1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Spirit Conductor

Discussion in 'Fiction' started by NodiX, Nov 11, 2016.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    hmm...kemunculan karakter necromancer yg tidak diduga, mungkin dia yang bakal menutup arc tsb. okelah ditunggu lanjutan nya :top:
     
    • Like Like x 1
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    iya, saya tiba-tiba dapet pencerahan pas baru ngetik beberapa paragraf
    rasanya juga ini karakter nanti pas buat nutup arcnya jhuro, selain dia musuh formidable skaligus temennya jhuro dulu nanti pas ke depannya kalau ketemu shira konfliknya bisa sedikit lebih kompleks

    hehe iya silahkan ditunggu chapter berikutnya, sekarang baru balik lagi ke si shira
     
    • Like Like x 1
  4. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0

    CHAPTER 14 – DI KAKI GUNUNG DESA BADRIL

    Malam itu, kediaman Yashura sangat tenang dan hanya dihiasi suara jangkrik. Di sebuah ruangan yang diterangi beberapa lilin di sudut ruang, dua pria paruh baya tengah bersantai sambil minum-minum.

    “Tuan Staterwind, maafkan soal Shira. Jhuro juga sudah berusaha untuk menaikkan levelnya, tapi dia masih saja berada di level 3. Jadi bukannya ramuan dan scroll Tuan Staterwind yang gak ampuh, melainkan... ah!”

    “Temanku, Shuro. Sudahlah. Jangan dibahas hal itu lagi. Aku gak datang kemari karena masalah sepele seperti itu.”

    “Aku gak mengerti apa yang terjadi dengan Shira. Padahal dia anaknya si Jhuro adikku dan bakal sangat cocok untuk meneruskan posisi Kepala Keluarga nantinya. Ah... semenjak dulu Jhuro selalu berusaha menaikkan levelnya, tapi barangkali talentanya gak cocok untuk menjadi petarung.”

    “Hmm? Siapa bilang? Yang kulihat, walaupun dia pendiam tapi si Shira anaknya cekatan dan bahkan sampai memiliki skill pasif berelemantal water yang membuat gerakannya sangat lincah.”

    Mendengar Baront Staterwind memuji Shira, Shuro hanya bisa memaksakan senyumnya. Dalam benaknya, mengembangkan skill pasif bertipe agility akan percuma bila atribut tertinggi dari stats-nya adalah wisdom.

    Shuro sudah yakin pada akhirnya Shira akan mendapat tipe kelas yang akan mengambil garis belakang dalam pertarungan. Healer, Summoner, Specialist, bahkan orang yang akan sering tinggal di ruangan seperti Alchemist... walau pun Shira akan menjadi kelas unik tetapi ia tak melihat skill pasif tersebut menguntungkan bagi kelas-kelas support seperti ini.

    Melihat wajah Shuro yang tengah meratap, Baront akhirnya tertawa terbahak-bahak.

    “Apa yang kau ratapi? Apa pun jalan petarung yang dipilih Shira, aku yakin itu adalah pilihan yang sangat tepat. Bahkan aku gak berani mengganggunya. Kalau dia gak pintar-pintar menyusun stats-nya, maka gak mungkin orang itu tertarik dengan potensinya?”

    “Orang itu? Siapa yang Tuan Staterwind maksud?”

    “Hmm? Shira gak pernah kasih tau?”

    “Shira orangnya jarang terbuka. Sekali pun terbuka paling dengan Mila anakku. Tapi aku gak pernah mendengar siapa-siapa dari Mila.”

    “Oh, jadi di tempat ini, hanya Shira yang tau keberadaannya,” Baront Staterwind mengangguk-angguk. Ia baru sadar ternyata Shira tak tertarik berbicara tentang “guru” yang selama ini membimbingnya. Entah ia merasa itu tak perlu atau ia benar-benar ingin merahasiakannya, sebenarnya Baront juga merasa sedikit penasaran. Sebagai seorang instruktur yang memiliki observasi tajam, ia merasa Shira bukanlah orang yang ceroboh dan sangat tenang untuk pemuda berusia lima belas tahun sepertinya.

    Jika saja anak lima belas tahun seperti Shira berada di medan pertempuran yang sangat tak menguntungkan, Baront yakin ia akan bisa melewatinya dengan selamat mengandalkan pikiran dan sifatnya yang tenang di bawah tekanan itu.

    “Orang ini... siapa yang Tuan Staterwind maksud?” tanya Shura dengan wajahnya yang memerah karena alkohol sudah berubah penasaran.

    “Orang yang mengajarkan skill itu kepada Shira. Aku yakin orang itu sudah melihat status Shira sebelumnya tapi dia kelihatannya gak peduli untuk menegur Shira. Itu berarti, seaneh apa pun jalan petarung yang ditempuh Shira, orang itu sudah merestuinya. Lagi pula, orang yang paling bisa melihat potensi Shira adalah orang itu. Pengalamanku hanya bisa dihitung sebagai debu jalanan jika dibandingkan dengannya!”

    “Tuan Staterwind, Anda merendah.”

    “Uh-huh.” Baront Staterwind menggeleng-gelengkan kepalanya, “beneran aku sama sekali gak sebanding dengannya. Setiap kali aku bertemu dengannya, dia selalu melihatku dengan tatapan merendahkan. Sikapnya sangat arogan dan menakutkan tetapi dia memang memiliki kemampuan untuk bersikap seperti itu di depanku.”

    Mendengar itu mata Shuro langsung berkilat-kilat. Apa mungkin ada seorang ahli lain selain Baront Staterwind yang berada di sini? Tapi mengapa ia tak pernah sama sekali mendengar keberadaannya? Rahasia apa yang disembunyikan Shira sampai-sampai tak ada yang tahu orang penting seperti itu berhubungan dengannya?

    “Shuro, sebagai Kepala Keluarga Yashura dan temanku, aku akan mengatakan sedikit rahasia ke situ,” kata Baront dengan sedikit serius walau sedikit mabuk. “Aku sudah memutuskan semenjak beberapa waktu lalu, aku akan mengangkat Shira sebagai murid pribadiku dan mendaftarkannya ke sekolah Blue Diamond. Setelah lulus, aku akan mencoba untuk mendaftarkannya ke fraksi Blue Robe Acolyte Society. Aku yakin dengan kemampuannya Shira akan dengan mudah masuk fraksi itu.”

    “Ini... Tuan Staterwind... apa Anda serius? Benar-benar serius?” mendengar hal itu, wajah Shuro menjadi terkejut dan tangannya gemetaran.

    Awalnya Shuro memiliki dugaan Baront Staterwind mempunyai niatan seperti ini ketika menginap di kediaman Yashura. Tapi tetap saja saat ia mendengar langsung dari orangnya jantungnya berdegup kencang dan ia kesulitan bernapas. Apalagi ketika ia mendengar Shira memiliki kesempatan besar untuk masuk ke fraksi desa tingkat pertama, pikirannya langsung menjadi hampa.

    Melihat ekspresi di wajah Shuro yang terkejut sekaligus sangat bersemangat, Baront Staterwind hanya bisa tersenyum masam. “Hanya jika orang itu menyetujuinya. Kalau dia gak setuju, aku gak berani menyentuh Shira.”

    Semangat di wajah Shuro langsung menjadi padam. “Apa orang itu akan menyetujuinya?”

    “Ini, aku gak tau pasti. Jalan terbaik adalah Shira berhasil membuat kontrak dengan arwah itu, dan secara otomatis dia akan mendapatkan tiket masuk ke fraksi Blue Robe Acolyte Society jika gak ada masalah besar. Kemungkinannya agak besar juga. Orang itu kelihatannya sangat tertarik dengan potensi Shira, jadi ada kemungkinannya juga ia tertarik membuat kontrak dengan Shira.”

    “Kontrak?”

    “Mm. Jujur saja, poin yang paling menarik dari potensi Shira adalah ia memiliki hubungan dekat dengannya. Jika ia berhasil membuat kontrak dan mendapatkan bantuan orang itu, maka potensinya akan melejit ke angkasa. Suatu saat nanti ia akan menjadi salah satu pilar yang akan menopang Blue Robe Acolyte Society. Kakek-kakek sepuh itu akan dengan senang hati membuka pintu mereka lebar-lebar untuk orang seperti Shira.”

    “Hal ini... aku gak tau harus berkata apa...”

    “Untuk masalah ini, temanku Shuro, aku membutuhkan bantuanmu.”

    Shuro langsung memperbaiki sikap duduknya menjadi tegak dan hormat kepada Baront.

    “Katakan saja apa yang bisa kubantu, Tuan Staterwind. Dengan senang hati aku akan melaksanakannya,” katanya antusias.

    “Mm mn. Aku hanya kesulitan untuk berhadapan dengan orang itu nanti. Temani aku untuk membujuknya. Kukira setelah duel waktu yang tepat untuk memberitahukan Shira niatku. Saat itu tiba, dia akan kalah dari Tuan Muda Blackwood yang adalah seorang Knight level 16, tetapi aku yakin dengan bimbingan orang itu Shira gak akan kalah dengan cara memalukan, dan Yashura bisa menyelamatkan muka mereka.”

    “Kalau masalah seperti itu serahkan padaku. Akan kupastikan orang itu mendapatkan jamuan makanan dan minuman terbaik yang bisa kuberikan. Hmm. Benar! Aku akan memesan alkohol terbaik yang bisa kudapatkan. Tuan Staterwind, tenang saja. Keluarga Yashura gak akan mengecewakan ketika pertama kali mendapatkan tamu besar sepertinya.”

    “Temanku Shuro... sepertinya aku harus memberitahukanmu ini. Tapi sepertinya orang itu sudah lama tinggal di tempat ini, dan ia mengenal betul semua orang di sini. Jadi kurasa pendekatan yang tulus dan gak dibuat-buat akan lebih efektif padanya. Lagi pula, kondisinya sekarang gak memungkinkan untuk bisa makan dan minum. Jadi situ gak usah repot-repot menyiapkannya.”

    “Oh?” air muka Shuro menjadi kebingungan.

    “Ya. Situ gak tau tentang hal ini. Tapi aku selalu melihat orang itu mengikuti Shira ke mana pun dia pergi. Situ selama ini gak sadar, tapi sebenarnya situ sudah sangat sering berhadapannya dengannya.”

    Shuro semakin mengerutkan dahinya tak mengerti.

    “Sebenarnya, temanku Shuro, orang yang kumaksud gak bisa dilihat dengan mata manusia biasa karena sudah mati ribuan tahun yang lalu. Orang itu... adalah seorang arwah.”

    “Ar-arwah?!” Shuro pun langsung berdiri tegak saking terkejutnya.

    ***

    Cuaca sangat cerah pada pagi hari berikutnya. Shira berjalan ke arah tangga lebar berlumut untuk naik ke gunung. Ia akan melewati gunung itu untuk mencapai hutan di belakangnya.

    Di hutan tersebut, ia akan memburu monster. Arwah Baik Hati mengatakan ini adalah kesempatan yang bagus bagi Shira untuk beradaptasi dengan ‘Water Flowing Style’-nya sebelum skill itu naik ke level 3.

    Shira belum pernah memburu monster sebelumnya. Jadi ia datang sendiri tanpa ada yang menemani. Biasanya, para pemuda desa datang dengan berkelompok dan akan membentuk party nantinya. Hutan tersebut sangat berbahaya untuk dimasuki seorang diri.

    Tapi Shira sama sekali tak cemas tanpa bantuan orang lain. Ia hanya meraba-raba cincin ‘Low Quality Sensory Ring’ yang diberikan oleh Mila Yashura.

    Cincin itu adalah cincin khusus yang dimiliki seorang Specialist untuk menggunakan skill-skill¬ mereka. Jadi cincin tersebut sangat berharga bagi seorang Specialist. Bahkan untuk seorang Mila yang dekat dengan Shira, meminjamkannya cincin itu adalah keputusan yang bisa dibilang berani. Tak ada yang tahu apakah Shira akan kembali dengan cincin itu.

    Biasanya, magic item yang berhubungan dengan Specialist dijual di toko-toko desa tingkat tiga sekali pun. Namun Desa Badril hanya menjualnya dengan kualitas rendah, dan harganya pun beberapa puluh keping emas jadi Shira belum mampu membelinya.

    Magic item itu sangat berharga bagi seorang petarung. Dengan menggunakannya, petarung bisa melihat statusnya bahkan dalam pertarungan sekali pun. Ia bisa melihat berapa sisa hit point-nya dan juga mana point yang tersisa. Bahkan, ia bisa melihat stats atributnya dengan mudah, sangat berguna untuk mereka yang naik level di tengah-tengah medan pertempuran, guna untuk mengalokasi stats point yang mereka dapatkan setelah naik level ke beragam atribut seperti strength dan agility.

    Setibanya ia dikaki gunung tempat tangga itu berada, banyak sekali kios dan pedagang kaki lima yang menjajakan bekal, ramuan, serta yang menjual senjata. Ada pula mereka yang memiliki kelas Merchant akan menjual serta membeli hasil buruan para petarung yang nantinya turun dari gunung. Mereka datang pagi-pagi sekali, karena tempat berdagang yang bagus selalu diperebutkan mereka yang tak memiliki bantuan pihak ketiga.

