada makhluk api yang tidak menyukai darah segar.

    “Kau-“ dengan susah payah wanita itu hanya bisa mengucapkan satu kata tanpa bisa meneruskan.

    “Aku Loa, putra tunggal Eiclosh,” dengan baik Louis menjawab pertanyaan Strywgiglzy yang tidak terucap.

    Tanpa diinginkan dan disadari, kepala Strywgiglzy terus menggeleng tidak percaya. “Bohong. Dilihat bagaimana pun juga kau itu manusia.”

    “Sebelum mengangkat Nebesha sebagai ratu, Eiclosh sudah memiliki anak dengan manusia, ibuku.”

    “CUKUP!” teriak Strywgiglzy. Louis tidak memberi reaksi apa-apa. Lelaki itu diam, kembali pada wajahnya yang tanpa ekspresi, tidak lagi melanjutkan kisahnya.

    Tubuh Strywgiglzy bergetar hebat, kekecewaan merayapinya. Kekhawatiran dan semua usahanya menyelamatkan Louis terancam menjadi tindakan sia-sia. Orang yang selama ini ia pikirkan, berusaha dilindungi dengan mempertaruhkan nyawa, ternyata makhluk yang paling ditakuti oleh semua jenis makhluk hidup di jagat raya. Jadi apa gunanya ia mempertaruhkan nyawa?

    Kekecewaan membakar emosi Strywgiglzy. Wanita itu mengumpulkan kekuatan sihir di tangannya dan menciptakan bola api. Bersama dengan emosi tak tertahan, ia berteriak dan melemparkan bola itu ke lelaki yang duduk tanpa bergerak sedikit pun.

    Louis masih diam, seolah-olah bermaksud membiarkan dirinya dihantam api. Tapi ternyata tidak demikian. Belum menyentuh target, bola itu sudah menghantam dinding tak kasat mata lalu menghilang, menyisakan kerlap-kerlip rune berwarna hijau yang membentuk dinding tadi. Kemampuan sihir yang jelas malampaui batas manusia normal.

    Tubuh Strywgiglzy terasa lemas, kini tak ada alasan baginya untuk tidak percaya. “Tidak. Kau pasti becanda,” ia berkata setengah melamun. “Aku melihat sendiri tanganmu terikat seperti budak, pemburu itu menjadikanmu sebagai pelayan. Kau bahkan-”

    Strywgiglzy tidak meneruskan kalimatnya, terlintas sebuah gagasan di benaknya. Saat ia berkata lagi, senyum pahit menemani kalimat yang diucapkan. “Aku tahu. Kau sengaja melakukannya, berpura-pura menjadi manusia, mengarang nama lalu menyusup di antara kami. Kau pasti tertawa melihat tingkah kami, makhluk-makhluk lemah yang ketakutan pada kaummu.”

    “Aku tidak mengarang nama. Louis adalah nama yang diberikan ibuku, aku lebih suka dipanggil dengan nama itu. Semua yang kukatakan padamu juga bukan kebohongan. Aku benar-benar tersesat, tidak ada pilihan selain menjadi pelayan wanita itu supaya ia menunjukkan tempat yang kucari.”

    Seperti dirasuki setan, makhluk api itu tertawa. “Tersesat? Kau raja dari kaum yang paling berkuasa di seluruh alam. Kau pikir aku akan percaya?”

    “Apa seorang raja berarti tidak bisa tersesat?”

    Alasan tersesat memang terdengar konyol. Tapi seperti biasa, kalimat yang diucapkan Louis selalu menyentuh di titik yang tepat. Sebagai seorang yang mungkin belum pernah datang ke alam ini, wajar bila lelaki itu tidak tahu arah.

    “Sebagai raja kau bisa menyuruh segudang pelayan mencari tempat yang kau tuju. Untuk apa turun tangan sendiri?”

    “Mengutus banyak pelayan dan membuat kalian takut?”

    Sekali lagi Strywgiglzy tidak bisa menjawab pertanyaan Louis. Kehadiran makhluk udara memang selalu membuat resah kaum lain. Selain berkekuatan sihir tinggi, makhluk udara memiliki kegemaran yang menakutkan, yaitu berperang dan merebut wilayah kaum lain. Keresahan itu semakin menjadi saat kabar kematian Eiclosh tersebar, tidak ada yang ingin kembali ke masa-masa suram saat berperang melawan kaum terkuat.

    “Aku kemari untuk mengejar seseorang yang mencuri benda penting,” setelah menunggu beberapa saat agar Strywgiglzy bisa berpikir jernih, Louis mulai menjelaskan. “Sangat jarang yang mau menerima kedatangan makhluk udara dengan tangan terbuka, jadi aku memutuskan mengejar sendiri orang itu. Kalian akan memperlakukanku seperti manusia.”

    “Tapi kau tetap membawa pelayan, bahkan dia hampir membunuhku,” suara Strywgiglzy terdengar sinis.

    “Ia temanku, dan ia yang menyelamatkanmu dari amukan Kawah Grintstav.”

