1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

OriFic Shin no Sekai

Discussion in 'Fiction' started by XtracK, Jul 25, 2011.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. XtracK M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Feb 22, 2011
    Messages:
    261
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +256 / -0
    “Jadi, dengan adanya sistem baru pada revolusi…”

    Blah. Blah. Blah.

    Aku capek mendengar cerita Shimura-sensei tentang sejarah dunia. Dari sekian banyak pelajaran, kenapa kita harus belajar sejarah? Masa lalu yang emang nggak ada hubungannya dengan sekarang? Aku sama sekali tak mengerti… dan ini memang membosankan. Aku menahan nguap dan bersandar ke kursi, melihat keluar jendela. Awan berarak-arakan. Langit biru dengan kicauan burung-burung kecil yang tak terdengar di dalam kelas. ‘Haah… aku harap kami diperbolehkan membuka jendela saat jam pelajaran, ‘ desahku sambil menyapu pemandangan di lantai bawah.

    Lho? Kira Daikouji??

    Aku sedikit merapat ke jendela setelah memastikan Shimura-sensei tidak melihat. Kulihat dia memegang sebuah busur dan anak panah, sedang mengambil posisi menembak. Aku mengalihkan pandangan ke papan target… erm.. aku tak tau namanya apa, dan menaksir jaraknya. Wow, itu sekitar 10 meter!!! Apa dia bisa? Aku menanti dengan berdebar-debar. Rasanya aku dapat mendengarnya menarik nafas siaga dan matanya terpancar kilauan tajam. Ugh. Cowok itu benar-benar keren. Kalau saja dia tak bertingkah menyebalkan, aku pasti head over heels* padanya.

    3… 2… 1!!

    Dia melepaskan anak panahnya pas saat aku menghitung mundur. Benda tersebut melesat kencang dan dalam tempo detik, menancap tepat di titik tengah pada papan target. Aku yang tanpa sadar menahan nafas, menarik nafas lega.

    “Yeah!!! Jackpot!!”

    “E-hem!!” dehem sebuah suara. ‘Ehem’ tadi dengan segera menarik kembali perhatianku pada ruang kelas. Shimatta**!! Aku pasti seratus persen berteriak tadi. Ugh. Ini akan sangat menyebalkan.

    “Apa pelajaranku sangat membosankan, Shiraishi-san?” ia menekankan namaku dengan intonasi tebal.

    Tentu.

    “Um.. nggak, Shimura-sensei..” jawabku mengacuhkan bisikan-bisikan pelan yang mulai terdengar di beberapa sudut ruangan.

    “Kalau begitu, bisa terangkan padaku apa yang baru saja kujelaskan?” perintahnya tajam. Buh. Gimana bisa kujelaskan bahwa aku sama sekali tak memperhatikan pelajaran dan ada sesuatu yang menarik di luar jendela.

    “Erm.. maaf, Shimura-sensei. Aku tak ingat,” ucapku canggung. Dari sudut mata peripheralku, dapat kulihat Miyami bergetar-getar menahan tawa. Anak ini… dasar.

    “Silakan anda keluar dari ruangan ini sekarang juga, Shiraishi–san,” perintahnya tegas dengan mata berkilat garang.

    Aku hanya mengangguk sekali, dan mengambil langkah cepat keluar dari ruangan. Syukurlah sensei tak menyuruhku berdiri di belakang kelas. Aku bisa mati karena menahan malu... belum lagi kalau mengingat si gold digger yang pasti meniupkan bisik-bisik tetangga konyolnya. Bersandar di dinding kelas, aku menghela nafas dalam. Aku tau bahwa aku salah, tapi entah kenapa aku sama sekali tak menyesal. Tapi.. aku jadi kurang tiga poin, deh. Mungkin aku lupa menjelaskan bahwa sistem dalam Amaterasu School adalah sistem poin. Setiap pelajar memiliki 5 pembagian kategori poin. Perilaku, keaktifan, pelajaran, club, dan special event. Dari seluruh kategori tersebut, special event adalah pemberian poin yang paling sensitif karena hal ini menyangkut sesuatu yang spesial. Misalnya, menjadi tuan rumah dalam olimpiade akan mendapat poin 350, sedangkan menjadi tuan rumah dalam perjudian atau hal ekstrim negatif lainnya akan dikurangi 300 poin. Poin-poin lainnya pemberiannya biasa-biasa saja. Misalnya, dapat nilai A atau S akan mendapat 10 poin, dan bila tak memberi perhatian pada pelajaran sepertiku akan mendapat -1 perilaku, dan -2 pelajaran. Yah, nggak parah-parah amat.

    Sreekk..

    Aku mengalihkan pandangan mataku dari langit-langit lorong ke arah pintu, dan kulihat Miyami menyengir padaku. Aku menaikkan sebelah alisku.

    “Masalah apa?” tanyaku sambil menggaruk dagu. Yang ditanya malah terkikik geli.

    “Aku bilang pada Shimura-sensei kalau aku ketiduran. Hehe.. padahal aku memang pingin bolos. Pelajarannya saaaaaaangat membosankan!” dengusnya. Aku memandangnya sedetik, dan memberikan jempol padanya.

    “Nah, sekarang kita ngapain, nih?” tanyaku padanya. Aku ingin pergi ke tempat Kira Daikouji latihan tadi, tapi… mana mungkin aku mengatakannya!!

    “Ayo kita jalan-jalan!!” jawabnya sambil menarik tanganku. Aku mengikutinya dan kami ber-adventure seisi ruangan di Amaterasu School. Laboratorium, check. Ruang kelas B, C, dan E, check. Sekarang kami berjalan mengendap-ngendap ke ruang kelas A. Wow… ruangannya mewah sekali. Ini ruangan termewah pertama di sekolah ini (yang kedua adalah ruang kelas B. Ruangan khusus anak orang sangat kaya). Yah, maklum saja, sih… ruangan ini memang dikhususkan bagi anak orang terlalu kaya dan memiliki otak di atas 210. Gabungan dari dua kategori itu menciptakan penerus-penerus perusahaan yang memang sangat berpengaruh terhadap perekonomian Jepang dan beberapa negara lainnya. Aku ingin bertemu dengan salah satu dari mereka walaupun cuma sekali. Aku memang sudah menargetkan dalam list hidupku bahwa aku HARUS menikah dengan salah satu anak kelas A!!!!