    Saat Shira berjalan ke arah tangga, banyak orang yang menyadari kehadirannya. Para pedagang serta petarung yang memiliki kepribadian suka bergosip pun langsung membicarakannya dari belakang.

    “Bukannya dia Shira yang cacat itu?”

    “Ngapain dia di sini? Monster terlemah di gunung ini berlevel 5. Di hutan pun lebih kuat lagi.”

    “Barangkali mau numpang party. Katanya duelnya sebentar lagi. Beneran tuh anak, ampas begitu bisa ditunangin sama cewek jenius yang dateng setiap seratus tahun sekali. Apa mukanya Yashura terlalu tebal sampai-sampai gak tau diri segitunya?”

    “Dia masih level 3. Katanya mau duel lawan Tuan Muda Blackwood yang sudah dapet kelas Knight. Cari malu aja.”

    “Mn. Kalau Tuan Muda Blackwood yang nikah sama Bhela Malikh aku masih bisa terima. Tapi kalau yang cacat begitu... ah!”

    Shira bisa mendengar percakapan itu. Mereka tak ambil pusing untuk menurunkan suara mereka, sengaja membuatnya sampai terdengar oleh Shira.

    Tetapi air muka Shira tak bergerak. Ia hanya membiarkan cemoohan itu seperti angin berlalu. Yang hanya membuatnya marah adalah mereka ikut membawa nama-nama Keluarga Yashura. Untuk saat ini, ia sama sekali belum memiliki hak untuk membuat mereka diam.

    Tapi ketika nanti ia memenangkan duel itu, ia akan memastikan semua orang tak akan pernah menjelek-jelekkan nama Yashura lagi!

    Di sebuah kios yang cukup bergengsi di situ, seorang pemuda berumur dua puluhan dan juga seorang gadis cantik bertubuh kecil pun secara tidak sengaja mendengar cemoohan itu.

    “Apa begini mereka menyikapi Tuan Muda Yashura?” tanya Jerrin Yurin dengan nada kesal.

    Ia adalah murid pribadi dari Baront Staterwind, dan Baront mengatakan ia sangat ingin untuk mengangkat Shira sebagai murid. Karena itu, orang-orang mencemooh Shira terasa seperti orang-orang mengatai adiknya sendiri.

    “Tuan muda, Anda sepertinya gak lama berada di sini, jadi gak tau reputasi Shira Yashura. Dia sama sekali gak punya talenta, jadi banyak sekali yang cemburu tentang pertunangannya dengan Bhela Malikh,” kata penjaga kios.

    “Gak punya talenta? Kamu gak tau bahkan guruku saja sampai sebulan lebih menginap di Yashura untuk bersiap-siap mengangkatnya menjadi murid. Dilihat dari mananya Tuan Muda Yashura gak punya talenta?”

    “Mungkin... guru Anda yang buta?” penjaga kios itu menekan kata ‘buta’ dengan suara rendah, karena dalam hatinya ia mengejek guru tolol ini.

    “Beraninya!” bahkan sebelum Jerrin sempat berkata, Merly sudah membentak dengan suaranya yang mungil dan terdengar manis.

    “Merly, sepertinya masih banyak kios yang harus kita kunjungi,” dengan begitu Jerrin mengajak Merly untuk mengajakkan kaki dari kios itu. Si penjaga kios sadar ia sudah tak sopan pada pelanggan, mereka yang banyak membeli ramuan pula. Jadi ia hanya bisa menyesal karena tak mengejek guru tolol itu dalam hatinya saja.

    Jerrin dan Merly menjungi beberapa kios dan toko, membeli beberapa ramuan dan bekal, kemudian mendekati Shira untuk memberikan separuh barang yang mereka beli.

    “Terima kasih, Mas Jerrin, Mbak Merly. Aku akan menggunakannya sebaik mungkin,” Shira sedikit malu menerima pemberian dua anak orang kaya ini. Tetapi apa boleh buat, ia lagi membutuhkan bekal dan ramuan-ramuan seperti ‘Lesser Healing Potion’ serta ‘Body Strengthening Elixir’ untuk bekalnya hunting nanti.

    “Gak perlu berterima kasih. Guru memintaku untuk menjagamu selama di sini.”

    Jerrin memberikan Shira sebuah kertas yang jika disobek akan langsung memberikan sinyal padanya dan ia akan langsung tahu lokasi Shira berada di mana. Ia meminta Shira untuk menggunakannya jika dia dalam bahaya, dan Jerrin akan langsung membantu.

    Setelah itu, Shira berpisah dengan Jerrin dan Merly yang pergi duluan untuk hunting di hutan mencari monster berlevel cukup tinggi. Sebelumnya, Shira mengatakan tak akan ikut dengan party dua anak Yurin itu. Ia bilang akan membutuhkan waktu sendirian untuk menyempurnakan skill-nya, jadi akan menjadi beban jika berada dalam tim.

    Namun alasan sebenarnya adalah... ia masih merasa bersalah atas kejadian pelecehan Arwah Baik Hati terhadap Mama Ross waktu itu. Sikap Merly menjadi aneh padanya. Jelas ada amarah di mata gadis bertubuh kecil itu tetapi ia tak berani melototi arwah yang sejak tadi berkeliling entah mencari apa.

    “Ross sejak tadi gak pernah keluar,” pikir arwah itu dalam hati. “Cewek-cewek di sini pada standar. Cewek Yurin itu cakep tapi dadanya rata. Sayang sekali, ah!”

    Arwah Baik Hati menoleh ke sana kemari, mencari-cari wanita atau gadis cantik adalah kebiasaannya. Jadi ketika ia menemukan gadis yang paling cantik di situ, ia bergerak mendeka Shira.

    “Bocah, tunanganmu ada di sini.”

    Shira ikut menoleh ke arah di mana arwah itu menatap. Ia melihat dua gadis dikerumuni laki-laki terbiak Desa Badril berdiri di situ.

    Gadis itu adalah Bhela Malikh, dan di sebelahnya adalah gadis asing yang berpakaian mahal dan bercorak bunga-bunga berwarna merah muda. Ia adalah Lyla Blackwood, sahabat dekat Bhela.

    Di sisi lain, tak ada yang menyadari kehadiran Shira menatap ke arah mereka kecuali Lyla Blackwood. Gadis itu mendekatkan wajahnya ke kuping Bhela dan bertanya:

    “Bukannya anak itu tunangan kakak?” Lyla sudah sering mendengar Shira dan karakteristiknya, jadi ia langsung bisa mengenali pemuda itu.

    “Hmm?” Bhela menoleh ke arah Shira yang memalingkan wajahnya untuk menghindari kontak mata. Melihat pemuda itu sendirian berada di sini, ia pun melangkah ke arah Shira.

    “Mas Shira, apa Mas sudah punya party?” tanyanya dengan senyum kecil di wajahnya. Ia mencoba untuk tak dingin seperti biasa, namun aura seorang ratunya masih ada di sana. “Bagaimana kalau ikut dengan kami?”

    Pemuda-pemuda yang mengikuti Bhela dari belakang awalnya tak mengerti mengapa Bhela mendekati Shira. Walau pun mereka dikabarkan bertunangan, tetapi mereka bisa dibilang tak pernah berinteraksi sebelumnya. Jadi hal itu membuat mereka merasa tak senang.

    “Hmph, buat apa satu party dengan beban?”

    “Anak ini hanya memakan experience, mending kalau berguna gak apa-apa!”

    Belum sempat Shira menjawab, anggota party yang lain sudah mengomel tak senang. Tapi Bony, ketua party yang merupakan seorang Knight level 11 melihat mystic bag di pinggang Shira. Mystic Bag itu adalah milik Mila yang ia pinjamkan kepada Shira.

    Melihat sekilas, Shira langsung tak suka pada Knight muda ini. Ia adalah barisan terdepan yang mengejek Shira semenjak kecil, tetapi orang ini hanya tersenyum lebar padanya.

    “Mbak Bhela benar mengajak Shira untuk bergabung ke dalam party kita,” kata Bony. “Semakin banyak orang semakin baik. Tapi kita belum pernah satu tim dengan Shira sebelumnya, jadi belum sempat saling mengenal dan Shira pun belum ada kontribusi untuk mendapatkan kepercayaan party.”

    Ia terdiam sesaat, menimbang-nimbang apa saja yang ada di dalam mystic bag Shira.

    “Shira, bagaimana kalau kamu membiarkan kami memanajemen ramuan dan scroll sihirmu? Tentu akan sangat berguna untuk party kita nantinya.”

    ***
     
    • Like Like x 1
    Last edited: Jan 9, 2017
  5. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    Pembukaan yg menarik, jadi penasaran banget gimana potensi Shira di chapter selanjutnya :bloon:
     
    • Thanks Thanks x 1
  6. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    hmm, tadinya sih mau lanjut lagi tapi udah kepanjangan :sepi:
     
  7. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    ya paling itu arc nya jhuro dilanjutin di sela2 aja

    kek gini gpp juga si
     
    • Like Like x 1
  8. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    pengennya nulis si jhuro langsung battle aja, tapi pengen juga nulis si shira akhirnya hadapin tes untuk kelas Spirit Conductornya
    tapi itu kayaknya masih sekitar 10 chapter lagi :sepi:

    tapi yang penting diplotnya sekarang si shira nemuin battle powernya kayak gimana dulu, dan system levelingnya juga dia rada berbeda ketimbang orang lain itu sepertinya bakal bisa lebih jelas lagi :cambuk:

    pada akhirnya juga walau pun pengen lompat lompat nulisnya musti ikutin kata hati juga, pas ikutin kata hati akhirnya ceritanya jadi melar :sepi:
     
    • Like Like x 1
  9. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    ya kalau enaknya sih tulis sesuka hati dolo aja, trus kalo udah tamat 'kan tinggal diedit lagi aja :cambuk:
     
    • Like Like x 1
  10. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    iya juga sih, memang kepikiran juga buat edit yang lain juga
    yang dipost di sini draft awal sih ngeditnya cuma asal proofread setengah hati doank :hehe:

    sekarang saya ambil jalan tengah aja, puas-puasin dulu buat plot yang disuka tapi kalo udah kepanjangan distop/ditambahin dikit-dikit di chapter berikutnya :gatling:
    biar gak repot ke depannya :cambuk:
     
  11. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0

    CHAPTER 15 – SKILL GABUNGAN

    “Shira, bagaimana kalau kamu membiarkan kami memanajemen ramuan dan scroll sihirmu? Tentu akan sangat berguna untuk party kita nantinya.”

    Shira mengerutkan dahinya, ia melihat senyum pemuda empat tahun lebih tua darinya itu, dan berkata, “sejak kapan aku tertarik ikut party kalian?”

    Suaranya terdengar malas dan dingin. Dengan begitu, ia berbalik pergi menaiki gunung.

    Berbeda dari sikap biasanya yang angkuh, Bhela mengikutinya dari belakang sambil menjaga jarak. Ia memutuskan untuk berangkat di waktu yang bersamaan dengan Shira, tanpa berkata apa-apa pada anggota party-nya.

    Tentu saja anggota yang lain geram. Terutama para pemuda yang lain. Bony dan dua anak buahnya bertekad untuk memberikannya pelajaran nanti, sedang Lyla yang paling dekat dengan Bhela pun ikut mulai berjalan.

    Jadi anggota lain mengikuti, terlihat Shira memimpin di depan.

    “Kenapa tiba-tiba cewek itu jadi ramah?” komplain Shira kepada Arwah Baik Hati yang mengambang di sebelahnya.

    “Jelas dia merasa bersalah.”

    “Kejadian di depan gerbang Yashura sudah lama berlalu. Lagipula, kalau aku mengalahkan anak orang kaya itu semuanya bakal beres, bukan?”

    “Hmm. Kurasa bukan itu masalahnya.”

    “Eh?”

    “Aku sudah mengira semenjak begini. Kalau informasi kelas unik cewek itu kesebar, sudah pasti keluarga bangsawan lain juga ikut tertarik tentang cewek yang namanya Bhela ini. Black—apalah itu pasti merasa tertekan makan malam mereka diincar orang lain, jadi mereka agak sedikit agresif.”

    “Ada kejadian apa?”

    “Ayahnya cewek itu katanya diracuni.”

    Shira mengangkat alisnya. Ia tak pernah mendengar masalah tentang itu. Yang ia dengar hanyalah Kepala Keluarga Malikh tiba-tiba jatuh sakit.

    “Sebenarnya, itu cuma rumor. Tapi saat aku mendengar gejala yang diderita ayahnya, aku yakin itu racun langka berelemen campuran poison dengan chaos. Jadi selain merusak fisik korban, racun itu juga mengikis mentalnya perlahan-lahan. Selain itu, elemen chaos membuat racun tersebut sulit dideteksi Healer atau Alchemist biasa yang jarang berurusan dengan elemen chaos.”

    Shira tahu kebiasaan Arwah Baik Hati adalah membuka telinganya lebar-lebar pada lingkungan sekitarnya, jadi ia tak merasa heran jika arwah itu lebih peka terhadap informasi dunia luar ketimbang Shira.