    Lagi, kenyataan aneh harus diterima Strywgiglzy. Setelah diri dan saudara-saudaranya dilukai oleh si pelayan, kini ia dipaksa percaya bahwa pelayan itu adalah sang penolong. Pikiran wanita itu semakin lelah, kenyataan terbalik apa lagi yang harus diterima setelah ini.

    “Dia bilang tuannya memberi perintah supaya mencegah siapa pun melewati jembatan, kau masih berkata dia temanmu? Bila yang kau maksud menyelamatkan berarti melukai, ya, pelayanmu telah melaksanakan tugas itu dengan sangat baik. Aku hampir mati karenanya, mungkin beberapa saudaraku sudah ada yang terbunuh.”

    “Ia temanku,” suara Louis terdengar tenang tetapi tegas. “Aku tidak pernah memandangnya sebagai pelayan atau yang sejenis itu. Ia terpaksa melakukannya, melumpuhkan kalian yang berkeras mau melewati jembatan.”

    “Kau tidak punya hak melarang kami ke tempat dewa. Kami juga tidak akan menyerangmu. Kalau pun sampai altar, yang kami lakukan adalah menyerang makhluk udara itu karena kami tidak tahu Loa berwujud manusia. Makhluk udara itu musuhmu, kan? Bukannya kami malah membantumu?”

    Louis menggeleng. “Aku hanya melakukan hal yang ingin kulakukan, termasuk melarang kalian ke altar. Lagipula aku tidak perlu bantuan, kekuatanku sendiri sudah cukup untuk membereskannya.”

    Meskipun jawaban Louis terdengar angkuh, tapi bisa membuat Strywgiglzy tersentak karena menyadari sesuatu. Ia ingat waktu pertarungan antara Louis dengan makhluk udara itu dimulai. Kawah Grintstav ikut mengamuk. Apa Louis bermaksud menjauhkan para makhluk api dari kawah? Mungkinkah lelaki itu sadar bila melepaskan kekuatan sihir yang besar maka bisa membuat ledakan di Kawah Grintstav?

    Segaris senyum samar terbentuk di wajah Strywgiglzy. Ya, seperti sebelum-sebelumnya. Louis tipe orang yang tidak mau mengakui bahwa dirinya sudah berbuat baik.

    Keheningan sesaat mengisi di antara dua orang itu sebelum Strywgiglzy mulai bertanya, kali ini kebencian sudah tidak terdengar dari suaranya.

    “Apa temanmu juga menolong saudara-saudaraku? Bagaimana dia melakukannya?”

    “Ia membuat pelindung sihir yang menahan api dari kawah. Ia juga mengatakan bahwa kamu memanggil namaku sebelum jatuh tak sadarkan diri, jadi ia membawamu kemari.”
    Kenyataan memang berlawanan dari yang dipikirkan Strywgiglzy di awal-awal, tapi semua hal tidak masuk akal jadi terjawab.

    “Terimakasih,” gumam Strywgiglzy, setelah memakan waktu cukup lama bergelut dengan pikirannya sendiri. “Kau benar-benar tipe orang yang tak bisa berumur panjang, selalu memperhatikan keselamatan orang lain meskipun orang itu musuhmu. Padahal aku ke sana karena ingin membunuh Loa, tapi kau malah memerintahkan pelayanmu melindungi kami.”

    “Ia temanku.”

    “Oh, ya, temanmu.”

    “Aku tidak tahu kalau kalian ingin membunuhku. Yang terpikir olehku, kalian datang karena aku mengusik tempat suci kalian.”

    “Meskipun begitu kau tetap menjaga keselamatan kami. Sifatmu sangat tidak cocok dengan kedudukanmu sebagai raja. Terlebih lagi, sangat banyak makhluk yang ingin mencabut nyawamu. Kau harus hati-hati bila ingin berumur panjang.”

    Louis tersenyum. “Kamu tahu berapa usiaku?”

    “16 tahun?” tebak Strywgiglzy. “Atau 19 tahun?”

    Lelaki itu menggeleng. “Bahkan angka yang kamu sebutkan tidak mencapai sepersepuluh dari usiaku. Tubuh ini memang terlihat seperti manusia, tapi aku tidak seutuhnya manusia.”

    Strywgiglzy diam, pikirannya menggali ingatan tentang makhluk udara. Menurut kabar angin, karena kekuatan sihir yang besar, makhluk udara tidak pernah mati karena usia tua atau pun penyakit. Ya, sepanjang pengetahuan Strywgiglzy juga demikian, makhluk udara hanya akan mati bila dibunuh. Itulah alasan kenapa kaum terkuat di jagat raya itu menyukai pertarungan dan memperluas wilayah.

    Louis bangkit berdiri. “Mau ikut ke tempat perjamuan? Kamu pasti lapar.”

    “Untuk apa ke sana? Makananku sudah ada di sini,” jawab Strywgiglzy, matanya memperhatikan lelaki di hadapannya dengan tatapan lapar.

    “Aku tidak suka digigit.”

    “Oh, tapi aku suka menggigit. Kau mungkin tidak sepenuhnya manusia, tapi penciumanku tidak bisa dibohongi. Dagingmu pasti sangat enak.”