    Rencananya begitu.

    Tapi sebelum menikah, aku harus memastikan bahwa aku normal dan Mirage-san hanyalah khayalanku, dan bulu itu…. mungkin ada gagak masuk ke dalam kamarku lewat ventilasi udara.

    Kami sedang dalam perjalanan ke ruang klub saat jam tangan ID sekolah kami berbunyi 2 kali, tanda bahwa telah masuk jam istirahat. Aku menyukai Amaterasu. Sekolahnya canggih dan mewah, dan ID cardnya diselipkan dalam jam tangan multi fungsi (sebagai alarm waktu istirahat dan pulang, penunjuk ID, memiliki layar holograf yang terhubung langsung ke GPS, dan lainnya). Sungguh sekolah idaman dan mahal, tapi memanfaatkannya dengan maksimal.

    Miyami tersenyum padaku, dan mengendikkan kepalanya ke peta di jamnya.

    “Makan dulu atau daftar jadi anggota klub..”

    “Kyudo***. Aku pilih klub kyudo, tapi lebih baik kita isi perut duluan karena nggak lucu kalau perut nanti bunyi. Miyami pilih apa?” tanyaku. Dia mengangguk setuju, dan kami berjalan ke arah kantin.

    “Sepertinya klub yang sama dengan yang biasa kuikuti.”

    “Klub apa??”

    “Aku ikut basket. Ada rivalku di sini.”

    “Rival??”

    “Yup. Namanya Iori. Anak A..” jawabnya enteng dan mengambil nampan makanannya dari kloter kantin. “Cowok,” sambungnya dan menunjuk dengan mata ke arah meja kosong dekat jendela. Aku mengangguk dan menunggu makananku selesai disajikan sambil berpikir.. ‘hebat banget punya kenalan anak A. Apa dia bisa mengenalkanku pada orang ini…. kalau Miyami tak punya perasaan apapun padanya. Atau aku tetap pada rencana awal. Merubah sikap Daikouji dan menjadikannya menantu sempurna. Mungkin.’

    “Terimakasih,” ucapku pada pelayan kloter kantin dan menuju meja. Miyami telah menyendok beberapa suap ramennya, dan suara slurp slurp membuat ilerku nyaris jatuh. Tak kusangka bahwa aku keroncongan berat. Coba kuingat… makan pagiku dengan.. susu. Well, pantas kalau aku kelaparan. Minum susu saja tak bisa dikatakan sebagai sarapan. Aku segera menyendok miso soupku dan menelannya cepat-cepat, menenangkan perut yang mulai siap ber-orkestra.

    Ahh… enaknya.

    Inilah surga.

    “Kapan kau kenalan dengan cowok ini?” tanyaku sambil tetap mengunyah. Aku tau ini tidak sopan, tapi siapa peduli? Toh, sekarang jam istirahat, dan para guru dan pemberi poin (Pioners) tak ada di kantin selama jam istirahat. Jadi, tak usah khawatir perilaku minus 1 atau 2 poin.

    Miyami masih ber-slurp slurp meskipun ekspresinya sedang berpikir.

    “Waktu aku kelas 2 SMP Hayabusha,” jawabnya sambil menelan ramennya. “Waktu itu aku bintang basket putri yang tak terkalahkan. Bahkan basket cowok K.O melawanku..” ucapnya sambil menggoyangkan sumpitnya kepadaku. “Sampai Iori pindah ke sana dan merebut tahtaku!!” geramnya nyaris mematahkan sumpitnya. Lalu ia terdiam sedetik, dan kembali menekuni ramennya yang tinggal setengah. “Dan kami jadi rival. Gitulah kira-kira.”

    Aku hanya ber-hmm.

    “Lalu, kenapa kau pilih kyudo? Di SMP-mu dulu kau anggotanya??” tanyanya tak menatapku. Aku mengangkat bahu.

    “Entahlah.. aku merasa suka aja..” dan ada yang menarik dari sana. Sesuatu yang keren, dan bila bisa kuubah sikapnya, akan menjadi menantu hebat dalam keluargaku.

    Dari kelas A.

    “Sama sepertiku. Menentukan klub memang kadang bisa tiba-tiba sepertimu. Tergantung orangnya..”

    “Dan tergantung kondisi saat menentukan. Misalnya saja aku, aku melihat hal yang menarik dalam kyudo, dan sekarang aku memutuskan akan masuk klub kyudo.”

    “Hal menarik?” ulang Miyami menaikkan sebelah alisnya dan menyeruput teh dinginnya. Aku nyengir dan menegak sirup orangeku nikmat.

    “Ada yang menampilkan kyudo dengan sangat elegan tadi waktu kita di kelas.”

    “Cowok??”

    “Cowok. Sombong, keren, dan dari kelas A.”

    “Wow. Sepertinya kita berdua sama-sama nyangkut di anak A, ya?”

    “Itu bagus. Aku udah buat list kalau aku akan menikahi salah satunya dari A nanti. Jadi, sepertinya klub adalah langkah awal yang bagus,” anggukku khidmat.

    “Tekad yang sangat indah sampai-sampai kau diusir dari kelas..” tawa Miyami padaku. Pipiku memerah dan aku meminum habis sirupku tanpa sisa, mengangkat nampan, dan berdiri.

    “Apapun jadilah… ayo,” ajakku ke arah Miyami. Bersama-sama kami meletakkan nampan berisi piring dan mangkuk kosong ke kloter 2 dan melangkah keluar dari kantin. Di persimpangan jalan, kami berpisah karena aula basket di utara, sedangkan kyudo di barat. Aku melangkahkan kaki panjang-panjang, berusaha menenangkan rasa gugup dengan sedikit jalan cepat. Semakin cepat, semakin baik. Aku tiba di depan pintu sebuah aula dengan tulisan KLUB KYUDO di atasnya dan menahan nafas. Seperti biasa, tidak ada ruangan kecil di Amaterasu School.