    Jadi mengapa Bhela merasa bersalah padanya? Jawabannya jelas. Jika Blackwood berani mengambil tindakan pada ayah Bhela, bukankah ayah Shira yang sedang bertugas di luar, sebagai sasaran yang lebih empuk, akan lebih diprioritaskan oleh Blackwood?

    Cepat-cepat Shira membuang rasa khawatirnya. Satu dua hal ia tahu tentang ayahnya dan ia pun mengerti ayahnya bukanlah orang yang muda diganggu begitu saja.

    Ia menoleh ke belakang melihat grup yang mengikutinya. Bhela dan Lyla sedang tenggelam dalam obrolan gadis mereka, dan anggota laki-laki yang lain sedang melototi Shira penuh dengan niat tak baik.

    Melihat itu, Shira hanya mengangkat bahunya. Kemudian menikung tajam memasuki semak belukar gunung itu.

    “Ke mana kamu pergi?” tanya Bhela melihat sosok Shira yang tiba-tiba menghilang begitu saja.

    Tak ada jawaban dari Shira.

    “Kak Bhela, mengapa anak itu masuk ke situ? Bukannya kata kakak tempat itu penuh dengan monster-monster merepotkan?”

    “Aku juga gak tau. Sepertinya dia gak suka dengan kehadiran kita.”

    “Terus kenapa kita harus mengikutinya sejak tadi? Bukannya anak itu kelihatan sombong?”

    Bhela tak menjawab. Ia pun sesekali bersikap dingin seperti itu, tetapi tak pernah di depan Lyla. Jika ia komplain bila ada orang yang bersikap dingin pada dirinya, terutama yang sudah tersinggung oleh sikapnya di depan gerbang kediaman Yashura waktu itu, maka sebenarnya ia tak punya hak sama sekali.

    “Biarkan saja anak itu. Kalau dia gak menyadari kemampuannya itu urusannya sendiri. Aku yakin jika dia kembali ke desa dengan nyawanya saja sudah beruntung.”

    Saat ini, Bony sebagai ketua party berkata dan akhirnya berjalan memimpin regu itu. Ia menolehkan sedikit kepalanya dan melihat dari sudut matanya, dua anak buahnya berjalan memasuki semak belukar mengikuti Shira tadi.

    Senyum dingin terangkat di garis bibirnya.

    ***

    “Kubilang padamu, jika kamu menggunakan kesempatan ini untuk membuat fondasi kamu gak bakal menyesal. Skill ‘Water Flowing Style’-mu akan terasa lebih ringan dan mantap.”

    Arwah Baik Hati sesekali berceloteh, Shira hanya diam mendengarkannya sambil berjalan mencari monster untuknya latihan.

    “Kamu sudah menyiapkan tiga skill yang kubilang waktu itu?”

    “Mn,” Shira mengangguk, kemudian mengangkat kepalan tangan kirinya, cincin di jemarinya pun bersinar. “Skill Info!”

    [Open Wound] – Silver Rank Skill LVL 1 (0%)
    “Menggunakan ketepatan serangan untuk merusak sistem peredaran darah musuh, membuat lukanya sukar membeku.

    Effect: Menghentikan regenerasi HP musuh. Juga 18% kesempatan (kesempatan bergantung pada DEX) untuk menimbulkan serangan 8 damage per detik selama 4 detik. (Efek DPS tak bisa ditimpa)

    Membutuhkan:
    [*] Senjata ringan seperti dagger, short sword, katar, dll.
    [*] 2 poin stamina.”

    [Mana Break] – Silver Rank Skill LVL 1 (0%)
    “Serangan fisik menyumbat aliran mana musuh, dan menyebabkan ledakan kecil dalam tubuhnya yang mengakibatkan rasa sakit dan menghilangnya sebagian mana.

    Effect: Menghapus 4 poin mana setiap kali serangan, menyebabkan 120% damage berdasarkan mana yang terhapus.

    Membutuhkan:
    [*] 3 poin mana.”

    [Stamina Drain] – Copper Rank Skill LVL 1 (0%)
    “Setiap serangan sukses menyentuh musuh akan mengurangi beberapa poin stamina-nya.

    Effect: Mengurangi 5 poin stamina musuh setiap kali serangan menyentuh fisik musuh. Gerakan musuh serangan dan kecepatan lari musuh akan melambat sebanyak 15% untuk 7 detik ke depan.

    Membutuhkan:
    [*] 2 poin stamina.
    [*] 2 poin mana.”


    Shira memeriksa kembali ketiga skill yang dimaksud Arwah Baik Hati. Skill-skill itu berbeda dengan ‘Water Flowing Style’ yang agak spesial, ketiga skill ini adalah skill tingkat dan efek biasa namun sangat jarang dilihat oleh petarung benua ini.

    “Selain membuat fondasi untuk ‘Water Flowing Style’, tugasmu kali ini adalah menggabungkan skill-skill ini. Jika digunakan bergantian mungkin mereka akan sedikit berguna untuk serangan fisiku, tetapi jika digabungkan untuk membuat skill baru maka efeknya akan berkali-kali lipat lebih baik!”

    Tepat pada saat itu juga, seekor ular melilit di pohon tak jauh dari mereka. Ukurannya cukup besar seperti ular piton. Arwah Baik Hati melihat hewan itu dan menunjuknya dengan jari telunjuk.

    “Coba periksa satu per satu skill-skill itu. Beradaptasi sedikit dan kamu akan menemukan petunjuk cara menggabungkan mereka.”

    Tak berkata apa-apa, Shira langsung menarik short sword dari sabuknya. Pedang yang mirip katana itu sangat ramping dan ringan. Gagangnya pun sangat nyaman di telapak tangan Shira walau panjangnya sangat pendek jika dibandingkan pedang lain yang sering digunakan.

    Ular yang melilit itu sedang mencerna makanannya. Saat Shira mendekat, ia merasakan hawa membunuh yang belum bisa dibilang pekat, namun sudah terasa mengganggu. Ular itu pun menerjang dengan kecepatan tinggi sambil menjulurkan tubuhnya yang panjang ke arah Shira.

    Kira-kira saat taring berbisa ular itu hampir beberapa belas centimeter di depan mata Shira, sontak pijakan telapak kaki Shira berputar lembut dan tubuhnya bergeser tanpa harus menggunakan gerakan sia-sia. Serangan ular itu meleset saat kelihatannya ia akan berhasil merusak wajah Shira.

    Tetapi pemuda itu dengan mudah menghindar, terlihat hampir sama sekali tak bergerak kecuali mencondongkan tubuhnya sedikit ke samping dan menghindar serangan mengenai wajahnya. Ular itu terkejut tapi ia tidak tahu Shira barusan menggunakan ‘Water Flowing Style’ secara impuls untuk menaikkan tingkat kesuksesan dodge-nya secara drastis.

    Belum sempat ular yang menerjang itu menyentuh tanah, Shira sudah menyabet tubuhnya yang bersisik mengkilap dengan pedang pendek. Seluruh tubuhnya tiba-tiba terasa kesemutan untuk sesaat dan ia merasakan sedikit rasa pegal yang menjalar.

    Shira baru saja menggunakan ‘Stamina Drain’.

    Gerakan ular itu menggeliat pelan di tanah. Terlihat mengabaikan Shira. Tetapi ia tak ingin melonggarkan waspadanya. Ular ini berlevel 5, dua level di atasnya. Ia tak tahu seberapa tangguh ular ini ketimbang dirinya.

    Jadi ia menggunakan kesempatan ini untuk mengukur kemampuannya.

    Ular itu pun menoleh ke arah Shira, berdesis dengan ratapan mengancam. Rupanya ia mengakui serangan Shira barusan, dan merasa lebih baik tak berhadapan lagi kalau bisa.

    Monster dan hewan buas seperti ini kadang memiliki intelegensi yang cukup baik. Ada dari mereka yang mampu berpikir dan memiliki akal sehat seperti manusia dan bahkan ada pula yang mampu berbicara. Tak jarang dari mereka yang kabur dan mencoba untuk menghindari pertempuran, tapi sayangnya Shira sudah bertekad untuk menjadikan ular ini hewan buas pertama yang dijadikan batu loncatan.

    Melihat Shira yang tak bergeming oleh ancamannya, ular itu langsung menyemprotkan bisa beracunnya.

    Shira pun merespons, ia masih sempat menghindari semprotan bisanya.

    Tetapi itu yang pertama. Dengan cepat ular itu menyemprotkan bisa seperti senapan mesin berkecepatan tinggi, menghitung dan mengikuti arah gerakan Shira.

    Jika saja ‘Water Flowing Style’-nya sudah berada di level 3, barangkali tak ada setetes pun yang akan mengenai Shira. Tapi saat level 2 seperti saat ini, sebaik apa pun gerakannya pun masih ada batasannya.

    Kulit tangan Shira terkena semprotan bisa racun ini. Langsung memerah dan jaringan kulitnya menjadi mengering dan pecah-pecah. Racun yang terkena kulit lebih lemah daripada racun yang masuk ke peredaran darahnya. Tapi tetap saja, hit point Shira berkurang cukup banyak dari serangan ular ini.

    “Ular ini bertipe ofensif, jadi jangan terlalu dipikirkan kalau serangannya terlalu sakit. Lagi pula dia 2 level di atasmu.”

    Arwah Baik Hati menanggapi ketika melihat pijakan Shira yang sudah tak mantap lagi. Ia melihat pemuda Yashura itu merasakan bahaya dari ular itu.

    Tetapi Shira tak mengetahui walaupun ular ini memiliki daya serang yang tinggi, sebenarnya tingkat pertahanan dan total hit point-nya sama sekali bukan masalah. Jadi Arwah Baik Hati menyarankan Shira untuk menggunakan skill serang lainnya untuk memimpin keadaan sekali lagi.

    Shira pun meninggalkan kuda-kuda bertahannya dan mulai menyerang. Sebisa mungkin menghindari serangan beracun ular tersebut, ia seperti orang gila menggunakan ‘Mana Break’ terus-menerus dan secara serius menguras mana yang ada di dalam mana sphere ular tersebut.

    Beberapa menit kemudian, Shira sempat beberapa kali terkena serangan berkecepatan tinggi ular tersebut. Namun di sisi lain, serangan itu sudah tak memiliki bisa berdaya serang elemen poison yang dapat membahayakan Shira lagi, karena mananya sudah habis oleh Shira.

    Cara terbaik untuk mengalahkan monster bertipe ofensif adalah melenyapkan kesempatan untuk melancarkan serangan terbaiknya. Oleh karena itu, ular itu pun dapat dibunuh Shira dengan mudahnya.

    Beberapa detik setelah ular itu tak bernyawa lagi, asap tipis muncul dari mayatnya. Asap tersebut membentuk persis rupa ular tersebut, melayang di udara seperti ada tangan tak terlihat tengah menariknya.

    Shira melihat hal ini dengan takjub. Arwah ular itu tengah menatapnya dengan kebencian yang dalam, tapi sudah tak mampu berbuat apa-apa lagi.

    Setelah itu, dari dalam tubuh arwah ular tersebut keluar benang-benang tipis yang diserap oleh tubuh Shira. Mata pemuda itu berbinar-binar melihat hal ini, ia sama sekali belum pernah mendengar atau membaca fenomena seperti ini, apalagi melihatnya.

    “Ini yang terjadi kalau monster dan hewan buas dibunuh petarung,” kata Arwah Baik Hati itu menjawab pertanyaan dalam hati Shira, “semua monster yang dibunuh harus meninggalkan separuh kekuatan yang ada di dalam mana sphere-nya kepada manusia yang membunuhnya. Begitu juga sebaliknya. Ini sudah ketentuan semenjak dulu. Apa kamu gak pernah bertanya-tanya dari mana experience point petarung bisa datang setelah membunuh monster? Jangan bilang kamu pikir experience point itu tiba-tiba jatuh dari langit.”

    Shira mengerti. Orang-orang yang bisa melihat arwah seperti dirinya sangat langka di dunia ini, oleh karena itu pengetahuan seperti ini bukanlah hal umum. Petarung hanya memikirkan setelah mereka berhasil membunuh monster atau hewan buas, mereka akan mendapatkan experience point. Jarang dari mereka yang bertanya-tanya semua itu berasal dari mana.

    “Jadi kamu sudah mengerti sedikit sekarang tentang fundamental dari skill ‘Mana Break’? Skill ini cocok untuk mengalahkan musuh yang mengandalkan serangan yang membutuhkan mana. Tapi jika kamu mengerti fundamentalnya, akan lebih menggabungkannya nanti dengan skill yang lain.”

    Shira mengangguk. Ia pun mengambil mayat ular itu dan menaruhnya dalam ruang mystic bag-nya. Daging, darah, kulit, dan kelenjar racunnya yang sudah padam masih bisa sedikit diekstrak dan berharga lumayan cukup tinggi. Ia bisa mendapatkan total satu dua keping emas dari sebuah mayat ular ini.