    “Kamu yakin bisa melakukannya?”

    “Tidak,” jawab Strywgiglzy mantap. “Tapi aku yakin kau tidak akan membunuhku meski aku adalah ancaman. Kau terlalu baik, aku hanya perlu menunggumu lengah.”

    “Ya, ya. Tunggulah sesukamu,” balas Louis seraya melangkahkan kaki ke pintu. “Aku lapar.”

    “Kau tidak takut?”

    “Bila kamu berhasil menemukan kesempatan itu, berarti dagingku memang hak-mu.” Dengan santai Louis membuka pintu lalu meninggalkan ruangan itu.

    Strywgiglzy menghela napas. “Benar-benar orang yang tidak peduli keselamatannya sendiri,” wanita itu membatin. “Mungkin saat ini aku tidak menemukan kesempatan itu. Tapi di lain waktu, saat kita bertemu lagi, kesempatan itu pasti ada.”
     
    Last edited: Jun 10, 2016
  7. temtembubu M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2010
    Messages:
    598
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +1,934 / -3
    Hitam

    Title: Hitam
    Genre: Slice of Life


    Satu per satu titik air jatuh di balik kaca jendela, menciptakan melodi hujan yang menenangkan jiwa. Apa pun yang terjadi aku tidak pernah membenci hujan, yang kubenci adalah situasi. Biasanya di waktu ini aku sudah dalam perjalanan pulang, berdiri berdesak-desakkan di dalam bus kota yang penuh dengan bau tak sedap. Tapi kali ini karena tidak membawa payung, aku terpaksa menunggu hujan reda di sebuah kafe.

    Untungnya aku tidak sendiri. Seorang lelaki datang dan meletakkan secangkir kopi di meja. Warna hitam kopinya sangat mencolok bila dibanding dengan kemeja putih yang dia kenakan.

    "Black Coffee," dia menjawab sebelum aku sempat bertanya jenis kopinya.

    Kami sama-sama korban dari situasi, menghindari titik-titik air di luar yang turun dengan deras. Setidaknya alasan itu yang dia katakan sebelum menemaniku di kafe ini.
    Suasana damai yang entah kenapa membuatku sedikit gugup. Kencan? Sepertinya bukan. Aku yakin dia sama sepertiku, hanya memikirkan kapan hujan reda. Dia meneguk kopinya setelah aku menyesap susu hangat milikku.

    “Suka Black Coffe?” Aku tidak menyangka dia bisa menegak minuman pahit itu dengan nikmat. “Bisa membuatmu tidak tidur nanti malam.”

    “Hanya suka warnanya.”

    “Apa hubungannya? Warna tidak menunjukkan rasa atau kasiat.”

    Dia meletakkan cangkir kopinya. “Apa yang kau pikirkan bila mendengar kata ‘hitam’?”

    Aku sama sekali tidak menduga dia akan balik bertanya. Apa dia selalu memilih makanan atau minuman berdasarkan warna?

    “Entah. Mungkin salah satu jenis warna. Kau sendiri? Apa yang kau pikirkan?”

    “Banyak.”

    Jawaban singkat-jelas-padat-tidak memuaskan.

    “Berapa banyak? Contohnya?”

    “Aku bisa menyebutkan tiga.” Dia meneguk kopi lagi lalu meletakkan cangkirnya yang hampir kosong.

    “Pertama?”

    Kedua matanya menatapku lekat seakan pandangannya terkunci pada wajahku. “Hitam adalah warna yang bisa mengungkapkan keindahan.”

    Dia diam sesaat, membiarkan raut wajahku berubah menagih penjelasan.

    “Seperti yang kulihat sekarang.” Dia memasang senyum. “Wajahmu terlihat menarik di antara rambut hitam yang panjang.”

    Saat mengerti maksudnya, aku segera menatap susu di depanku, berharap supaya wajahku tidak tersipu. Sepertinya berhasil, aku tidak merasakan wajahku panas.

    Dasar laki-laki! Selalu mengatakan rayuan gombal bila ada kesempatan. Dia pasti senang melihatku salah tingkat, dan di akhir dia akan menertawakanku.

    “Yang kedua?” aku meliriknya dan menyiapkan diri menghadapi rayuan gombal berikutnya.

    Masih menatapku lekat, “Yang kedua, hitam berarti pikiran negatif atau jahat. Biasanya manusia lebih bisa menerima hal-hal negatif meski sebenarnya yang positif mengungkapkan kebenaran.”

    Entah dia bisa membaca pikiranku atau tidak, tapi aku benar-benar merasa bahwa kalimat itu tepat sasaran. Di saat aku mulai menepis rayuannya dengan pikiran negatif, tiba-tiba saja dia mengatakan sesuatu tentang pikiran jahat dan kebenaran.

    Kembali kutatap susu di cangkir. Kali ini bukan karena tersipu, tapi karena merasa bersalah. Dia tidak melakukan sesuatu yang jahat padaku, kenapa aku malah menghinanya. Aku belum berani menanyakan yang ketiga. Mungkin lebih baik menjadi misteri daripada pikiranku semakin kacau.