    Aku kembali menarik nafas, dan membuka pintu ruang klub...
    notes kecil:
    *jatuh cinta
    **celaka!!
    ***seni memanah jepang
     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Nov 25, 2011
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. hanamaru MODERATOR

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Mar 18, 2009
    Messages:
    4,882
    Trophy Points:
    237
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +94,604 / -0
    mampir lagi...
    sudah baca chapter terbaru.. :cerutu:

    ada sedikit saran :

    Ane mpe baca dua kali biar resep sama ceritanya :lol: (chapter yang paling baru)

    bagian yang ini, ehmm, ada yang kurang, ekspresi si 'sensei' kurang ter-explore, expresi marahnya maksudnya. trus tanggapan murid-murid yang lain saat si Ai keluar, kayaknya gak diperlihatkan.
    Misalnya

    “Silakan anda keluar dari ruangan ini sekarang juga, Shiraishi–san.”

    Aku hanya mengangguk sekali - dengan kepala tertunduk, mengambil langkah keluar ruangan. Aku Bersandar di dinding kelas, dan menghela nafas dalam. Aku tau murid-murid yang lain pasti bisik-bisik bahkan tertawa melihat tingkah konyolku tadi, aku tau bahwa aku salah, tapi entah kenapa aku sama sekali tak menyesal.Yah...tapi jadinya pointku berkurang tiga poin, deh. Mungkin aku lupa menjelaskan bahwa sistem dalam Amaterasu School adalah sistem poin. Setiap pelajar memiliki 5 pembagian kategori poin. Perilaku, keaktifan, pelajaran, club, dan special event. Dari seluruh kategori tersebut, special event adalah pemberian poin yang paling sensitif karena hal ini menyangkut sesuatu yang spesial. Misalnya, menjadi tuan rumah dalam olimpiade akan mendapat poin 350, sedangkan menjadi tuan rumah dalam perjudian atau hal ekstrim negatif lainnya akan dikurangi 300 poin. Poin-poin lainnya pemberiannya biasa-biasa saja. Misalnya, dapat nilai A atau S akan mendapat 10 poin, dan bila tak memberi perhatian pada pelajaran seperti yang kulakukan tadi, akan mendapat -1 perilaku, dan -2 pelajaran. Yah, nggak parah-parah amat.

    segitu aja (yang tak bold)
    entah jadi malah tambah aneh ceritanya, sekali lagi ini menurut penilian pembaca amatir ya :maaf:

    yo ditunggu lanjutannya :top:
     
    • Thanks Thanks x 1
    Last edited: Nov 25, 2011
  4. XtracK M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Feb 22, 2011
    Messages:
    261
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +256 / -0
     
    Last edited: Dec 21, 2011
  5. Star_Melody Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jul 3, 2011
    Messages:
    10
    Trophy Points:
    1
    Ratings:
    +2 / -0
    Entah kenapa cerita ini menarik hati ehe
    emang dasarnya saya suka fantasy sih
    dan ada adegan romantis fluffy-fluffy :malu1:

    Penasaran banget sama dunia yang mimpi itu XD
    dan juga Mirage oho~
    jadi cepet update ya :piso:
    *kicked
     
    • Thanks Thanks x 1
  6. XtracK M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Feb 22, 2011
    Messages:
    261
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +256 / -0
    "OI!!!"

    ....

    "OIIII!!!!!!!!"

    Ugh. Berisik.

    Aku berusaha menarik selimutku tinggi-tinggi, menutupi mataku yang silau kena cahaya. Tapi aku tak merasakan ada benda ditanganku. Aku mengerang kesal. Siapa yang berani-beraninya menyembunyikan selimut keramatku?!

    Aku membuka mata malas-malasan, dan hal pertama yang kulihat adalah.... hijau. Hijau dimana-mana. Dan coklat. Aku membelalakkan mata tak percaya. Oh, bagus. Kembali lagi ke dunia aneh ini. Aku berdiri buru-buru, membersihkan daun-daun layu yang menempel di bajuku, dan berusaha mengenali lingkungan ini. Ini hutan. Yah, setidaknya ini lebih baik dibandingkan gua suram dengan lokasi mematikan sebelumnya. Aku menelengkan kepala ke kiri, dan cowok itu duduk di sana. Matanya masih menatapku seperti elang, tapi aku tak lagi ambil peduli. Toh, peduli atau tidak, kalau dia ingin membunuhku, memang aku bisa buat apa?

    "Kita dimana?" tanyaku basa-basi. Setidaknya aku mencoba bersikap ramah. Mungkin bisa memperpanjang umurku lima menitan.

    Dia tak menjawab dan melangkah ke depan. Ugh. Entah kenapa sikapnya ini mengingatkanku pada seseorang. Aku mengekor di belakangnya. Menendang-nendang kerikil kecil sepanjang jalan mungkin mengalihkan pikiranku dari rasa gondok. Tiba-tiba, Mirage berhenti dan aku menabrak punggung bersayapnya nyaris jatuh. Dia tak berkutik. Ia memandang langit, dan entah kenapa ekspresinya mengeras. Matanya berkilat tajam dan penuh dengan berbagai emosi. Tangannya mengepal. Aku mundur secepat kilat 10 langkah ke belakang. Gawat kalau dia melayangkan tinjunya ke arahku. Aku pasti takkan bisa mengelak.... dan aku belum sarapan.

    "Cari makan... jangan coba-coba kabur," perintahnya datar. Suaranya rendah tanpa perasaan. Aku mengangguk berkali-kali dan langsung balik kiri. Aku baru mau lari menjauh saat kudengar kepakan sayap di belakangku. Mirage terbang.

    "YESS!!" aku nyaris melompat kegirangan karena cowok gak jelas tanpa ekspresi itu pergi juga meskipun sementara aja..

    Aku menjelajah hutan, dan menemukan beberapa buah aneh yang lumayan enak. Aku mengisi perutku penuh-penuh dan menyimpan sebagian buah ke dalam kantong dan scarfku beralih fungsi menjadi pembungkus makanan. Aku memodifikasi daun-daun lebar menjadi tempat air. Luar biasa. Di mimpi ini aku jadi kreatif... jangan tanyakan sebabnya.