    Setelah itu, Shira beristirahat sebentar sambil meminum ramuan untuk mengembalikan mana dan hit point-nya yang hilang, kemudian baru mencari musuh lainnya. Tiga puluh menit berlalu, ia bertemu seekor serigala berbulu abu-abu.

    Serigala tersebut memiliki kelincahan dan kecepatan lari tinggi. Tapi hanyalah gerakan amatiran di depan skill ‘Water Flowing Style’. Shira menggunakan ‘Stamina Drain’ selama bertarung dengan serigala ini, dan ia pun cepat mengambil alih keadaan ketika stamina serigala itu mulai habis dan kelincahannya bertarung menurun drastis. Saat itu juga, Shira menggunakan gerakan terbaiknya untuk menghabisi serigala tersebut.

    *Critical Strike!!!*

    Serigala tersebut tewas saat pedang pendek Shira menancap ke tenggorokan serigala itu. Hewan buas itu tak bisa berbuat apa-apa lagi, gerakannya sempoyongan dan tubuhnya pun ambruk. Serigala tersebut sengsara dan tubuhnya kejang-kejang karena darahnya mengucur deras dari tenggorokan. Matanya pun pelan-pelan kehilangan cahayanya dan akhirnya ia tewas.

    “Aku menggunakan serangan biasa tapi efeknya mirip ‘Open Wound’. Apa efek critical strike memang seperti ini?” tanya Shira kepada Arwah Baik Hati sambil menatap arwah serigala itu memberikan energi mana sphere-nya.

    “Hmm, agak sulit dijelasin. Yang jelas itu bukan efek critical strike, kalau tenggorokanmu dipotong ya yang pasti pelan-pelan kamu bakal mati. ‘Open Wound’ juga prinsipnya sama. Itu skill intinya membunuh sampai musuh kehabisan darah. Mengerti?”

    “Kalau begitu bukannya lebih baik serang begini terus?”

    “Hmph! Tau apa kamu bocah. Baru beruntung saja sudah arogan.”

    “Arogan apanya coba?”

    “Kamu barusan beruntung lolos pelindung itu. Biasanya yang monster mati dengan cara barusan itu jarang sekali, kecuali yang bunuh pakai teknik dan skill tertentu.”

    Shira mengerutkan alisnya. “Kenapa?”

    “Kamu sekarang terlalu lemah untuk tau alasannya. Pokoknya ada pelindung supaya petarung membunuh langsung menargetkan tempat vital musuhnya. Kalau memang kena paling keluar critical strike.”

    Shira terdiam tak bertanya lagi. Arwah Baik Hati pun tersenyum masam.

    “Nanti aku bakal mengajarkanmu cara menggunakan deadly strike. Kalau kamu bisa membuat skill gabungan yang bagus, akan aku pertimbangkan.”

    Setelah itu, Shira menaruh mayat serigala itu di mystic bag-nya. Ia berjalan lagi bersama Arwah Baik Hati untuk memburu hewan buas lainnya.

    Empat jam kemudian, Shira bertemu dengan delapan serigala lain dan juga lima ular berbisa tadi. Ular berbisa biasanya memiliki level antara 4 sampai 6, sedangkan serigala ada yang dari level 2 sampai yang paling tinggi berlevel 8.

    Saat Shira melawan serigala terkuat itu, ia sedikit kewalahan. Serigala tersebut memiliki banyak bekas luka di tubuhnya dan nampak jelas memiliki banyak pengalaman bertarung. Karena itu, Shira tak heran bila akurasinya lebih tajam serta gerakan lincahnya lebih licin. Ia memanfaatkan efek dari ‘Water Flowing Style’ semaksimal mungkin, sampai muncul tanda-tanda seperti ada riak air di tanah pijakan kakinya.

    Arwah Baik Hati yang melihat itu, langsung tersenyum. Shira berada di ambang batas level skill itu.

    Rupanya pengalaman bertarung melawan hewan buas veteran seperti serigala berlevel 8 ini sangat menguntungkan baginya.

    Pertarungan itu sangat sengit. Shira dua kali terkena serangan walau sudah memiliki rating dodge yang menggila karena skill pasifnya. Hit point-nya langsung jatuh, memaksanya untuk meminum healing potion untuk mengembalikan hit point-nya yang hilang sembari menghindar-hindar dari gigitan dan cakar serigala tersebut.

    Namun di sisi lain, karena serigala tersebut condong fokus menyerang, Shira dengan teliti mencari kesempatan untuk melakukan counter attack. Setiap serangan Shira sangat berharga, dengan sempurna ia mengirim ‘Stamina Drain’ dan pelan-pelan menghabiskan stamina serigala itu sambil membuat gerakannya sedikit melambat beberapa detik.

    Setelah hampir tiga puluh menit saling menghindar dan bertukar serangan, Shira pun memenangkan pertempuran. ‘Stamina Drain’ sangat sempurna untuk pertarungan lama seperti ini melawan musuh yang mengandalkan serangan fisik.

    Tapi kemenangan Shira tidaklah mudah. Jika saja orang biasa yang berlevel 3 menantang hewan buas berlevel 8 seperti ini, sudah bisa dipastikan ia akan mati. Karena beruntung Shira dari dua serangan yang ia terima dari serigala itu, kedua serangan tersebut bukanlah serangan beruntun dan ia masih sempat memulihkan hit point-nya dengan ramuan.

    Kalau tidak begitu, dua serangan akan membuatnya kritis. Yang membuatnya khawatir adalah jika hit point-nya kritis seperti itu makan besar kemungkinan ia akan mendapatkan status debuff yang mengurangi kecepatan gerakannya, bahkan jika sangat parah akan memadamkan efek ‘Water Flowing Style’-nya. Jika itu terjadi maka ia akan mati di tempat kecuali Arwah Baik Hati yang dengan ekspresi malas dari tadi menontonnya bergerak untuk menyelamatkan Shira.

    Beberapa jam berikutnya ia tak menemukan musuh yang kuat lagi. Walau semua musuh berlevel di atas level Shira, jika ia berhati-hati dan beristirahat sebentar sesudah pertempuran ia akan dengan mudah memenangkan pertempuran berikutnya.

    Semua mayat hewan buas yang ia bunuh ia masukan ke dalam Shira, jika ia berhati-hati dan beristirahat sebentar sesudah pertempuran ia akan dengan mudah memenangkan pertempuran berikutnya.

    Semua mayat hewan buas yang ia bunuh ia masukan ke dalam mystic bag-nya.

    Ketika sore menjelang, Shira hendak mencari tempat yang cocok untuk melewati malam. Dalam mystic bag-nya ia menyiapkan tenda jadi ia ingin tidur nyenyak setelah ini. Yang membuatnya merasa tak nyaman adalah keberadaan hewan buas lain yang ia belum temui sebelumnya, seekor gorila berbadan besar, serta dua orang yang sejak tadi mengikutinya.

    Sejak awal ia tahu dua orang dari party tadi mengikutinya dari belakang. Yang membuatnya menyeringai mengejek, tapi ia bersikap seolah-olah tak tahu. Jika saja Shira menunjukkan kelemahannya bertarung melawan hewan buas berlevel lebih tinggi darinya, dua orang itu pasti dari tadi sudah menyerangnya.

    “Gorila itu memiliki hit point tinggi dan regenerasinya pun lumayan cepat. Tapi serangannya cuma standar dan gak punya skill kecuali ‘Bash’. Kali ini, mengandalkan ‘Open Wound’ akan sangat cocok untuk melawan si gorila,” kata Arwah Baik Hati.

    ***

    Done.
     
    • Like Like x 1
    Last edited: Jan 12, 2017
  12. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0

    CHAPTER 16 – MUNCULNYA MONSTER ELITE

    Gorila itu sedang minum di sungai kecil, dekat tempat Shira berada. Ia tak menyadari seorang pemuda dan arwah yang tengah melihatnya.

    “Tapi sepertinya dia lebih kuat daripada semua hewan-hewan buas sebelumnya,” kata Shira. “Apa aku bisa melawannya? Kukira serigala berlevel 8 tadi sudah batasku. Melawan musuh dengan 5 level di atasku sudah merepotkan, tau.”

    “Malah lawan musuh yang beginian lebih gampang daripada serigala tadi. Serangannya gak merepotkan, akurasinya dan attack speed nya di bawah tipe serigala. Cuma kalau mereka bertarung yang menang gorila ini karena hit point-nya memang sekelas badak. Kamu tinggal pakai ‘Open Wound’ sambil menghindar atau sesekali pakai taktik hit and run sambil pulihin stamina-mu yang hilang karena ‘Open Wound’.

    “Jangan khawatir. Durasi efek ‘Open Wound’ yang membekukan regenerasi hit point musuh lumayan lama. Kalau kamu pakai taktik ini, cepat atau lambat gorila itu pasti modar.”

    Shira mengangguk mengerti. Staminanya sekarang sudah pulih setelah ia meminum air yang dicampur herbal dan beberapa obat alami yang bisa meredakan rasa pegal tubuhnya.

    Air itu adalah campuran yang sangat mudah dan murah dibuat, jadi memulihkan stamina lebih gampang ketimbang memulihkan mana yang biasanya membutuhkan ramuan khusus yang bisa memakan biaya.

    Pedang pendek yang berbentuk seperti katana sudah di tarik dari sabuknya. Shira merunduk rendah sambil melangkah pelan-pelan dan tanpa suara, mendekati gorila itu dari belakangnya.

    Shira ingin memberikan serangan kejutan. Walaupun Arwah Baik Hati mengatakan hal ini akan berjalan dengan mudah namun Shira tak bisa melonggarkan waspadanya.

    Saat ia sudah mendekat, gorila itu masih tak menyadari ada orang yang hendak menyerang dari belakang. Dengan cerdik Shira menyembunyikan hawa keberadaannya dan sengaja menghindari injak daun kering serta benda-benda berserakan lain di tanah yang mampu menimbulkan suara.

    Shira menghitung jika ia benar-benar menyerang organ vital gorila itu, paling besar damage yang akan ia berikan adalah critical strike. Awalnya Shira ingin melihat atribut dari gorila ini tapi tak mungkin petarung berlevel 3 sepertinya mampu menggunakan magic item Specialist sejauh itu.

    Jadi ia sempat ragu untuk menggunakan kesempatan serangan kejutan ini untuk melancarkan critical strike. Ia juga ingin menyerang salah satu kakinya tapi hal itu tak cukup untuk membuatnya pincang, karena gorila juga menggunakan kepalan tangan untuk menopang tubuhnya.

    “Jangan ragu. Terlalu banyak berpikir seperti ini nanti kesempatanmu hilang,” suara Arwah Baik Hati terdengar pelan. Shira yang mendengarnya langsung memperkuat genggaman pedangnya, sedikit bergerak ke arah samping gorila tersebut dan menusuk lututnya dengan ‘Open Wound’.

    “GWAAAAARRRGGHHHH!!!!”

    Gorila itu meraung ketika mendapati benda tajam menusuk lututnya. Kaki kanannya tiba-tiba menjadi lemas karena luka. Darah terus-menerus mengucur dari luka tersebut, seperti wadah air dengan lubang yang bocor.

    Ia menoleh dengan mata sudah memerah. Air muka keriputnya yang hitam legam sudah membara-bara penuh amarah. Gorila itu langsung mengangkat kedua tangannya ke udara, kemudian mengayunkannya dan keras menghantam tanah.

    *BUUAARRHHH!*

    Keping-keping pecahan tanah kering terlempar ke mana-mana. Asap debu tebal menyeruak dari hantaman itu dan menyelimuti tubuh besar si gorila.

    Tapi hal itu sia-sia, ia tak mengenai apa pun. Shira sudah berada di luar jangkauan serang gorila tersebut. Ia memberikan dirinya sendiri jeda waktu yang tipis untuk melakukan serangan tersebut, dan cepat menarik kembali pedangnya mundur usai menancapkan ke lutut si gorila.

    “AHWAWAWAWAWARRRGGHHH!!!”

    Gorila tersebut kembali meraung sambil memukul-mukul dadanya. Bulunya yang tadi hitam legam kita berubah warna menjadi lebih pucat, dan perawakannya perlahan-lahan membesar sambil urat-urat yang jelas nampak menyembul di kulitnya. Saat itu juga, Shira merasakan aura hewan buas itu melonjak. Ia terkejut, kemudian melihat ke arah si Arwah Baik Hati yang puas cekikikan seorang diri.

    Arwah Baik Hati sialan itu sudah tahu sejak awal! Shira hanya bisa tersenyum masam melihat ia sudah dipermainkan arwah itu. Perubahan gorila yang ia lihat di depannya adalah skill yang disebut ‘Rage’.

    Skill ‘Rage’ ini tidaklah jarang untuk monster dan hewan buas. Bahkan bisa dibilang lumayan pasaran di kalangan hewan-hewan buas di pedalaman hutan dan gunung.

    Tapi petualang dan petarung pemula disarankan untuk menghindari hewan buas yang memiliki skill ‘Rage’. Walau pun party pemula berjumlah seratus pun, para senior akan bersikeras untuk membuat mereka menghindari bahkan satu saja hewan buas yang berubah oleh ‘Rage’.