    “Yang ketiga,” suaranya terdengar tanpa kuminta.

    Aku menarik napas dalam-dalam, menyiapkan batin untuk yang selanjutnya.

    “Hitam juga bisa berarti sesuatu yang belum terungkap, misteri. Biasanya manusia lebih suka membiarkan sesuatu tidak terungkap daripada menghadapinya.”

    Suara tawa lepasku tiba-tiba menutupi melodi air hujan. Dia benar-benar mengalahkanku, tapi aku senang dengan kekalahan ini. Kali ini kutatap dia tanpa ragu, bahkan perasaan gugup pun tiba-tiba hilang. Dia memasang senyum menggoda yang bagiku sangat menarik.

    “Jadi?” katanya “Apa yang kau pikirkan bila mendengar kata ‘hitam’?”

    Sekarang aku bisa menjawabnya. “Hitam adalah warna yang menjadi pasangan warna putih.”
     
  8. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,818
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    check, sudah terbuka belum ya :???:

    edit :

    reopen by TS req :siul:
     
    • Thanks Thanks x 1
  9. temtembubu M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2010
    Messages:
    598
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +1,934 / -3
    Title: Deja Vu
    Genre: SoL, Fantasy

    “Seperti pernah mengalami.”

    “Deja vu?”

    Kata yang menarik perhatian, membuat Ellie menoleh dan memperhatikan dua gadis sedang berdiri di antara rak buku. Sebenarnya bukan fenomena deja vu yang membuat Ellie tertarik, tapi setiap kali ada orang mengalaminya maka Ellie akan menemukan sahabat-sahabat kecilnya di sekitar orang itu.

    Gadis liliput bersayap, mereka terlihat memancarkan cahaya seperti bintang di malam hari. Orang-orang menyebut mereka sebagai peri, makhluk itulah sahabat kecil Ellie. Peri memang selalu dikatakan hanya muncul di dunia dongeng, meski sebenarnya mereka juga ada di kehidupan nyata. Mereka memiliki peran yang sangat penting, selalu menolong manusia tanpa mengharapkan balasan.

    “Deja vu,” Ellie membatin. “Fenomena yang pasti pernah dialami setiap manusia, tapi mereka tidak tahu sebabnya. Bila bukan karena waktu itu, aku juga tidak akan tahu jawabannya.”

    ***

    “Yggdrasil?” ujar Ellie mengulang perkataan Michael, kekasihnya.

    Mendengar nama-nama aneh terucap dari mulut Michael sudah hal biasa bagi Ellie. Wanita itu tahu, Michael memiliki kemampuan di luar manusia normal, atau orang awam akan menyebutnya penyihir.

    Michael mengangguk. “Pohon dunia. Konon pohon itu adalah pusat kehidupan. Yah, sebenarnya memang bisa dikatakan begitu. Mau melihatnya?”

    “Tentu!”

    Saat itu Ellie belum bisa melihat peri. Ia hanya tahu, setelah memberi jawaban, Michael berbicara sendiri kemudian pemandangan di sekitar mereka berubah.

    Awalnya, Ellie tidak pernah percaya tentang keberadaan sihir atau makhluk-makhluk negeri dongeng. Tapi seiring bergulirnya waktu, Michael berhasil membuktikan bahwa dongeng yang beredar di masyarakat memang didasari oleh kejadian nyata.

    Sekarang Ellie berada dalam sebuah goa, bukan tempat gelap dan mengerikan melainkan tempat yang terang dan indah. Dinding goa itu seperti terbuat dari kristal beraneka warna, jalan tempat kaki Ellie berpijak diselimuti oleh rumput hijau yang subur dengan kunang-kunang terbang menari-nari di atasnya. Meskipun seperti di dalam goa, tapi Ellie dapat merasakan hembusan angin sejuk menerpa wajahnya.

    “Apa yang kau lihat?” tanya Michael.

    “Eh?” kekagumannya pada keindahan tempat itu membuat Ellie hampir melupakan kehadiran Michael. Gadis itu menoleh lalu menjawab, “Kristal berwarna-warni, rumput, dan kunang-kunang.”

    “Kunang-kunang? Coba perhatikan lagi.”

    Ellie menuruti perkataan Michael. Makhluk bercahaya itu memang terlalu besar bila dikatakan sebagai kunang-kunang, tapi makhluk apa yang bercahaya dan suka terbang mengitari rumput? Dengan seksama Ellie berusaha melihat makhluk yang menjadi inti dari cahaya itu. Ia terkejut saat berhasil mengenalinya.

    “Tempat ini penuh dengan sihir,” jelas Michael. “Hanya orang-orang dengan hati bersih yang bisa melihat penghuni tempat ini. Itu bukan kunang-kunang, tapi peri, penghuni tempat ini.”

    Seekor peri terbang menghampiri mereka.

    “Selamat datang, Tuan Michael dan…” mata wanita mungil itu bertanya-tanya saat melihat Ellie.

    “Panggil saja aku Ellie.”