    Aku bersandar di batang pohon yang mirip dengan pohon ginko. Mataku lelah setelah berjalan kesana-kemari mencari stok makanan dan air. Aku menatap ke sekeliling. Mirage-san masih belum kembali... dan ini mulai menggelisahkan. Hutan sama sekali bukan tempat yang menyenangkan bila kau seorang diri di sini. Meskipun hijau itu menenangkan, tapi kalau sendiri...

    Aku mengikat stok makananku yang ada dalam scarf di pinggangku dengan kencang. Aku tak ingin ada hewan-hewan liar herbivora yang mengincar stok makananku. Bagaimanapun baiknya aku dengan hewan, saat ini aku butuh makanan ini untuk bertahan hidup selama Mirage-san tidak membunuhku. Aku kembali memandang ke sekeliling, mana tau cowok dingin itu menampakkan batang hidungnya. Tapi nihil. Aku menguap lebar, dan mataku semakin berat untuk dibuka.

    --------------------------------------------------------------------

    "Ai!!!!!!!!!!"

    Suara teriakan yang memanggil namaku itu membuatku sontak membuka mata. Derakan ranting-ranting patah di atasku sangat kasar. Refleks aku mendongakkan kepala... dan aku menyesal. Suatu sosok bersayap putih sedang terbang ke arahku secepat kilat. Kedua matanya tajam menatapku... bagaikan predator. Rambut keunguannya bergeser mengikuti arah gerakannnya, dan pedang putihnya.... diacungkannya ke arahku. Mataku menatapnya tak mampu berpaling. Kakiku entah kenapa terpancang kokoh di atas tanah.

    Dia akan membunuhku!!!

    "Ai!!!! Lari, bodoh!!!"

    Teriakan perintah yang kasar itu menyadarkanku kembali. Aku segera mematuhinya tanpa banyak tanya. Kakiku segera mengambil langkah mundur dan lari secepat mungkin menghindari serangan si sosok putih. Nafasku memburu. Jantungku berdebar kencang tak terkendali.

    'Apa?? Kenapa?? Apa yang terjadi??'

    Kepalaku penuh dengan pertanyaan tak terjawab. Namun, aku tetap berusaha fokus dengan langkahku sambil mengelak dari kibasan pedang si sosok putih. Dadaku berdentum begitu kencang, dan aku mulai merasa tenggorokanku tercekat. Ini bukan pertanda yang bagus.

    Apa aku... akan mati??

    akhirnya komplit juga satu chap ini... :nikmat:
     
    Last edited: Jan 6, 2012
  7. XtracK M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Feb 22, 2011
    Messages:
    261
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +256 / -0
    Kakiku mulai terasa sakit berlari. Tapi aku tak boleh berhenti. Berhenti... dan dengan sukarela menyerahkan nyawaku.

    TRANG!!!

    ZRAKK!!!!!!

    "Kyaaaaaahhhhhhhhhh!!!"

    Aku terlempar ke belakang saat sebuah kilau putih nyaris mengenaiku. Dalam sekejap, bayangan hitam yang kukenal menangkapku yang melayang di udara dan menyelamatkan kepalaku dari pendaratan mulus dengan batu besar di belakangku. Reflek aku menggenggam erat jaket hitamnya, mencegah agar aku tidak jatuh karena tindakan cerobohku saat ia sedang terbang di udara. Mirage-san mempererat pegangannya di tubuhku sehingga kami seperti sedang berpelukan. Dapat kurasakan tarikan nafas Mirage-san melewati telinga kiriku yang entah kenapa membuat jantungku berdetak lebih kencang.

    STOP!!

    Aku harus konsentrasi pada keselamatanku dulu sebelum memikirkan hal lain!!

    Mataku berkeliling kesana-kemari saat kutangkap bayangan putih dan ungu sedang mengincar Mirage-san dari belakang. Pedang putihnya diarahkan tepat ke jantung Mirage-san.

    "Mirage-san!! Dibelakang!!"

    Dalam sekejap Mirage-san berkelit dan menahan serangan si sosok putih dengan pedang hitam metalik yang tak pernah kulihat ia membawanya sebelumnya. Suara pedang yang saling beradu membuat bulu romaku berdiri. Kibasan dari angin pedang beberapa kali mengenaiku dan darah mulai keluar dari luka-luka itu. Aku semakin merapatkan diri ke Mirage-san. Menghindar dari kibasan pedang yang kini lebih ganas.

    Untuk beberapa saat, kusadari Mirage-san mulai kewalahan menangkis serangan beruntun si sosok putih yang tersenyum penuh aura kegelapan kepadaku. BIbirnya yang pucat membisikkan sesuatu. Syukurlah aku lihai membaca bibir dan memperhatikan gerakan bibirnya.

    'Erumak ujdasda urphalahk sa...'

    Itu.... bahasa apa? Aku sama sekali tak mengerti.

    "Bukan."

    Aku mengerjap saat Mirage-san menjawab kalimat si sosok putih.

    "Ser phandes, Mirage? Rokadp hint meuctack dasete ophenj, sa..?" sahut si sosok putih dengan perlahan. Entah kenapa, mendengar suaranya aku merasa kepalaku seperti ditusuk dan dihantam keras. Aku memegang kepalaku dan semakin merapatkan diri dengan Mirage-san.

    "Apa kau bodoh, Misuto Ferhlen Iruz?" jawab Mirage-san kembali. Ia mengencangkan lingkaran tangannya dan dalam sekejap sayap hitamnya melingkupi kami sebelum membuka tiba-tiba dan kibasannya mematahkan serangan beruntun si sosok putih Misuto. Membuatnya terpental ke belakang. Mirage-san tidak menyiakan kesempatan ini dan terbang secepat kilat ke dalam hutan. Cowok dingin ini terbang dengan lihai dan setelah beberapa ratus meter dari posisi awal, ia menurunkanku.

    "Cari tempat aman, Ai," perintahnya datar. Aku mengangguk patuh. Kakiku mulai melangkah saat Mirage-san mengambil mulai mengepakkan sayap hitamnya. Tanpa sadar aku berbalik kembali menghadapnya dan menggenggam tangan kirinya dengan kedua tanganku. Rasanya aku takut dia tak kembali lagi. Walaupun sehari sebelumnya ia mengancam membunuhku, tapi perasaan apa ini? Aku memberanikan diri mengangkat wajah dan mata kuning emas dengan sayatan iris seperti kucing yang selama ini tak pernah kusadari balas menatapku penuh tanda tanya.