    Karena hewan buas yang menggunakan skill ini amukannya bisa mengguncangkan gunung dan membuat burung-burung kabur mengepakkan sayapnya sejauh mungkin. Mereka adalah mimpi buruk bagi para petarung. Mereka akan mengejar sampai seribu kilometer musuh yang membuat mereka marah walau nyawa taruhannya. Hanya orang bodoh yang memburu monster dan hewan buas berskill ‘Rage’ tanpa tujuan yang jelas.

    Namun Shira masih menggenggam erat gagang pedangnya. Cahaya di matanya tak memudar sama sekali. Hari ini ia akan membunuh gorila ini sebelum gelap, supaya ia bisa makan malam dan tidur nyenyak setelahnya.

    *DUG BDUG BDUG BDUG*

    Suara langkah gorila itu terdengar berat dan menggetarkan tanah. Shira memerhatikan gerakan langkahnya dengan saksama, mencoba untuk meramal bentuk serangan berikutnya.

    Saat Shira menyadari gerakan berikutnya itu, matanya bersinar-sinar. Sudut bibirnya naik, ia terlihat puas.

    Itu karena tepat sebelum gorila tersebut mencapai Shira yang menunggunya dengan kuda-kuda mantap, gorila itu memelan untuk mengambil ancang-ancang dan tangannya pun terangkat ke udara. Ini adalah serangan seperti tadi, yang terkuat karena gorila tersebut mengandalkan momentum ayunan tangannya untuk menciptakan daya serang yang mengerikan.

    Sayangnya, serangan tersebut membuka lebar pertahanannya hingga dengan mudah Shira masuk, menyerang lututnya yang lain dengan ‘Open Wound’ sekali lagi.

    “UGGAHHH!!!”

    Gorila itu kembali meraung kesakitan. Saat itu juga Shira melihat informasi yang tersedia untuknya tentang gorila tersebut.

    Cincin Mila di jemarinya bercahaya, dan ia melihat nama gorila itu adalah Black Tribe Gorilla. Hewan buas itu memiliki HP sekitar 500 pada awalnya, bertambah 200 lagi setelah mengaktifkan ‘Rage’. Mana maksimalnya hanya 36, serta stamina-nya sekitar 600an. Gorila itu sudah berlevel 10, jadi wajar perawakan raksasanya memberikan kesan perkasa.

    “Merepotkan...” keluh Shira sambil melepaskan napas panjang. Ia ingin membaca status yang lain namun tak bisa. Lain kali ia akan meminta Mila untuk mengajarinya menggunakan sensory ring ini. Informasi sangat berguna baginya di saat seperti ini.

    Tanah bergetar lagi. Gorila itu mengejar Shira yang terdiam menunggunya lagi, kemudian memberikan serangan yang sama. Tentu saja Shira langsung memanfaat pertahanan gorila yang sudah terbuka itu, dan ‘Open Wound’ ketiga pun dilancarkan.

    Kembali gorila itu meraung. Ia mengincar tangannya sekarang. Tapi semua sabetan pedangnya tak cukup dalam seperti serangan pertama jadi hanya kaki kanannya yang pincang.

    “Aku harus membatasi gerakannya sebelum mundur karena stamina-ku habis,” pikir Shira dalam benaknya, “Mengurusi musuh yang pincang di sana-sini lebih mudah daripada menghindar-hindar serangan mengerikan seperti itu terus.”

    Beruntung gorila bodoh itu tak mengubah pola serangannya. Ia hanya berteriak penuh amarah dan menerjang sambil menyerang dengan serangan yang penuh celah.

    Lambat laun HPnya pun mulai menunjukkan pengurangan. Shira mendapati defense gorila ini tak seberapa, barangkali regenerasi hit point-nya lah yang paling merepotkan. Beruntung saja Shira menggunakan ‘Open Wound’.

    “Total hit point-nya 700an, seranganku hanya belasan, ditambah sepuluh poin lagi dari pedangku,” Shira tak henti-hentinya mengeluh dalam hati. Karena situasi terlihat sangat merepotkan, barangkali pertarungan ini akan berlanjut sampai malam.

    Belum lagi ia harus mundur jika stamina-nya habis oleh gerakannya yang terus menerus menghindar dan juga stamina terkuras banyak oleh ‘Open Wound’-nya. Jika itu terjadi, dengan lincah Shira berlari zig-zag dan mencari banyak halangan agar gorila itu tertinggal jauh saat mengejarnya.

    Shira bersembunyi tak jauh dari gorila itu. Hewan buas tersebut mengamuk-amuk sendiri saat kehilangan jejak Shira. Ia menghantam-hantam tanah dan mencabut pohon dari akarnya, melemparnya ke arah Shira menghilang tadi.

    Di tempat lain, Shira dengan santai meminum air dicampur sari jahe berumur dua puluh tahun. Staminanya memulih setahap demi setahap. Tubuhnya pun segar kembali dan ia bangkit untuk menemui gorila untuk ronde kedua.

    Saat Shira kembali, ia melihat gorila itu sama sekali tak beregenerasi. Skill ‘Open Wound’ membuatnya puas. Ia akan memenangkan pertarungan ini walau sedikit telat selesainya.

    Pertarungan itu pun diisi dengan Shira yang memaksa masuk ke dalam celah pertahanan gorila itu dengan ‘Water Flowing Style’-nya, kemudian dengan stamina yang tersisa ia berlari lagi untuk bersembunyi. Lambat laun gerakan mulai terlihat kaku dan memelan, rupanya luka yang ditimbulkan Shira di lutut dan pergelangan tangannya sudah membatasi gerakan gorila tersebut.

    Dua jam lebih Shira menggunakan taktik ini, gorila itu pun mulai menunjukkan tanda frustrasi. Serangannya lebih liar lagi, dan celah di pertahanannya semakin menjadi-jadi. Akhirnya ia tewas setelah Shira tujuh kali maju mundur menyerangnya.

    Arwah gorila tersebut memberikan benang dari mana sphere-nya lebih banyak dari hewan buas sebelumnya. Meskipun begitu, ia belajar lebih banyak dari serigala berlevel 8 daripada pertarungan ini.

    “Mudah, kan? Dari sekarang lebih baik kamu memburu gorila ini. Walaupun jumlahnya lebih sedikit tapi pengalamannya akan sangat berharga. Kecuali kamu ketemu lagi dengan musuh veteran seperti serigala tadi,” ujar Arwah Baik Hati tiba-tiba usai menonton pertarungan Shira.

    Shira tak menjawabnya dan langsung mengeluarkan salah satu bangkai ular dari mystic bag-nya. Cahaya bulan cukup terang namun ia membuat api untuk membakar daging ular hasil buruannya. Jadi ia mengeluarkan magic item rumahan yang dibelinya dengan harga lumayan murah. Setelah memasak makan malamnya, Shira mengeluarkan selimut tebal dan membungkus tubuhnya. Ia pun langsung tidur di bawah pohon.

    Tak lama ketika ia menutup matanya, suara langkah lembut mendekat. Shira mendengar itu, ia hanya pura-pura tertidur.

    Di dalam selimut itu, Shira memegang gagang pedangnya. Bersiap untuk bertarung lagi.

    Tapi suara langkah-langkah itu nampak berhenti tak jauh dari tempat Shira tertidur. Arwah Baik Hati yang melihat dua anak muda itu diam-diam mendekat, hanya tersenyum geli melihat tingkah mereka.

    Dua pemuda itu dikirim oleh Bony sebelumnya untuk memberikan Shira pelajaran. Tetapi selama mereka mengikuti Shira dari belakang, mereka melihat Shira dengan lihainya memenangkan pertarungan melawan ular buas berlevel 5.

    Setelah itu muncul keraguan untuk menyerang Shira. Dua orang itu sepakat untuk memerhatikan Shira lagi, dan setiap pertarungan membuat mereka terkejut terus-menerus.

    Pasalnya, musuh-musuh yang dilawan Shira belum tentu bisa mereka kalahkan. Melihat gaya bertarung Shira yang lincah dan cekatan menjaga momentum di atas musuhnya yang jauh lebih kuat, muncul rasa kagum, takut, dan iri yang bercampur di dada mereka.

    Tak terasa sore sudah datang, mereka masih ketagihan menonton pertarungan Shira. Terkadang ketika Shira terluka dan keadaannya merugikan, mereka pun ikut panik. Kemudian saat Shira memenangkan pertarungan yang tak masuk akal seperti menantang serigala level 8, mereka juga ikut bersorak dalam hati.

    Apa yang mereka lihat di depan mereka layaknya pertarungan petarungan gladiator yang sangat seru dan menegangkan. Mereka bahkan sampai-sampai tak sadar beberapa kali Shira sekilas menoleh ke arah mereka karena begitu ributnya.

    Lalu saat Shira menang melawan gorila itu barulah mereka sadar hari telah gelap. Rasa takut dan cemas pun menjalar di punggung leher mereka. Berkeliaran mencari jalan pulang di gunung ini saat gelap sama saja mencari mati, mereka tak memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri dari hewan-hewan buas yang aktif di malam hari.

    Mereka pun juga ketakutan saat mereka tidur nanti. Jadi dengan menghiraukan rasa gengsi, pelan-pelan mereka melangkah untuk tidur di dekat Shira.

    ***

    Besoknya, Shira menguliti semua hewan buruannya. Ia menjemur kulit serigala dan ular kemarin, sambil memasak daging ular lagi dan memakan kue kering yang disiapkan Mila Yashura sebelumnya.

    Dua bawahan Bony sudah tak terlihat. Mereka bangun sebelum Shira dan cepat-cepat bersembunyi lagi. Sepertinya mereka masih belum ingin kembali ke desa dan ingin lebih banyak melihat pertarungan Shira berikutnya.

    Walau buruannya kemarin sangat memuaskan, tetapi pagi ini wajah Shira tertekuk muram. Ia menyadari, experience-nya sama sekali tak mengalami kenaikan. Masih berada di level 3 dengan 48% proses ke level berikutnya, sama seperti satu bulan yang lalu.

    Itulah alasannya mengapa Shira terus-menerus mengeluarkan napas penuh keluh. Di wajahnya terlihat ia sama sekali tak bersemangat untuk hunting hari ini.

    “Gak usah terlalu dipikirin. Barangkali nanti kalau kerjamu memuaskan aku akan memberitahu rahasia untuk menambah experience dari membunuh musuhmu.”

    Arwah Baik Hati sejak tadi berusaha menghibur Shira. Lebih tepatnya, menjaga motivasi anak itu untuk tetap ada. Karena saat ini matahari sudah mulai naik, dan Shira masih membaca bukunya santai tanpa ada semangat untuk memburu hewan buas lainnya.

    “Bocah, coba keluarkan skill gabungan yang kubuat, biar kuperiksa,” kata Arwah Baik Hati dengan nada memerintah. Ia melihat Shira bermeditasi untuk fokus menggabungkan skill-nya tadi pagi. Seharusnya sekarang sudah ada perkembangan.

    “Gak mau,” namun Shira menjawabnya dengan ketus.

    “Aku hanya ingin melihat sebentar.”

    “Ini produk gagal.”

    “Nanti aku kasih masukan. Jangan bilang kamu ngarep tiba-tiba jadi jenius yang bisa membuat skill tingkat dewa?”

    Shira mendesahkan napas panjang, kemudian menyalakan sensory ring-nya untuk membuat layar informasi tentang skill barunya.

    “Hmm, lumayan, lumayan. Gold rank skill, gabungan dari ‘Open Wound’ sama ‘Stamina Drain’. Ada efek lain yang mengurangi sedikit physical resistance musuh, efek yang lumayan langka. Bagus, bagus. Seharusnya di jaman ini skill beginian sudah dianggap skill puncak di desa-desa tingkat kedua.” Arwah Baik Hati terdiam sebentar, ia menyadari sesuatu. “Nak, kenapa kamu gak pelajari skill-nya?”

    “Aku mau membuat ulang.”

    “Ini sudah bagus. Ngapain buat ulang.”

    “Tapi hasilnya gak memuaskan. Sudah kubilang itu produk gagal.”

    Alis Arwah Baik Hati bergerak kejang. Menggabungkan dua skill dan menaikkan rank-nya satu tingkat ke atas di percobaan pertama, tak ada yang bisa melakukannya sebelumnya. Arwah Baik Hati sudah tak terkejut melihat ini karena ia tahu bakat Shira. Tapi yang tak ia duga adalah Shira masih tak puas dengan prestasi sepanjang jaman ini!

    “Terus standarmu kayak bagaimana? Yang begini—“

    Tiba-tiba Arwah Baik Hati terdiam. Ia melihat ke arah timur. Wajahnya berubah serius.

    “Ada yang datang.”

    Katanya pelan. Aura yang ia rasakan sebenarnya sama sekali tak berbahaya untuknya namun cukup serius jika diukur dengan kemampuan Shira. Pemuda itu pun ikut berwajah serius. Ia merasakan kerikil-kerikil di tanah bergetar dan melompat-lompat kecil, seperti ada gempa bumi yang mendatangi mereka.