    “Oh, kau bisa melihatku?” si peri tersenyum. “Pantas saja Tuan Michael mengajakmu, manusia yang bersih hatinya pasti selalu diterima di sini. Elain pasti senang menerimamu.”

    “Elain?”

    “Penjaga Yggdrasil,” jawab Michael. “Ayo, akan kukenalkan kau padanya.”

    Dua orang itu berjalan semakin memasuki goa. Para peri yang mereka temui pun tersenyum seraya melambaikan tangan memberi salam. Peri-peri terlihat semakin banyak di bagian dalam goa, sampai akhirnya mereka tiba di tempat di mana tumbuh sebuah pohon raksasa.

    “Jadi, ini Yggdrasil?” pikir Ellie sambil mengamati pohon raksasa di hadapannya. Pohon yang luar biasa, hanya dengan berdiri di dekatnya saja sudah bisa membuat Ellie merasa senang dan bersemangat hingga berpikir bisa melakukan apa pun.

    “Nona Ellie?”

    Ellie tersentak lalu menoleh. Mendapati seekor peri yang memang terlihat berbeda dari yang lain. Makhluk itu memancarkan cahaya hijau, berambut panjang yang juga berwarna hijau. Senyum manis selalu menghiasi wajahnya.

    “Aku Elain,” kata peri itu. “Senang berkenalan denganmu.”

    “Eh ya, aku Ellie.” Ingin sekali Ellie mengulurkan tangan untuk bersalaman sebagai tanda perkenalan, tapi ia mengurungkan niatnya. Sadar bahwa tidak mungkin menjabat tangan makhluk mungil yang bahkan lebih kecil daripada telapak tangannya.

    “Kau menyukai Yggdrasil?”

    “Ya,” ujar Ellie, matanya menyusuri pohon raksasa itu. “Pohon ini seperti memberikan semangat untukku, apa karena itu jadi disebut sebagai sumber kehidupan?”

    “Itu salah satu alasannya,” jawab Elain. “Yggdrasil adalah sumber kehidupan kami, para peri. Kami tidak seperti manusia yang membutuhkan makanan untuk hidup. Yang kami butuhkan adalah semangat dan kebahagiaan. Dua perasaan itu bisa kami dapatkan dari Yggdrasil.

    “Tapi, Yggdrasil bukanlah pohon yang benar-benar abadi. Ia bisa mati. Bila hawa negatif di dunia sangat pekat, maka Yggdrasil akan sulit tumbuh dan akhirnya mati.”

    “Hawa negatif? Maksudmu kejahatan?”

    “Ya. Dan bukan hanya itu, keputusasaan, ketakutan, serta semua perasaan yang membuat hati menjadi tidak nyaman, akan menimbulkan hawa negatif.”

    Untuk sesaat Ellie merenungkan jawaban Elain. Padahal setiap manusia pasti pernah melakukan kejahatan, merasa putus asa, takut, dan sebagainya. Ia jadi merasa bersalah, tindakan yang dirasa Ellie hanya berdampak ke dirinya sendiri, ternyata juga berpengaruh pada sumber kehidupan dari makhluk mungil yang cantik ini.

    “Semua manusia memiliki sifat dasar untuk berbuat jahat dan baik,” lanjut Elain. “Sayangnya ada makhluk yang memanfaatkan sifat jahat manusia. Mereka senang melihat manusia melakukan kejahatan, atau bila melihat manusia menderita. Kami menyebut makhluk itu Satyr, setan kecil.

    “Mereka bermulut manis, pandai menghasut dan bertampang seram. Tidak sedikit manusia yang takut bila melihatnya,” Elain mendesah lesu. “Sihir yang kami miliki memang tidak bisa menghalangi manusia dari hasutan Satyr, tapi setidaknya kami bisa mecegah manusia merasa takut dengan menghapus ingatan mereka yang pernah melihat Satyr.”

    “Menghapus ingatan? Maksudmu membuat manusia melupakan seperti apa wujud Satyr?”

    “Iya. Kau pernah mengalami atau mendengar deja vu?”

    Ellie mengangguk sambil memutar ingatannya.

    “Kami yang melakukannya. Saat tiba-tiba Satyr menunjukkan dirinya ke seorang manusia, kami mengusir mereka lalu menghapus sebagian ingatan dari manusia itu dengan cara memutar kembali ingatannya ke waktu di mana ia belum melihat Satyr.”

    “Pasti tugas yang sangat melelahkan,” kata Ellie seraya merenung. “Seandainya kami para manusia, sedikit lebih berani, pasti kalian tidak perlu bersusah payah memperhatikan kami.”

    Elain tertawa kecil. “Tidak usah merasa bersalah begitu. Setiap makhluk hidup memiliki perannya masing-masing, dan peran kami adalah menjadi pelindung kalian.”

    “Terimakasih,” kata Ellie dan dibalas senyum manis oleh Elain.

    “Dan...” Ellie melirik Michael yang sedang duduk di kaki Yggdrasil, lelaki itu juga membalas pandangan Ellie lalu tersenyum. “Untukmu juga, terimakasih.”