    "Hati.. hati.."

    Apakah ini perasaanku.. atau memang Mirage-san tersenyum padaku melalui matanya?

    Ia mengangguk sekilas dan melepaskan tanganku darinya sebelum kepakan sayapnya membawanya kembali ke atas. Suara pedang langsung menyambutnya. Aku melangkahkan kaki, dan lari segera mungkin dari tempat awal. Aku tak peduli lagi dengan rasa aneh saat menggenggam tangan Mirage-san, atau rasa heran kenapa cowok dingin itu menyelamatkanku dan memikirkan keselamatanku. Aku berlari tanpa arah. melewati berbagai jebis pohon yang kini terlihat sama di mataku. Entah berapa lama waktu berlalu, akhirnya aku sampai di suatu tempat lapang berdataran tinggi. Aku berhenti dan menarik nafas panjang. Lapangan ini penuh dengan bunga merah yang sedang mekar. Tempat ini begitu indah.
    [​IMG]
    Dalam sekejap aku melupakan rasa takut dan panik saat melihat bunga-bunga ini. Aku melangkah ke arah taman bunga ini, dan memetik satu tangkai. Aromanya sangat wangi. Aroma terwangi yang pernah kuhirup. Aroma ini seakan membawaku ke surga. Begitu menyenangkannya hingga aku bahkan lupa namaku sendiri. Tapi itu tak penting. Yang penting sekarang adalah,..

    Aku bisa hidup selamanya di sini...

    chapter ini akhirnya keluar juga :nikmat:
    silakan, cabe or terasi :minta:
     
  8. XtracK M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Feb 22, 2011
    Messages:
    261
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +256 / -0
    "Jadi, bila a ditambah dengan b hasilnya akan menjadi seperempat dari total nilai. Nilai a dicari dari persamaan rumus ABC, dan dibagi dengan nilai x yang didapat dari substitusi soal ini... bla bla bla."

    Aku sama sekali tak mengerti apa yang diucapkan oleh sensei di depan kelas. Kepalaku berputar-putar, dan tanpa kusadari aku berada di ruang ujian. Dengan panik aku melihat soal-soal mengerikan yang tak pernah kulihat sebelumnya.

    "Waktu tingga lima menit."

    Kami-samaaaaaa.... help meeee!!!!

    Entah rumus dari mana aku mengerjakan soal ini. Aku bahkan tak berani melihat apa yang telah kutulis. Semua terasa begitu mengerikan. Bahkan dapat kurasakan aura kesuraman menguar keluar dari kertas jawabanku.

    'Aii!!!!!'

    Eh? Suara itu...

    'Ai, kau dapat seratus!!!'

    Ha? Ini tidak mungkin!!

    'Kau hebat!!'

    KIRA???!!!

    "Hey!! Ai!! Bangun, bodoh!!"

    Sesuatu yang keras menampik kepalaku dan membawa kembali kesadaranku. Aku membuka mata bingung, dan tepat di depan mukaku, Mirage-san melihatku dengan pandangan kesal, khawatir, dan marah.

    Tunggu.

    Apa-apaan nih?

    Aku meraba lingkaran leherku dan kurasakan sebuah benda dingin silver metalik bertengger manis di situ. Terdapat hiasan kecil berbentuk kristal putih sederhana tanpa hiasan apapun.... sebentar, sepertinya ada sesuatu di dalamnya. Aku mendekatkan pendant tersebut dan melihat ada seekor burung hitam... salah, peri kecil dengan sayap hitam sedang tidur. Aku menggoyangkan pendant tersebut, namun peri itu tetap memejamkan matanya. Apa peri ini peri tidur?

    Suara tawa tertahan mengalihkan perhatianku dari kalung tersebut. Oh... lupa. Dia ada di sini.

    "Um.. kalung ini.."

    "Untukmu. Misuto telah melihat wajahmu. Aku yakin dia akan mengincarmu.." jawabnya menelengkan kepala dariku. "Bodohnya, dia menganggapmu sebagai urphalahk-ku. Hah."

    "Urp.. pala?"

    Cepat Mirage-san menatapku. Tatapannya aneh. Ekspresinya secara mengejutkan mencerminkan... kaget.. dan.. kasihan?

    "Apa sebelumnya kau... mengerti apa yang dikatakan Misuto padaku?" tanyanya tetap tajam menatapku. Aku menggeleng pelan dan membalas tatapannya. Toh, aku memang tak mengerti si sayap putih... er.. Misuto itu bilang apa.

    "Cerenne," panggilnya tiba-tiba. Aku mengangkat sebelah alisku heran. Dia panggil siapa?

    Ternyata aku tak perlu menunggu siapapun datang karena kalungku mendadak bersinar terang dan sosok peri bersayap hitam yang tadinya di dalam pendant sekarang terbang di depanku menuju Mirage-san. Peri kecil itu melingkari jemari Mirage-san dan duduk di telunjuknya santai.

    "Tumben memanggilku, Ages. Ada apa sebenarnya? Kenapa kau berikan cewek itu kalung Airis padanya?"

    "Aku perlu kau untuk melindunginya."

    "Ha? Melindungi?"

    "Misuto."

    "Lagi-lagi.." desah peri itu capek. Aku mengernyitkan alis berusaha mengerti pembicaraan mereka. "Lalu? Apa lagi?"

    "Dia.. maksudku, Ai tak mengerti bahasa Shin."

    "Ha?! Tak mengerti??!!"

    Apa, sih? Aku mulai merasa mereka membicarakanku.

    "Apa.. dia..."

    Mirage-san hanya mengangguk.