    *Wooosshh*

    Cahaya kuning berkecepatan tinggi tiba-tiba melejit ke arah Shira dan Arwah Baik Hati. Dengan memaksimalkan ‘Water Flowing Style’-nya, refleksnya pun melonjak tajam dan ia melompat ke samping unuk menghindari cahaya kuning tersebut.

    *BOOOMMMM!!!*

    Ledakan listrik berwarna kuning menghancurkan tempat peristirahatan Shira. Bulu dan kulit hewan buas yang ia jemur tadi sudah hancur oleh ledakan tersebut.

    Shira melihat Arwah Baik Hati dengan santai menepuk-nepuk debu di baju kulitnya. Ia nampak tak bergerak tapi posisinya sudah tak berada di tempatnya berdiri tadi.

    “Kamu manusia yang membunuh anak buahku kemarin?!” raungan murka mengaum di gunung itu. Shira akhirnya dapat melihat sosok gorila berbulu emas yang berdiri tegak berjalan pelan-pelan ke arahnya.

    Mata gorila itu berwarna cerah dan pupilnya pucat kuning. Dari bulunya yang keemasan, nampak samar-samar energi listrik yang menyerupai ular meliliti seluruh tubuhnya.

    Di antara lebatnya semak belukar di tempat lain, dua sosok menggigil ketakutan melihat gorila berbulu emas itu. Dahi mereka sudah dipenuhi peluh keringat dan wajah mereka menjadi pucat.

    “Gorila itu berbicara,” gumam salah seorang dengan nada yang terdengar tak jelas.

    “Monster elite... monster elite yang mendiami gunung ini cuma satu. Raja Gorila! Hewan buas yang berelement affinity lightning!!!”

    Kedua pemuda yang bersembunyi itu menelan ludah masing-masing. Mereka menyesal tak langsung kembali saja tadi.

    ***
     
    • Like Like x 1
  13. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    sepak terjang shira kali ini mayan awesum :top: bener2 khas underdog sejati

    nanti mantau dulu gimana perkembangan fight nya kali ini, siapa tau dia akhirnya bisa naik level atau belajar skill kelas dewo :hihi:
     
    • Like Like x 1
  14. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    silahkan dipantau om :xiexie:
     
  15. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0

    CHAPTER 17 – BELAJAR TERBANG

    *BOOMM!*

    *BOOOOOMMM!!*

    *BOOOOOOOOMMMM!!!*

    Raungan ledakan listrik menggema dan menggetarkan gunung itu. Di kejauhan, dua orang pria tiga puluhan dan seorang wanita berusia sama melihat ke arah ledakan.

    “Raja Gorila mengamuk,” kata salah seorang pria. Ia tengah menguliti ular berbisa seperti yang Shira bunuh kemarin. Bedanya, di tanah tempat mereka berdiri ada sekitar empat puluhan bangkai ular tergelatak.

    “Seseorang membunuh anak buahnya,” kata pria yang lain, “bukannya mereka sudah diberitahu untuk gak mengganggu ras gorila?”

    Kedua pria itu kemudian melihat ke arah wanita berkulit sawo matang dan langsing bugar. Tampaknya ia adalah pemimpin dari regu tiga orang itu.

    “Sudah aturannya untuk gak mencampuri urusan monster elite jika berusia di atas 25. Siapa pun yang menyinggung Raja Gorila sudah melanggar aturan. Itu bukan urusan kita.”

    Dua orang yang lain mengangguk. Mereka percaya siapa pun yang membunuh gorila di gunung ini adalah petarung berusia di atas 25. Pasalnya, sangat jarang bagi petarung dengan usia di bawah 25 mampu mengalahkan gorila seorang diri. Desa Badril tak melihat jenius seperti itu dalam kurun beberapa tahun ini. Selain itu, party mana pun tak akan berani mengeroyok hewan buas yang dilindungi monster elite seperti gorila-gorila ini. Tak menyerang hewan buas gorila adalah aturan tak tertulis di gunung ini, tak ada party yang mau mencari masalah bersama-sama.

    Jadi kemungkinan yang tersisa adalah seorang pemburu seperti mereka bertemu dan tak sengaja membuat masalah dengan salah satu gorila, dan akhirnya membunuhnya.

    Faktanya, si tersangka sama sekali tak mengetahui hal ini. Ia adalah seorang introvert yang sama sekali tak peka pada lingkungannya. Mana mungkin ia mengerti aturan tak tertulis seperti ini di petualangan pertamanya. Tapi berbeda dengan Arwah Baik Hati, puluhan tahun bergumul di tempat seperti ini membuatnya cepat mengerti situasi yang terjadi bila ada gorila terbunuh.

    Dan ketika ia menyuruh Shira menyerang gorila itu, ia sudah memperkirakan hal ini akan terjadi. Dan ia hanya tertawa terbahak-bahak dalam hati.

    Kembali ke tempat di mana Shira terus-menerus melompat untuk menghindari serangan Raja Gorila, dua orang yang dikirim Bony gemetaran dalam keringat dingin mereka.

    “Apa yang harus kita lakukan?”

    “Lari...”

    “Bagaimana kalau Raja Gorila menemukan kita?”

    Dua orang itu terdiam, terhanyut dalam ketakutan mereka. Jelas mereka melihat Raja Gorila sudah termakan oleh kekalapannya sendiri. Tapi Shira dengan tenang lagi dan lagi menghindar dari serangan mematikan tersebut.

    “Apa kita harus menunggu Shira membawa Raja Gorila itu pergi?”

    Temannya mengangguk. Jadi mereka diam mematung di balik semak-semak, bahkan bernapas pun mereka tahan sebisa mungkin.

    Tapi yang membuat jantung mereka terasa berhenti, Shira sama sekali tak membawa Raja Gorila itu menjauh. Melainkan ia lari ke arah mereka.

    “Dua orang yang mengikutiku sejak kemarin akan menjadi umpan,” pikir Shira, ia berlari dengan sekuat tenaga sambil sesekali melompat ketika merasakan bahaya proyektil yang dilemparkan Raja Gorila menggelitik bulu kuduknya.

    “Bocah, jangan lari! Aku akan membunuhmu untuk menenangkan arwah gorila yang kamu bunuh kemarin!”

    Raja Gorila mengambil batu seukuran bogemnya di tanah, menyuntiknya dengan energi mana berafinitas lightning dan kemudian melemparkannya ke arah Shira. Batu itu berubah menjadi proyektil petir bercahaya listrik kuning, dan ketika menghantam tanah, ledakan dahsyat terjadi.

    *BOOOMMM!!!*

    Shira yang melompat untuk menghindari momentum ledakan langsung terpental dan jungkir balik di tanah. Ia sama sekali tak terluka tapi semua badannya sudah terlapisi oleh debu dan tanah.

    “Anjir! Seberapa besar kapasitas mana monyet itu!” umpat Shira. “Mas Arwah, jangan nonton aja. Tolong sebentar!”

    “Hmph! Cuma yang beginian aja sudah minta tolong. Aku gak mengajarkanmu jadi pengecut!”

    Shira hanya menyeringai sambil lanjut berlari. Ia kesal dipanggil pengecut ketika sama sekali melihat ia tak mempunyai kesempatan melawan Raja Gorila itu.

    Pertahanan super kuat seperti gorila. Kecepatan elemental affinity lightning yang lebih hebat daripada serigala. Kemudian juga melemparkan proyektil yang dahsyatnya tak sebanding dengan tembakan racun ular berbisa kemarin... Dilihat dari mana pun, Shira tak akan mempunyai kesempatan untuk melawan monster elite ini.

    Bahkan jika ia berhasil menggabungkan ketiga skill pemberian Arwah Baik Hati pun, atau ‘Water Flowing Style’-nya berhasil mencapai level 3, kesempatan menangnya jika berhadapan langsung mendekati nihil. Untuk seorang petarung berlevel 3 sepertinya menang melawan hewan buas level 10 sudah dibilang ajaib, tapi untuk melawan monster elite berkekuatan lebih besar, hal itu masih mimpi bagi Shira untuk saat ini.

    “Bocah, kamu gak berencana untuk menjadikan dua orang itu umpan, bukan?” tanya Arwah Baik Hati dengan senyum aneh. Arwah itu hanya melayang tapi kecepatannya setara dengan kecepatan lari Shira.

    “Memangnya kenapa? Mereka sejak awal berniat buruk padaku. Aku hanya memberi mereka sedikit ucapan terima kasih kembali.”

    “Bagaimana kalau mereka mati?”

    “Itu bukan urusanku. Siapa yang menyuruh mengikutiku kemari? Orang itulah yang seharusnya bertanggung jawab atas kematian mereka.”

    *BOOOOOMMM!!!*

    Saat ini, Shira yang tengah menjawab pertanyaan Arwah Baik Hati terpental oleh ledakan di belakangnya. Ia merasakan hit point-nya menghilang drastis hanya karena terkena momentum ledakan serangan itu.

    “Hmm, apa kamu gak ingat kejadian empat bulan yang lalu,” kata Arwah Baik Hati pelan kepada Shira yang masih berusaha untuk bangun dari timbunan tanah hasil ledakan. “Ada satu orang yang kembali saat teman-temannya pada mati. Dia bilang mereka diserang kawanan hewan buas tapi akhirnya dia kena fitnah juga. Apa kamu ingat?”

    Shira tak menjawab. Tubuhnya masih gemetaran karena terkena momentum ledakan, kepalanya pusing dan tubuhnya tak bisa berdiri tegak. Tapi ia masih bisa mendengar ucapan Arwah Baik Hati.

    Di saat itu, ia mengerti maksud si arwah. Bila ada orang lain di sekitarnya mati tanpa ada saksi mata, orang lain yang tak menyukainya tentu akan mengambil kesempatan ini untuk memfitnahnya. Dan mengingat tunangan Shira adalah gadis tercantik dan terjenius di desa ini, ia yakin banyak barusan pemuda cemburu yang ingin menjatuhkannya seperti Blackwood ingin menjatuhkan reputasi Keluarga Yashura.

    “Sialan...”

    Ia baru menyadari kesalahannya. Akan lebih mudah jika ia mengambil arah lain tadinya.

    “Jangan mengeluh. Dulu pas waktu aku seumuranmu, dikejar lima Raja Gorila sekali pun aku gak mengeluh,” kata Arwah Baik Hati nada santai. “Kalau kamu sudah selesai di sini aku tunggu di kaki gunung.”

    Dengan begitu, Arwah Baik Hati melayang pergi. Meninggalkan Shira untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

    Shira hanya bisa mengumpat pada arwah yang tak bisa diandalkan itu. Ia berusaha bangkit, namun kakinya gemetaran. Rupanya tubuhnya masih syok karena terkena momentum ledakan terlalu dekat.

    *Dug dug dug gdug*

    Pasir tanah bergetar. Gempa kecil mendekat. Shira menoleh, melihat sosok gorila berbulu emas datang dan menatapnya dengan sorot mata dingin. Cepat-cepat Shira mengeluarkan kertas pemberian Jerrin Yurin dan menyobeknya dengan panik.

    Raja Gorila tak lagi mengejarnya dan menyerangnya dengan proyektil berafinitas lightning. Melihat Shira yang gemetaran bermandikan tanah seperti itu, ia hanya mendengus dan berjalan pelan ke arahnya.

    *PAAK!*

    Ia menampar tubuh kecil Shira dengan punggung telapak tangannya. Shira terpental dan menghantam batang pohon sekali, sampai ia terjatuh di bidang curam dan tubuhnya terjungkir-jungkir jatuh ke bawah.

    Darah segar merangkak dari tenggorokannya, Shira batuk-batuk hingga darah itu keluar dari mulutnya. Ia mengumpat dalam hati. Mengumpat, mengumpat, dan mengumpat lagi.

    “Anak lemah sepertimu bisa membunuh hewan buas yang lebih kuat darimu. Aku salut, salut! Tapi sayangnya, yang kamu bunuh adalah anak buahku. Kamu akan menjadi persembahan untuk menangkan arwahnya!”

    Raja Gorila tiba di depan Shira, ia membuka telapak tangannya dan meraih Shira. Dengan sigap Shira menggunakan seluruh tenaga yang tersimpan dalam mana sphere-nya untuk menghindari cengkeraman tangan Raja Gorila.

    *Swiish...*

    “Huh?”

    Shira menghindari cengkeraman itu, membuat Raja Gorila terkejut bukan main.

    Lingkaran-lingkaran riak air muncul di permukaan tanah tempat kaki Shira berpijak. Di bandingkan dengan riak air sebelumnya, kini gelombang riak tersebut lebih sering dan lebih besar. Seperti kaki Shira yang menyentak permukaan air dan mengombaknya dengan tegas.

    ‘Water Flowing Style’... sudah mencapai level 3 di tengah-tengah kejaran tadi. Rupanya refleks adalah fondasi yang belum Shira mantapkan sebelumnya. Jadi ketika ia terus-menerus menggunakan ‘Water Flowing Style’' untuk mempercepat responsnya terhadap proyektil lightning Raja Gorila tadi, ia tak sadar ‘Water Flowing Style’-nya sudah naik ke level 3.