    ***

    Ellie memalingkan pandangannya dari dua gadis tadi, lalu mengambil sebuah buku. Melihat-lihat buku itu seperti seolah-olah tertarik, meski sebenarnya pikirannya masih mengarah pada kenangan kunjungannya ke Yggdrasil.

    Semenjak saat itu Ellie jadi bisa melihat peri, dan sejak saat itu juga Ellie membulatkan tekat untuk belajar berani dan melawan rasa takut. Mungkin memang terdengar lucu. Ia hanya seorang manusia yang berusaha sendirian untuk meringankan beban para peri, tapi bila tidak memulainya dari diri sendiri lantas harus memulai dari mana?
     
  10. temtembubu M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2010
    Messages:
    598
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +1,934 / -3
    Title: Hewan Penjaga
    GenreL Slice of Life


    Dear Diary,

    masih ingatkah kau bahwa aku sangat takut dikejar anjing? Dan dulu aku pernah diberi tips oleh temanku yang sekaligus tetangga, bahwa 'kalau ga lari, anjing ga bakalan ngejar'? Ya, yang mengucapkan itu memang bisa dibilang pakarnya hewan penjaga itu. Dia memelihara anjing sampai dua ekor, yang satu berwarna coklat dan satu lagi hitam besar, galak pula (entah betul-betul besar atau karena tubuhku yang masih kecil).

    Pokoknya, hari ini aku mendapat kenangan dan sekaligus kesempatan untuk membuktikan kalimat itu. Ternyata dia memang benar. Sepulang sekolah tadi, Ria mengajakku bermain ke rumahnya. Sebenarnya aku cukup malas, tapi karena dia terus-menerus meminta disertai dengan hasutan-hasutan maut jadi akhirnya aku pun terlena dan menurutinya.

    Setelah turun dari angkutan umum, kami pun harus berolah raga sedikit. Di bawah siraman sinar matahari siang, kami yang memakai seragam merah putih berjalan kaki di komplek perumahan. Sesekali tangan kami jail memetik bunga atau daun-daun di depan rumah yang penghuninya tidak terlihat, entah tengah pergi atau tidur. Lalu menganalisa bunga itu bagai peneliti handal hahaha....

    Singkat cerita, olah raga siang itu memang cukup menyenangkan, sampai akhirnya kami menjumpai sebuah rumah yang pintu pagar garasinya terbuka lebar. Seorang laki-laki muda tengah mencuci mobilnya. Dan tidak jauh dari lelaki itu berkeliaranlah si hewan penjaga berkaki empat. Hewan itu terlihat tidak diikat, bebas lari ke mana saja.

    Serentak aku dan Ria berhenti.

    "Gede banget," kata Ria. "Mana gue takut anjing lagi."

    "Ada jalan laen ga?" tanyaku.

    "Ada tapi jauh trus harus muter. Gimana nih? Apa kita muter aja, ya?"

    Yah, bila memang harus mengambil jalan memutar rasanya cukup malas juga. Siang ini memang cerah, jalan-jalan juga menyenangkan. Tapi kalau harus lama-lama kena sinar matahari bisa bikin badan kering kayak ikan asin, dong. Untungnya, aku yang mempunyai ingatan tajam ini, langsung teringat pada nasihat dari si pakar.

    "Tenang," kataku dengan penuh percaya diri mengikuti gaya si pakar. "Kalau ga lari, anjing ga bakalan ngejar."

    Gayaku memang kurang meyakinkan, sih. Tapi setelah menghasut dengan beberapa kalimat tambahan, akhirnya Ria mau juga mencoba melewati rumah itu. Dengan gerakan super hati-hati dan langkah tanpa suara seperti ninja, kami mulai menyeberangi garasi.

    Ternyata... tepat saat kami sudah melewati garasi, anjing itu menggonggong. Reflek kami menoleh, dan hewan penjaga itu tengah menghampiri kami dengan langkah-langkah super cepat. Singkat cerita, kami pun lari sekencang mungkin sambil memadukan suara 'aaaaaaaaaaaa' di siang bolong. Untungnya anjing itu berhenti mengejar saat kami telah melewati depan gang.

    Di tengah napas yang memburu dan panasnya siang hari, aku terpaksa harus mendengar ocehan Ria. Bukan cuma ocehannya saja, tapi aku juga sempat menyesal karena terlalu percaya pada si pakar.

    Siang pun akhirnya berlalu dengan damai bila mengesampingkan aku dan Ria yang di kejar anjing. Tiba sore hari, aku sudah mulai berjalan pulang ke rumah. Saat tengah berjalan kaki di komplek perumahan rumahku, aku bertemu dengan seseorang yang seharusnya bertanggung jawab penuh atas dikejarnya diriku siang ini oleh anjing, ya, dia adalah si 'pakar'.

    Dengan memburu seperti senapan mesin, aku langsung protes. "To, lu bohongin gue, ya? Lu bilang kalo ga lari, anjing ga bakalan ngejar. Tadi gw ketemu anjing, uda ga lari, tetep aja dikejar."

    Eh, dia malah balik bertanya. "Hah? Lah waktu ngejar lu, tuh anjing lari kagak?"