    Aku melihat dan mendengar pembicaraan mereka dengan jelas, tapi sama sekali tak mengerti apa yang dibicarakan ini membuatku gondok setengah mati. Mereka bicara pake bahasa apaan, sih? Bahasa planet Namec? Jangan-jangan peri itu sobatnya Pikkoro? Ah, tapi ini mimpi, kan? Hm... ngomong-ngomong soal mimpi, kenapa rasanya aku di dunia ini lama sekali? Biasanya cuma mampir sebentar, dan pasti bangun. Oh... aku lupa. Perasaan tadi aku ada di taman bunga merah. Kenapa sekarang aku ada di sini? Apa Mirage-san yang membawaku ke sini? Lagian, tempat apa ini? Beda dengan gua sebelumnya. Aku tak melihat bayangan pohon satupun. Apa karena hari udah malam? Tapi, seharusnya aku bisa melihat sesuatu seperti pohon. Apa mataku mulai berkabut? Oh, ya. Aku lupa periksa mata. Ah.. malasnya. Lagian, hari apa sekarang? Dokter Sumire tak buka praktek murah kecuali hari senin. OMG!! Hari senin ini bukannya ada ulangan Fisika?! Aku sama sekali belum belajar!!!

    Oooooooooohhhhhhh nnooooooooooo!!!!!!!!!!!!!

    "Ai! Oiii!!"

    "Ha?"

    "Kau ngapain?"

    Pertanyaan itu diiringi dengan tawa si peri Cerenne. Aku tersadar, dan menyadari posisiku yang luar biasa aneh. Biar kugambarkan bagaimana. Aku berlutut. Tangan kiriku terjulur ke depan, sedangkan tangan kananku mengepal ke arah yang aneh. Mataku penuh air mata dan hidungku memerah. Aku selalu depresi kalau berhadapan dengan ulangan Fisika... dan Mirage-san melihatku dalam kondisi memalukan ini.

    Oh Tuhan.. tolong benamkan aku ke dalam bumi sekarang juga.

    "Hei, Cerenne akan membantumu dalam masalah. Dan.." Mirage-san menggantung kalimatnya dan menarik tangan kananku ke arahnya, membuatku spontan berdiri. Setelah kami saling berhadapan, Mirage-san segera mengucapkan kalimat-kalimat aneh seperti mantra padaku, tak lupa juga menggerakkan tangannya membentuk garis-garis aneh yang semakin berpendar terang setiap ia mengucapkan kalimat mantra. Lingkaran garis bersinar itu mulai menyerap ke dalam tubuhku saat ia mengucapkan kalimat penutup. Aku menggeliat tidak nyaman, tapi Mirage-san menahanku tetap di tempat. Setelah seluruh gambar aneh itu hilang, baru ia melepaskan tanganku. "Aku tak suka panggilan san."

    Ia berbicara lagi dengan Cerenne yang diikuti dengan anggukan si peri sebelum ia secara mendadak melangkah ke depan pintu gua dan mengepakkan sayapnya pergi. Aku terpaku di tempat.

    "Mirage-sa... Mirage!!! Tunggu!!" Aku berlari keluar gua secepat kilat. Tapi Mirage-sa.. er.. Mirage tak tampak lagi. Dia meninggalkanku? Sendiri?

    Hei!! Kenapa aku malah kecewa?! Bukannya bagus dia pergi? Berarti dia tak jadi membunuhku.

    "Kau.. Ai?"

    Aku membalikkan badanku. Si peri Cerenne terbang ke arahku dan menjulurkan tangannya. Aku mengikuti gerakannya.

    "Namaku Cerenne.. kau ngerti aku bilang apa, kan?"

    Aku mengangguk. Hei. Kenapa mendadak aku ngerti bahasanya? Apa karena mantra aneh Mirage tadi?

    "Baguslah kalau kau mengerti. Tapi... apa selama ini kau ngerti apa yang dikatakan Ages?" tanya Cerenne menaikkan sebelah alis matanya. Ages? Apa itu maksudnya Mirage?

    Aku mengangguk lagi.

    "Hem? Aneh.. kenapa bisa gitu, ya? Apa karena Ages..." ia memutuskan kalimatnya dengan tiba-tiba saat melihat ekspresi wajahku yang aku sendiri tak tau bagaimana. "Yah, sudahlah. Toh, sekarang tak penting lagi," ucapnya masa bodoh sambil mengerling ke sekeliling ruang gua. "Aku lapar. Ada makanan?"

    Di detik itu juga perutku berbunyi keras. Kami sempat berpandangan sebelum tertawa keras.

    Si peri Cerenne.. sepertinya menyenangkan.
    Nyahahaha!!!!
    akhirnya jadi juga update ni SnS setelah sekian lama vakum :hihi:
    cabe goreng dinanti :nikmat:
     
  9. XtracK M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Feb 22, 2011
    Messages:
    261
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +256 / -0
    Aku membuka mataku perlahan. Atap kamarku dengan jelas menghiasi mataku. Aku menghela nafas berat dan memalingkan wajah ke arah jam wekerku. Pukul 06.12. Aku menghela lagi dan berusaha bangun dari tempat tidur. Badanku rasanya pegal sekali. Seluruh tulangku seakan malas kuajak berkoordinasi. Aku baru berniat kembali tidur saat pintu kamarku mendadak terbuka dan menampilkan wajah kaget mama.

    "Ai?!!" panggilnya sambil berlari ke arahku. "Kau sudah bangun!!"

    Hmm? Ini hal baru. Memang sejak kapan mamaku begitu senang seperti ini cuma karena aku bangun tidur? Aku memandang beliau dengan penuh tanda tanya.. yang sedihnya juga dibalas dengan pandangan penuh tanda tanya. Selama semenit kami tak berkata apa-apa. Mama berkali-kali memeriksa kening, pipi, kepala, dan anggota tubuhku yang lain, seakan mencari bukti bahwa aku masih manusia asli. Tanpa ekor, sisik, ataupun kuping aneh yang tumbuh di badanku.

    "Kenapa sih, ma?"

    Detik itu juga kepalaku dijitak mama. Aku mengerang kesakitan. Ini maksudnya apaan, sih?!

    "Kau udah 3 hari tak bangun-bangun!! Harusnya mama yang nanya kenapa!!" mama menatapku berang.

    Ha? Tiga hari? Aku tidur selama tiga hari? Kok bisa? Hebat amat!

    "Mama pikir Ai minum obat tidur dan kelebihan dosis. Tapi tak ada jejak obat atau apapun. Papa udah menghubungi dokter, tapi tak ada indikasi aneh denganmu. Apa kau tak tau kalau kami panik?! Ini malah tanya kenapa!" mama mendengus. Aku membelalak tak percaya. Oh.... wow. Ini baru namanya bikin panik. Tidur selama 3 hari berturut-turut? Memangnya aku lagi hibernasi musim dingin!?