    Raja Gorila sadar bocah di depannya menggunakan skill untuk menghindar. Tetapi ia pun memiliki skill pasif untuk mempercepat gerakan serangannya. Sehebat apa pun gerakan skill bocah ini, tak mungkin bisa mengelak dari skill Raja Gorila yang puluhan tahun sudah ia asah.

    Tetapi Shira berada di situ, menghindar darinya. Sekarang tubuhnya berdiri, tapi kakinya gemetar. Tubuhnya syok dan ia tak bisa berbuat apa-apa tentang itu.

    “Jadi begitu. Kamu bukan anak biasa. Pantas saja anak buahku mati di tanganmu.”

    Tepat pada saat itu juga mata si Raja Gorila langsung bercahaya kuning, pelan-pelan semakin terang dan ada percikan listrik muncul di sana. Tubuhnya pun ikut mengeluarkan percik listrik, dan bulunya yang keemasan menari-nari seraya tubuhnya yang kekar semakin mengembang.

    “UWWOOOOOHHH!!!”

    ‘Rage’! Ketika hewan buas menggunakan skill itu, kekuatan yang besar melimpahi seluruh tubuhnya dengan bayaran kehilangan akal sehat.

    Berusaha melompat keluar dari jangkauan Raja Gorila. Hit point-nya benar-benar menipis dan karena itu ia mendapat debuff dari HPnya yang kritis itu. Tubuhnya melemah dan stamina-nya benar-benar kering. Mendapatkan debuff di saat seperti ini adalah kemungkinan terburuk bagi Shira.

    Saat ia menggerakkan kakinya, Shira merasakan tubuhnya mulai bergetar hebat karena kehabisan tenaga. Yang ia rasakan adalah lemas dan ia tersungkur ke tanah. Dalam hatinya, ia mengumpat lagi karena sudah tak bisa menggunakan ‘Water Flowing Style’. Oleh karena itu, ia hanya bisa menggunakan kekuatannya yang tersisa untuk merangkak kabur.

    Tapi tiba-tiba tangan besar dan dingin menangkapnya. Cengkeramannya begitu kuat sampai-sampai Shira mendengar tulang-tulangnya yang remuk sedikit demi sedikit. Ia menggertakkan giginya dan menatap dingin ke arah mata Raja Gorila yang bercahaya kuning listrik.

    Melihat anak manusia berani menatap matanya dengan sorotan dingin, Raja Gorila mendengus keras dari hidungnya.

    “Berani juga kamu! Kalau aku gak bisa membuatmu bersujud sepuluh ribu kali kepada ras gorila dan menggantung mayatmu di gunung ini, maka aku gak becus menjadi Raja Gorila!”

    Tak seperti yang Shira duga, walau Raja Gorila mengaktifkan ‘Rage’, ia sama sekali tak kehilangan kemampuan berbicaranya. Ia pikir Raja Gorila akan berubah bodoh ketika menggunakan skill ini.

    “Gorila itu terlalu lemah dan goblok. Gak ada obatnya. Membunuhnya hanyalah latihan untukku! Dan begitu juga denganmu, aku akan menjadikanmu daging untuk latihan pedangku suatu saat nanti!”

    “Hmph! Sombongnya! Kamu sedang latihan? Mau latihan? Sekarang kuberikan satu latihan untukmu. Perhatikan baik-baik! Aku akan membuat manusia sombong sepertimu untuk belajar terbang di langit!”

    Raja Gorila mengambil ancang-ancang, dan langsung melemparkan tubuh Shira ke udara!

    Ia menggunakan kemampuan elemental lightning¬-nya untuk memberikan kekuatan tambahan. Tubuh Shira yang terlempar melesat, membelah udara seperti peluru.

    ***

    “Suara ledakan sudah mereda,” kata seorang wanita berkulit sawo matang.

    Ia adalah pemburu yang tadinya menguliti ular-ular bersama dua temannya. Di depan tiga pemburu itu, dua pemuda tengah mengigil ketakutan memegang gelas teh mereka.

    “Apa kalian yakin yang membuat Raja Gorila marah adalah Shira Yashura, dan sekarang dia sedang mengejar anak itu?” lanjutnya menanyai dua pemuda yang baru saja kembali dari arah ledakan-ledakan tadi.

    Salah satu pemuda itu mengangguk. “Kami melihatnya, kemarin Shira membunuh seekor gorila dan Raja Gorila kemudian mengejarnya.”

    Wanita itu mengerutkan dahinya. Wajahnya tertekuk mendengar ucapan pemuda itu.

    Dua pria di sebelah wanita itu kurang lebih memiliki ekspresi yang sama.

    “Jadi yang membuat Raja Gorila itu keluar dari sarang ternyata anaknya Jhuro. Anak sama bapak sama-sama suka mencari masalah. Sebaiknya kita menolong anak itu, mengingat Jhuro selalu membantu kita dulu.”

    “Ledakan tadi kuat sekali. Apa kamu yakin dia masih hidup?”

    Kelima orang itu terdiam. Suasana dingin gunung yang terasa samar semakin menjadi-jadi. Tak ada yang berbicara untuk memecah keheningan. Mereka semua tenggelam dalam pikiran masing-masing sejenak membayangkan nasib Shira Yashura.

    Tepat pada saat itu juga, pertanyaan dalam benak mereka terjawab. Sebuah tubuh tengah melesat di udara menuju arah puncak gunung.

    “Lihat, ada yang terbang!”

    “Siapa orang yang bisa terbang di desa kita?!”

    “Bukan! Bukan terbang! Dia baru saja dilempar!”

    Saat itu, wajah salah satu pemuda yang mengikuti Shira berubah menjadi aneh.

    “Itu... itu Shira! Shira dilempar begitu saja!”

    “Bahaya!” seru salah satu dari mereka, entah siapa yang mengatakan demikian.

    “Cepat kemasi barang-barang kalian! Kita akan menolong anak itu!” perintah wanita yang memimpin.

    ***
     
    • Like Like x 1
  16. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    hmm, cukup bagus juga development nya jadi gk flat gitu. kalo spekulasi gw mungkin shira bakal latian lagi sebelum dia nanti rematch.

    siasatnya buat menyelamatkan diri mayan cerdik juga.

    tadinya gw mau saran supaya klo update gk mesti sering2, yg penting pas dibaca hasil akhirnya nendang + puas. tapi ya ujung2 bakal diedit juga jadinya gk masalah.
     
    • Like Like x 1
    Last edited: Jan 14, 2017
  17. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    sering-sering update biar motivasinya gak turun sih, kalo boong-bolong gitu ntar takutnya terlalu nyaman jadi males nulis lagi

    sebenernya updatean saya yang kurang ini editnya kurang betul, proofread juga saya setengah-setengah, belum ada yang disunting sama sekali kecuali salah eja dll

    biasanya kalo kelar 1 chapter langsung maen post ae, males ngeditnya :facepalm:
     
    • Like Like x 1
  18. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    well, yg penting plot utamanya udah kepikiran sih mau ke mana :beer:

    kadang istirahat juga penting kalo mang rasa males nya karena udah jenuh nulis itu2 terus dan pengen cari angin ngelakuin yg lain.
     
    • Like Like x 1
  19. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0
    klo memang jenuh nulis yang ini terus tinggal tengok proyek sebelah ada 2 nganggur :cambuk:
     
    • Like Like x 1
  20. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    ya bisa juga begitu :cambuk:
     
    • Like Like x 1
  21. NodiX M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    May 7, 2011
    Messages:
    510
    Trophy Points:
    122
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +921 / -0

    CHAPTER 18 – TAK SADARKAN DIRI

    Sebuah pos kecil yang dibangun dengan ranting dan kayu kering terbakar oleh api. Dari tiga puluhan goblin yang awalnya menjaga pos itu, kini hanya sembilan yang masih hidup. Kini mereka sudah kehabisan anak panah, jadi dengan suara lolongan pedih makhluk-makhluk kecil berwarna hijau mengambil kapak teman mereka yang sudah tewas. Ada yang mati tertembak panah, ada yang tubuhnya membeku, dan ada pula yang terbelah dua oleh sabetan heavy sword.

    Mata Goblin yang tersisa sudah memerah ketika mereka meneriakkan lolongan kalap tersebut. Di depan mereka, seorang manusia muda mengenakan armor berat, perisai dan pedang bermata dua terbuat dari baja. Pemuda itu sama sekali tak mengindahkan kepedihan dan amarah para goblin yang teman-temannya sudah terbunuh oleh beberapa regu manusia yang menyerang. Bahkan ada perasaan jijik terpancar dari mata pemuda itu, jelas dari sikapnya yang terburu-buru ia ingin membereskan kotoran di depannya dengan segera.

    “HUUAARRKKKHH!!!”

    Saat salah satu lolongan pedih goblin menjadi raungan perang, delapan goblin yang lain langsung mengikutinya untuk menyerang manusia di depan mereka.

    “Bony, aku sedang menghemat mana potion. Tahan sendiri goblin-goblin itu,” seru seorang Mage muda dari belakang pemuda berarmor berat. Ia tak menggunakan skillnya melainkan menembakkan sihir dari bola kaca yang terpasang di tongkat sihirnya. Oleh karena itu, kekuatan serangannya pun menjadi terbatas dan ia tak bisa menggunakan skill yang membatasi gerakan musuh.

    Bony mendengar suara Mage itu dan langsung menggunakan kembali skill buff-nya yang durasinya hampir habis.

    “Discipline!” “Iron Will!”

    Pertahanan dan status strength Bony sebagai Knight tak begitu melonjak ketika menggunakan buff-nya, karena masih berlevel rendah. Tapi tetap saja hal sekecil itu sangat berpengaruh pada pertarungan ini.

    Enam orang yang ada di belakang Bony juga langsung bersiaga, menggunakan kembali skill buff mereka jika durasi tinggal sedikit. Kemudian dua petarung jarak dekat yang tadinya mengambil kesempatan untuk memulihkan hit point kembali maju untuk membantu Bony menahan garis depan.

    “Shield Bash!”

    Teriak Bony. Ia menghantamkan perisainya kepada goblin yang menerjang paling pertama, langsung menghempaskan goblin itu ke belakang.

    Bony, sebagai seorang petarung Knight, kelas yang ahli dalam pertempuran regu, sangat tahu jika mereka tak merebut kembali momentum pertempuran dari semangat goblin yang membara-bara pertempuran ini akan menjadi merepotkan.

    “Tahan dulu serangan terbaik kalian. Gunakan serangan biasa untuk menekan goblin yang maju!”

    Ia terus-menerus menggunakan ‘Shield Bash’-nya untuk menghantam goblin yang masuk jangkauannya, sedang dua petarung jarak dekat di sebelahnya menggunakan serangan yang memiliki efek debuff kepada musuh.

    Sedang petarung jarak jauh di belakang memberi bantuan kecil. Seorang Mage bertubuh kecil bersiap dengan tongkatnya, walau ada goblin yang sempat menyelip dari tiga petarung garis depan ia akan menembaknya dengan bola api dan memaksanya mundur. Healer terus-menerus memeriksa stamina petarung jarak dekat dan menggunakan skill untuk memulihkan jika tinggal sedikit, selain itu sesekali juga memulihkan hit point teman mereka. Sedang petarung keenam adalah seorang Archer dengan kelas unik, Bhela Malikh, yang memastikan ia menembak semua goblin itu dengan panah berafinitas water¬-nya, sehingga gerakan para goblin pun memelan.

    Pada awalnya, grup enam orang ini dengan mudah membunuh para goblin dengan serangan dadakan. Walau goblin adalah monster yang hidup secara berkelompok, namun dalam satu pos kecil seperti ini mereka tak memiliki pemimpin. Dan ketika musuh menyerang mereka tiba-tiba, para goblin langsung dilanda kepanikan dan satu per satu pun tewas dengan mudahnya.

    Di tengah pertempuran, para goblin mulai terorganisasi dan bertahan. Tetapi mereka masih dilanda ketakutan jadi momentum pertempuran berada di pihak musuh. Dengan serangan area of effect Mage yang mengerikan, para goblin yang dilanda teror mulai panik kembali. Pos mereka pun terbakar oleh skill area of effect tersebut, membuat posisi goblin makin tertekan.

    Tetapi setelah pertarungan masuk ke babak akhir barulah hal ini menjadi sulit untuk party petarung-petarung muda Desa Badril ini. Goblin yang tersisa menjadi kalap dan tiba-tiba bersemangat, mereka tak peduli dengan nyawa mereka asalkan bisa membalaskan dendam teman mereka yang mati.

    Oleh karena itu, Bony, sebagai pemimpin party tak langsung memerintahkan regunya untuk saling membalas tinju dengan goblin-goblin yang menggila ini. Ia memanfaatkan pertahanan regunya yang tak bisa ditembus untuk membuat kepercayaan diri para goblin jatuh kembali.

    Benar saja, tak berapa lama mereka bertahan sambil melakukan serangan balik yang menekan goblin-goblin itu, mereka mulai menciut dan membalikkan badan untuk kabur. Mata Bony yang melihat ini langsung berkilat-kilat, dengan menghirup napas panjang kemudian ia berteriak:

    “Habisi mereka!”