    Bagaikan mendengar petir di siang bolong. Suaranya cetar membahana. 'kalo ga lari, anjing ga bakalan ngejar' Ternyata memang tak ada yang salah dari kalimat itu. Semua anjing pasti akan lari bila mengejar.
     
  11. frick M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    May 1, 2008
    Messages:
    3,641
    Trophy Points:
    177
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +2,734 / -0
    ^keknya pernah baca sebelumnya
     
    • Like Like x 1
  12. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    untungnya ga pernah dikejar anjing lagi lari saya:malu1:
     
    • Like Like x 1
  13. temtembubu M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2010
    Messages:
    598
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +1,934 / -3
    :ngupil:saya jg ngerasa pernah posting, tp pas dicari di trit ini ga ada hahaha.... entah posting dmn

    nda pernah dikejar anjing lagi lari, pernah nya ngejar anjing sambil lari ya :XD:
     
    • Like Like x 1
  14. frick M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    May 1, 2008
    Messages:
    3,641
    Trophy Points:
    177
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +2,734 / -0
    Masa kamu digituin merpati98merpati98 , kalo aku digituin pasti aku beli novelnya trus dicabe di idws :ngacir:
     
  15. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    frickfrick
    ha?:???:

    ---

    saya pernahnya ditinggal temen yg milih muter pas ketemu anjing:sedih1 (di balik gerbang padahal)
     
  16. frick M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    May 1, 2008
    Messages:
    3,641
    Trophy Points:
    177
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +2,734 / -0
    *cuma mau ngomporin tapi gagal :ngacir:
     
  17. temtembubu M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2010
    Messages:
    598
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +1,934 / -3
    Title: Memoria - At least You are Here
    Genre: SoL, fantasy

    "Nyawa manusia adalah benda paling berharga di dunia ini, karena tidak bisa digantikan oleh apapun."
    Benarkah demikian? Ingin sekali aku percaya, tapi pengalaman hidupku menunjukkan sebaliknya. Aku hidup di mana, kaum manusia terbagi manjadi dua golongan, Terbuang dan Terpilih. Di mana kedua golongan itu saling berlomba-lomba menghabisi golongan yang satu dan lainnya.

    Kenapa manusia bisa begitu? Jawabannya ada pada kejadian tujuh tahun yang lalu. Di saat manusia terancam punah. Bencana besar terjadi di bumi, kami mengatakannya sebagai kiamat. Gempa besar menerjang hampir di setiap bagian bumi, meretakkan tanah, menenggelamkan dan memunculkan daratan. Tsunami terjadi di mana-mana, menyapu semua jenis makluk hidup tanpa memandang jenis dan kedudukan.

    Untungnya, para ilmuwan sudah meramalkan kejadian itu. Ya, 'untung', kata itu hanya cocok bagi manusia yang beruntung. Untuk mencegah kepunahan manusia, mereka membuat bangunan anti bencana menampung perbekalan dan orang-orang terpilih. Terpilih karena keahlian, kemampuan, kepandaian, dan apa pun jenis ukuran selain melihat hatinya. Karena hati manusia jelas tidak bisa diukur dengan rumus-rumus hitungan apa pun.

    Tak sampai seperempat penduduk bumi di luar bangunan perlindungan yang berhasil selamat, aku termasuk salah satu di antaranya. Kami sangat menaruh harapan pada orang-orang terpilih untuk menuntun.

    Setelah bencana selesai, orang-orang terpilih segera melaksanakan tugas, membentuk pemerintahan dan memulihkan bumi supaya layak huni. Setidaknya bagi mereka. Sayangnya, status terpilih membuat mereka merasa spesial. Mereka merasa lebih berhak menggunakan sisa sumber daya dan perbekalan daripada orang-orang yang tidak terpilih.

    Tiga tahun setelah bencana, keributan pun terjadi. Orang-orang yang tidak terpilih merasa diperlakukan dengan tidak adil. Akhirnya, satu tahun setelahnya, dengan dalih perbekalan tidak cukup memenuhi kebutuhan semua manusia, pemerintah memutuskan menghabisi orang-orang yang tidak terpilih. Seperti menukar nyawa dengan keberuntungan seumur hidup, kini kami harus hidup dalam teror.

    Sup hangat dan api unggun adalah cara terbaik melawan hawa dingin malam yang semakin menusuk kulit. Setelah menelan seteguk sup dari batok kelapa, Karin melihat pemuda di seberang. Itu terus yang dilakukan sampai tak sadar sup di tangannya habis. Perhatiannya benar-benar tersita pada sesuatu yang sangat spesial. Karena tampan? Setiap orang akan terlihat sangat menarik bila hatimu sudah menjatuhkan pilihan untuknya.

    Banyak orang yang ikut duduk mengelilingi api unggun, obrolan seru tengah terjadi di antara mereka, tapi Karin terlihat tidak hanyut dalam suasana itu. Perlahan, dengan pandangan mata masih tertuju ke seberang api unggun, Karin mulai menegak sup dari batok kelapa yang ternyata sudah kosong. Belum benar-benar menyentuh bibir, seseorang menyenggol lengannya.