    Aku berusaha mengingat apa yang kulakukan sebelum tidur. Rasanya tak ada yang ganjil. Hanya mimpi yang terlalu... panjang?

    Tunggu.

    Apa ini berhubungan dengan mimpi itu? Yang pasti aku jelas tak ingat apapun sejak diselamatkan oleh Mirage dari jebakan taman bunga merah. Cerenne juga bilang kalau aku tak sadarkan diri selama 3 hari. Apa itu penyebabnya? Tapi... tak mungkin mimpi bisa berhubungan dengan dunia nyata.

    Crek.

    "Kalung dari mana itu?"

    "Ha?"

    Mama menunjuk dadaku. Aku memandang ke bawah dan jantungku berdentam keras.

    Ini... mimpi.

    "Mama tak melihat kalung itu dua hari yang lalu. Dapat dari mana, Ai?"

    Ini pasti mimpi!!!

    "Ai!! Jawab mama! Kok malah bengong?"

    Aku menelan ludah. Kugenggam erat benda yang kini bertengger manis di lingkaran leherku.

    "Dari...mimpi..."

    Mama menatapku bengong. Namun, beliau tak menanggapi kalimatku dan bangkit dari duduknya. "Yah.. apapun itu. Bangun, Ai. Kau harus membayar ketidakhadiran 3 hari yang lalu. Mama tunggu di bawah. Oh.. sekalian bangunkan Mirai," perintah mama tenang. Itulah mamaku. Beliau tetap tenang bila suatu masalah telah terselesaikan. Tidak bertingkah over yang tak perlu seperti kebanyakan ibu-ibu yang lain. Aku mengangguk pelan sebelum turun dari tempat tidur. Jemariku reflek mengusap kalung Airis pemberian Mirage.

    Mirage.

    Apa itu benar... hanya sekedar mimpi?



    Aku mengganti baju seragamku dengan seragam klub. Meraih panah dan anaknya, aku melangkah masuk ke ruang klub... atau boleh kusebut aula? Ruangan ini sama besarnya dengan aula sekolahku yang lama. Tapi, kali ini aku sedang nggak mood untuk memperhatikan besarnya aula ini karena tadi pagi aku sempat kena hukuman berdiri di pintu kelas. Sialnya lagi, saat itu anak A sedang melalui lorong sekolah menuju kelas mereka yang otomatis melewati kelasku dan o-to-ma-tis Kira melihatku. Tak lupa juga Shigure.

    Ugh!! Apa hidupku begitu membosankan sampai harus ada even yang membuat si Yang-Mulia Kira akhirnya tersenyum padaku? Dalam artian meremehkan, tentunya. Ugh!! Rasanya aku ingin mencakar mukanya.

    Sempai yang melatih kami hanya memberikan orientasi singkat dan jelas. SEluruh anggota klub langsung mengincar posisi favorit masing-masing dan mulai berlatih dengan bimbingan para sempai kelas 3 dan 2. Aku secepat kilat memilih posisi di samping Kira, yang diikuti oleh suara tak senang orang-orang yang kalah cepat, dan memposisikan panahku. Selama beberapa menit berlatih, aku menyadari ada yang kurang dari penampilan Kira saat memanah sebelumnya. Rasanya dia tak fokus. Selain itu, ada kantung mata tanda kurang tidur di bawah matanya. Aku terlalu sibuk meperhatikannya dan tak sengaja panahku mengarah ke arahnya yang sedang melepaskan panahnya dari papan.

    "Awas!!"
     
  10. spinx04 Veteran

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Nov 22, 2009
    Messages:
    1,675
    Trophy Points:
    217
    Ratings:
    +2,539 / -0
    open closed thread by author request :robot:

    lanjutkan :gatling:
     
  11. XtracK M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Feb 22, 2011
    Messages:
    261
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +256 / -0
    arigatou, kk.. :sembah:
     
  12. XtracK M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Feb 22, 2011
    Messages:
    261
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +256 / -0
    yahahahai!!!!
    akhirnya update juga... :keringat:

    Oh Tuhan... apapun yang terjadi dengan hidupku, atau apapun yang terjadi dalam mimpi yang aneh itu, aku terima!! Asalkan tolong... jauhkan Daikouji Kira dari hidupku.

    Ugh!!

    Tak pernah kujumpai orang ter-baka dan ter-baka dan ter-aho selain manusia yang bernama Shiraishi Ai! Bagaimana bisa kuarahkan panah ke arahnya? Ini mimpi buruk. Aku yakin dia akan membenciku... bukan, balas dendam padaku. Aku masih ingat dengan jelas kilatan matanya saat menampik anak panahku. Dia memandangku sekilas dan ada ekspresi yang tak bisa kudeskripsikan terlintas dimatanya.

    Bagus.

    Aku memalingkan kepala dan terdiam sesaat. Rasanya malu sekali, serasa mau mati.

    “Hei!!! Bangun cewek malas!!”

    Bangun? Apa maksudnya? Suara itu... rasanya aku mengenalnya.

    Aku memalingkan kepalaku kembali dan nyaris melompat saat kulihat sosok peri kecil cerewet bersayap hitam yang menatap galak ke arahku.

    “Banguuuuuuuuuuun!!!! Kau pikir sekarang udah jam berapa?!” teriaknya tepat di telingaku. Aku mengadahkan kepala, memandang sekelilingku dengan heran. Aku sedang berada di suatu ruangan yang lumayan kumuh. Lumut bewarna hijau kuning menghiasi dinding kamar. Tak tampak satupun perabot yang bernilai selain lemari kaca yang ukirannya mungkin dulunya cantik, namun kini ditumbuhi lumut-lumut yang menurunkan nilainya. Ada banyak poster WANTED yang menempel di dinding. Aku melihat dengan perlahan orang-orang yang di dalam poster.

    Wow.