    Knight dengan armor dan perlengkapan beratnya tak cocok untuk mengejar. Jadi Swordsman yang menggunakan pelindung kulit pun langsung bergegas untuk memenggal kepala goblin yang kabur. Mage sudah tak lagi ingin mengeluarkan skill untuk menghemat mana-nya, lagi pula pertempuran sudah bisa dibilang berakhir.

    Bhela Malikh mengambil empat anak panah dari tempat yang ada di punggungnya, kemudian menggunakan skill dari skill set kelas unik Archer of Four Color Everlasting Rainbow-nya.

    “Blooming Four Color Flower Shot!”

    Dengan cepat, skill tembakan anak panah dengan empat element itu menjatuhkan empat goblin yang kabur.

    Pertempuran pun selesai, mereka yang tersisa dengan mudah dijatuhkan oleh party tanpa perlawanan.

    “Apa mereka semua sudah mati?” sebuah suara kecil dan manis terdengar dari belakang enam petarung itu. Suara itu milik Lyla Blackwood, yang dari tadi bersembunyi dari pertempuran.

    “Nona Muda Blackwood, semua sekarang sudah aman. Nona sudah bisa memetik tanaman herbal yang ada di sekitar sini tanpa harus khawatir.”

    Bony menjawab pertanyaan Lyla dengan senyum sopan di wajahnya. Jelas ia ingin mendekati gadis muda dari keluarga kaya ini, jadi ia menawarkan diri untuk melindungi Lyla saat ia memetik tanaman herbal yang banyak tersebar di dekat pos itu.

    Tetapi Lyla menolak, ia memilih ditemani oleh Bhela Malikh.

    *SHREEEKK*

    Tiba-tiba, suara suatu benda berkecepatan tinggi bergesek dengan dedaunan pohon mengejutkan mereka. Tujuh orang itu langsung menengadah mencari-cari dari mana suara itu berasal, tapi mereka tak sempat melihatnya.

    Kecuali Bhela Malikh. Sebagai seorang Archer yang memiliki dexterity lebih tinggi daripada yang lain, tentu persepsinya jauh lebih tinggi daripada teman satu party-nya. Oleh karena itu, ia sempat melihat benda yang melejit bergesek dengan dedaunan ternyata adalah sosok manusia. Bukan cuma itu, ia melihat sosok itu berperawakan muda seusianya dan berbaju gelap, ia pernah melihat dan mengingat ciri-ciri itu sebelumnya dan orang yang paling pertama telintas di benaknya adalah Shira Yashura.

    *BUUUUGGG*

    Suara benda menghantam tanah keras kemudian terdengar. Air muka Bhela menjadi lebih gelap. Ia menoleh ke arah suara hantaman itu dan bergegas berlari ke arahnya.

    ***

    Di suatu tempat di gunung itu, sebuah tubuh yang tubuhnya dipenuhi tanah basah tengah terbaring kaku. Ia nampak baru menghantam tanah dan terpelanting hingga membuat bekas di tanah. Tentu saja, tubuh ini adalah Shira Yashura.

    Hit point yang dimilikinya sangat kritis, tapi ia masih hidup. Sayangnya, ia tak sadarkan diri. Matanya tertutup dan nampak tak bisa sama sekali merespons lingkungan sekitarnya.

    Tapi, di dalam tubuh Shira, kesadarannya masih terjaga. Ia bisa mendengar suara di sekitarnya namun tak bisa melihat apa-apa. Ia bisa mendengar suara serangga ribut di pagi hari itu. Untuk beberapa menit ia mendengar suara-suara gunung. Walau tubuhnya sudah kacau tetapi pikirannya tetap jernih, ia tahu kalau ia sedang tak sadarkan diri.

    Tak lama kemudian, ia mendengar suara langkah yang mendekat. Kemudian langkah itu terdiam. Kesadaran Shira merasakan bahwa ia tengah ditatap oleh seseorang. Tak lebih dari semenit berlalu, langkah-langkah lain menyusul. Baru setelah itu Shira dapat mendengar percakapan di sekitarnya.

    “Kak Bhela, itu tunangan kakak.”

    “Iya.”

    “Apa dia masih hidup?”

    “Mn. Dia hanya gak sadarkan diri tapi jika kita segera menolongnya nyawanya masih bisa selamat.”

    “Kasihan...”

    Kemudian Shira merasakan ada sepasang tangan lembut menyentuhnya. Tangan itu menopang punggungnya dan memberikannya minum air yang terasa pahit. Shira cepat menduga bahwa tangan itu memberikannya minum suatu ramuan.

    “Woi, bukannya itu si anak cacat?”

    “Hmm. Iya benar. Shira Yashura. Tiba-tiba sudah hampir tewas di sini.”

    “Sok keren hunting sendiri akhirnya babak belur juga orangnya.”

    “Pffftt.”

    “Hahahahaha!”

    “HAHAHAHAHA!”

    “HAHAHAHAHAHAHA!” “HAHAHAHAHAHAHH!!” “HAHAHAHAHAHA!!”

    Kesadaran Shira yang mendengar tawa tertuju padanya itu langsung menciut. Hatinya seperti diremas-remas. Biasanya jika ada orang yang mengejeknya ia bisa tak menghiraukannya. Tapi kali ini, orang lain mengejeknya karena ia sendiri yang tak becus dan malah jatuh dengan mudahnya di tangan Raja Gorila.

    Raja Gorila....

    Dilempar oleh monster elite itu, membuatnya malu bukan main. Semua tawa dan ejekan yang ia dapatkan sekarang hanyalah membuat Shira merasakan rasa malu yang diberikan oleh Raja Gorila. Karena itulah ia sedih, dan karena itulah ia juga merasakan marah!

    *JGLUG* .... *NNGEEEEETTT*

    Tiba-tiba, kesadaran Shira menengok ke arah belakangnya.

    Sebuah gerbang besar berkabut ungu, terbuka walau hanya memberikan celah!

    “Aku ingin kekuatan!” seru Shira dalam hatinya. “Aku gak bakal pulang sebelum membawa kepala raja monyet itu untuk dijadikan trofi. Aku membutuhkan kekuatan!”

    “Kamu membutuhkan kekuatan?” tanya sebuah suara dari dalam gerbang itu. Suara itu terdengar dewasa dan pemiliknya terdengar seperti seorang pria paruh baya.

    “Nak, bebaskan aku dari sini dari berikan tubuhmu. Aku akan memberikanmu kekuatan yang gak bisa kamu bayangkan sebelumnya!”

    Shira terkejut mendengar suara itu. Ia pernah mendengar suara tersebut sebelumnya. Tapi entah di mana ia lupa.

    Sebuah cahaya bola melayang dan menyentuh kesadaran Shira. Pada saat itu juga, Shira melihat sebuah kenangan di mana seorang Swordsman mengalahkan semua musuh yang mengepungnya dengan gerakan pedang yang nampak tak terkalahkan!

    Shira kemudian sadar, ia pernah bertemu dengan orang ini...

    “Jangan dengarkan ucapannya! Dia hanya bisa membunuh sepuluh orang sekali pertempuran. Cih. Kalau itu aku, seribu bahkan sepuluh ribu musuh pun akan kuledakkan semuanya! Apa dia memperlihatkanmu mengalahkan musuhnya? Coba saja sampai kamu melihatnya kabur pas ketemu musuh yang lebih kuat darinya! Cih, cih! Kalau itu aku, akan kulepaskan bom dan kuledakkan semua! Meledak, meledak! Kuledakkan semua! Nak, bebaskan saja aku dan berikan aku tubuhmu! Setelah itu akan kuajari cara merakit bom terkuat dan kemudian gak bakal ada lagi orang yang berani arogan di depanmu!”

    “Sombongnya! Baru membunuh prajurit biasa sudah angkuh seperti itu! Hmph, humph! Manusia rendahan yang gak mengerti kode samurai sepertimu lebih baik diam dan duduk manis di situ. Kamu gak bakal bisa sebanding denganku!”

    Dua suara yang terdengar dari dalam gerbang itu pun saling adu mulut. Ekspresi Shira menjadi aneh. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Tak hanya berhenti di situ saja, dua suara itu saling berusaha untuk membujuk Shira untuk memilih satu di antara mereka.

    “Kalau kamu membebaskanku, sebagai jiwa seorang samurai sejati aku akan berjanji untuk mendapatkan tunanganmu yang bernama Bhela itu dan membunuh semua orang yang menghalangi! Kamu akan terlahir kembali sebagai lelaki sejati!”

    “Hehe, Bhela? Siapa itu? Nak, aku tau siapa cewek yang sebenarnya kamu suka. Hehehe. Bukannya kamu selalu diam-diam menikmati wangi tubuh kakak sepupumu itu? Cewek yang selalu muncul di mimpimu bahkan cewek itu, si Mila Yashura. Kalau kamu memberikanku alih tubuhmu, aku berjanji membawa Mila ke ranjangmu dan membiarkanmu menikmati tubuhnya setiap malam. Hehehehe...”

    Semakin lama Shira mendengar ocehan suara-suara itu, ekspresi di wajahnya semakin tak nyaman di lihat. Ia ingin menutup kupingnya tetapi suara itu bukanlah suara biasa yang dihantarkan melalui udara, melainkan suara yang ada dalam pikiran alam bawah sadarnya.

    Dan kemudian, suara-suara lain pun muncul...

    “Zizizi, aku belum sempat mengambil nyawa petani waktu itu. Kalau aku berhasil keluar dari sini, yang pertama kali kukunjungi adalah petani itu. Mungkin sudah lewat dari jadwalnya tapi semoga aja dia masih hidup. Zizizizizi.”

    “Bersujudlah di depanku! Aku penyihir terhebat sepanjang masa, Zurhatul, memerintahkanmu untuk bersujud! Di bawah keagungan dan kehebatanku, siapa yang berani tak menyembahku dengan segenap hatinya?”

    “Dijual, dijual. Obat kuat yang tahan sampai lima jam. Dijamin ampuh. Nambah strength sama endurance tiga kali lipat supaya situnya gak loyo. Ayo, mas yang bengong di situ. Silahkan dibeli, obat kuatnya.... formula baru. Ayo, ayo! Persediaan terbatas, gak bisa dibeli di mana pun! Beli dua gratis satu! Harganya murah lagi, gak bakal nyesel! Ayo, buruan sebelum gerbangnya ketutup lagi. Dibeli, dibeli!”

    ***

    Pada saat ini, tempat di mana Shira terjatuh sudah dikerumuni orang. Ada yang merasa kasihan dan menolongnya dengan menyumbangkan obat mereka, serta mengipas-ipas tubuh Shira.

    Yang lain, hanya tertawa terbahak-bahak mendengar cerita tentang Shira yang awalnya ditolak oleh party sana-sini hingga akhirnya mencoba hunting sendiri. Di cerita itu, Shira digambarkan pengecut dan lemah, tak mampu mengalahkan monster terlemah pun, akhirnya ditendang oleh monster yang merasa jengkel dan Shira tak sadarkan diri.

    Entah siapa yang memulai cerita itu, tak ada yang tahu. Lima orang yang mengejar Shira sudah datang sejak tadi. Dan dua orang yang melihat kejadian sebenarnya dengan mata mereka sendiri hanya terdiam.

    “Semuanya, mohon perhatiannya,” seorang Ranger berlevel di atas 30 berteriak lantang agar di dengar semua orang di situ. Ia adalah pemburu wanita berkulit sawo matang yang memimpin dua pemburu lainnya. “Kami mendengar kabar kalau Raja Gorila akan mengamuk lagi. Jadi sebaiknya untuk petarung berlevel di bawah 20 segera turun ke kaki gunung, atau mengungsi beberapa hari di pos dekat hutan. Bagi yang memiliki kenalan yang masih berkeliaran di gunung ini, tolong sampaikan berita ini dan segera mengungsi.”

    Setelah mendengar kabar itu, ada beberapa yang memilih untuk kembali ke kaki gunung dan menjual hasil buruan dan jarahan mereka dari monster hari ini. Ada pula yang turun ke pos hutan yang lebih dekat, barangkali mereka masih bisa hunting monster dan hewan buas di perbatasan hutan. Semua orang tahu musuh di hutan di belakang gunung lebih kuat daripada mereka yang tinggal di gunung. Jadi tak banyak generasi muda Desa Badril yang berkeliaran di hutan.

    Di sisi lain, banyak pula yang tetap tinggal dan merasa berita itu sekedar lelucon. Mereka tetap melanjutkan hunting mereka seperti tak terjadi apa-apa sebelumnya.

    Di jalan setapak dari arah menuju hutan di bawah, muncul seorang pria muda yang terlihat di akhir dua puluhan dan berwajah tampan dan juga gadis bertubuh mungil cantik berkulit putih. Saat mereka datang, secara alami aura yang mereka pancarkan berbeda dengan orang-orang desa itu.

    Mereka adalah Jerrin Yurin dan Merly Yurin. Wajah mereka tertekuk ketika muncul di situ. Terutama Jerrin, yang melihat kondisi Shira yang sangat memprihatinkan. Ia tak tahu apakah ia bisa membawa kabar pada gurunya kali ini.

    ***
     
    • Like Like x 1
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.