    “Albert?”

    Laki-laki kekar dengan potongan rambut cepak ala tentara duduk di sebelahnya. “Jangan cuma dilihat, ajak ngobrol juga.”

    Karin tertunduk, takut kalau-kalau pemuda di seberang tak sengaja melihat kemari. “Aku tak tahu topik yang dia suka.”

    Albert bergumam, “Apa kupanggil saja?”

    “Ja-jangan!” Karin memang sangat ingin bicara langsung dengan pemuda itu, tapi rasa grogi membuat batinnya tidak pernah siap memulai.

    “Kelly!” teriak Albert, tak peduli dengan larangan Karin. Siap atau tidak, dirinya akan membawa pemuda itu kemari.

    Dalam hati, Karin berteriak keras-keras, “ALBERT BODOH!”

    Pemuda yang dimaksud pun datang menjawab isyarat tangan Albert.

    “Tidur dimana nanti?” tanya Albert.

    “Tempat tadi, dekat pantai.”

    “Tempat terbuka begitu? Tak takut kedinginan? Kalau mau, kau bisa menginap di rumah kami,” saran Albert. “Rumah Karin masih ada tempat.”

    Karin menahan napas, jantungnya kini berdegup lebih cepat, tahu perhatian pemuda itu kini mengarah pada dirinya.

    “Nanti kutanya adikku. Kejadian tadi siang masih membuat dia takut kembali ke desa.”

    “Oh ya!” akhirnya Karin menemukan kesempatan. “Kenapa adikmu tidak ikut kesini? Dia… Melly?”

    “Iya, Melly. Dia trauma dengan acara kumpul-kumpul di tempat terbuka begini. Waktu masih di Timur, kami pernah datang ke acara yang seperti ini. Tiba-tiba tentara pemerintah datang, membunuh orang-orang. Tak ada peringatan, jadi hampir semua orang di sana mati di depan matanya.”

    Kedatangan tentara tiba-tiba dan pembantaian masal memang sering terjadi. Karin, sebagai bagian dari Terbuang juga berkali-kali mengalami. Tapi, meski sudah sering melihat atau mendengar pembantaian, sebagai manusia berhati, tetap saja batinnya tidak biasa. Rasa sedih dan simpati selalu datang dan menyakiti hatinya. Apa para tentara itu tidak merasakan perasaan simpati yang sama saat membunuh orang-orang?

    “Kasihan, masih kecil sudah harus melihat yang begitu. Tapi mestinya tak usah khawatir, di sini kami ada giliran mengawasi. Jadi kalau ada tentara yang mendekat bisa langsung ketahuan.”

    Kelly mengangguk, sudah tahu dari sejak tiba di desa ini.

    “Kau katakan itu juga ke adikmu?”

    “Dia sudah tahu, untuk apa diberi tahu lagi?”

    “Dasar laki-laki!” gumam Karin, terang-terangan. “Kau mestinya coba bicara dari hati ke hati dengannya. Meski dia sudah tahu, tapi kalau kau yang mengatakannya langsung, rasanya pasti akan beda. Karena kau orang satu-satunya yang paling dia percaya.”

    “Oh…” ucap Kelly dengan ekspresi datar yang berarti tidak mengerti.

    Karin menghela napas seraya menggeleng. Tak sengaja matanya menyapu sekeliling, mendapati Albert sudah tidak ada di dekat mereka. Jantung Karin kembali mengetuk-ngetuk dadanya dengan cepat, sadar dirinya hanya berdua dengan si lelaki idaman.

    “Albert sialan!” teriak batin Karin.

    “Aku sudah harus kembali. Tidak bisa meninggalkan adikku lama-lama.”

    “Eh? Oh… i-iya.” Rasa grogi kembali menguasai Karin, membuat setiap gerakan dan pikirannya jadi susah dikendalikan.

    “Sampai jumpa lagi,” Kelly membalik badan.

    “S-salam untuk adikmu.”

    Kepala Karin tertunduk. Dia berteriak keras-keras dalam hatinya, pikirannya terus berharap semoga salah tingkahnya tidak mengganggu pemuda itu.
     
    • Like Like x 1
    • For The Win For The Win x 1
    Last edited: Feb 20, 2019
  18. noprirf M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 14, 2014
    Messages:
    1,337
    Trophy Points:
    142
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +427 / -0
    Ceritanya tentang menjelang kiamat:omgatot:

    Bagus mbak lanjutkan ceritanya.:ogcihui:
     
    • Thanks Thanks x 1
  19. temtembubu M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Mar 8, 2010
    Messages:
    598
    Trophy Points:
    111
    Ratings:
    +1,934 / -3
    Hoho... makasih uda mampir dan mao baca2 :matabelo:
    hmm.. daripada menjalang, kayaknya lebih pas dibilang pasca kiamat :XD:

    -----------------------------------

    part 1 updated :lalala:
     
  20. rockdrigovr Members

    Offline

    Joined:
    Apr 29, 2020
    Messages:
    6
    Trophy Points:
    1
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +1 / -0
    It's funny :gadisp:
    Keep going :gadismau:
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.