    Ternyata memang ini dunia mimpi. Selain makhluk aneh bersayap hitam dan putih yang kulihat kemarin, ada juga makhluk berkuping kucing, bersayap elang atau kelelawar, bahkan jenis lainnya yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Selain penampilan luarnya, nama-nama mereka juga sangat aneh. Loleroi val Diwrtex, Magnanix Chorn, Obienzksa Nol, Aro, Mirage val Ruthizerkl, Onomagda Legis, Vantra…. tunggu, tadi rasanya ada nama yang kukenal..

    Aku melihat balik ke dua poster yang kulewati dan berjalan mendekat. Poster itu sudah lama. Kertasnya kehilangan warna putihnya dan kusam sekali. Dibawah tulisan WANTED yang besar tampak gambar Mirage… lebih tepatnya, setengah wajah Mirage karena ia memakai kain hitam yang menutupi setengah hidung dan mulutnya. Ia tampak senang sekali di foto itu dan sayap hitamnya membentang dengan angkuhnya. Bahkan dia memberikan tanda ‘peace’. Aku menurunkan pandanganku dan terpaku saat melihat harga yang diberikan padanya. Nolnya ada… 1, 2, 3, ….10?!!

    “Kau juga mengincarnya?”

    Suara berat itu mengagetkanku. Dengan cepat aku memalingkan mata dan menahan nafas saat melihat sosok dihadapanku. Dia cowok. Em… sepertinya dia berjenis kelamin cowok meskipun aku tak tau pasti karena di atas kepalanya ada kuping serigala dan wajahnya… cantik. Sangat, sangat cantik bahkan aku yang perempuan saja terpana melihatnya. Ia memakai baju kaos hitam yang berlawanan dengan rambutnya yang putih. Pakaiannya sobek sana-sini kecuali celananya dan diikat pinggangnya menggantung beragam jenis pisau. Ditangannya ada pedang panjang seperti katakana yang bewarna hitam kemerahan. Aku tak ingin memikirkan bahwa warna merah di pegangan pedangnya adalah darah.

    “Ah.. aku..”

    “Ruthless sangat kuat. Kau yakin mampu menghadapinya dengan lengan kecil itu?” tanyanya dengan nada monoton. Wajahnya tanpa ekspresi. Matanya yang bewarna merah tampak kosong tanpa sepercik pun emosi. Aku berkedip tak percaya. Baru sekali ini aku jumpa seseorang yang begitu… kosong. Yah, aku tak bisa mencari kata lain selain itu. Sayang sekali… dengan wajah cantik seperti itu, seharusnya ia bisa sedikit menikmati hidup. Aku menggeleng dalam hati. Jangan mudah menilai orang, Ai! Kan mama sering mengingatkanmu!!

    “Um… aku..”

    “Bisa. Katakan ‘bisa’, Ai.”

    Aku melirik heran pada Cerenne. Peri hitam itu memberikan perintah tegas. Matanya yang kecil menyorot tajam. Ini maksudnya apaan?

    “Aku.. em.. bisa,” dengan kaku aku menyelesaikan kalimatku. Cowok… eh.. cowok serigala itu lagi-lagi melemparkan pandangan kosong padaku. Aku jadi benar-benar meragukan bahwa ia memiliki jiwa. Rasanya aku berbicara dengan boneka.

    “Kemampuan apa yang kau miliki?” tanyanya sambil berjalan melewatiku. Ia mengulurkan tangannya dan mengambil kain lap using dari atas lemari dan membersihkan pegangan pedangnya. Hebat. Hanya perlu tambahan kamera, manajer, produser, penghilangan telinga dan ekor aneh itu dan sedikit perbaikan setting, maka ia bisa menjadi aktor samurai. Gerakannya membersihkan pedangnya benar-benar elegan. Belum lagi parasnya yang kurasa dapat menaklukkan para dewi. Oh Tuhan, kenapa aku bisa terdampar di dunia aneh ini dan bertemu dengan cowok ini? Kuharap aku tak pernah bertemu dengannya dan semakin meragukan apakah aku ini perempuan atau bukan. Rasa percaya diriku sulit menerima kenyataan ini. Hah… aneh. Padahal Mirage juga.. ehm.. cantik. Tapi ada sesuatu pada dirinya yang menegaskan bahwa ia cowok. Jadi, kenapa cowok ini tak ada ‘sesuatu’ itu?

    wehehheheheheheh... :hehe:
    ayo, ayo, cabe and terasi... :minta:
     
    Last edited: Apr 27, 2013
  13. XtracK M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Feb 22, 2011
    Messages:
    261
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +256 / -0
    ayo, kk, ikutin teros ceritanya biar nyambung :haha:
    ni masih belum masuk ke pokoknya, baru akarnya.. :lol:
     
  14. XtracK M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Feb 22, 2011
    Messages:
    261
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +256 / -0
    “Aku.. tak tau. Tunggu, mungkin aku bisa memanah sedikit.”

    Cowok itu berhenti menggosok-gosok dan mengernyitkan alisnya. Oh, wow. Ternyata alis itu bisa bergerak. Ia menatapku lama. Terlalu… lama dan aku sama sekali tidak nyaman.

    “Uhm.. sebelumnya, walaupun telat, namaku Shira.. Shinaze Ai. Um.. bisakah kau mengajariku sesuatu? Uh… berpedang, lempar pisau, atau.. sejenis itu? Aku tak punya keahlian dalam senjata.. “ aku menghela nafas sok dramatis. Yah, memangnya mau gimana lagi? Tak mungkin aku berbohong.

    “…..tubuhmu.”

    Aku berkedip. “Maaf, aku tak mendengar yang tadi. Kau bilang apa?”

    Cowok itu lagi-lagi memberikanku pandangan kosong yang mulai bikin aku kesal.

    “Kau bisa mengumpannya dengan tubuhmu dan…”

    Aku tak mau mendengar kalimat selanjutnya. Amarah mengendalikan tanganku dan melayang, mendarat di pipi cowok brengsek itu. Suara tamparan bergema di ruangan yang tak ada perabot ini.

    “Maaf saja, tapi harga diriku masih ada,” ucapku dingin. Aku berbalik dan merobek gambar Mirage dari dinding. “Aku tak perlu bantuanmu.” Aku melangkah lebar-lebar, keluar dari gubuk kumuh itu dan tak sekalipun menoleh ke belakang. Rasanya aku menyesal sekali menyebutkan namaku yang bahkan tak diketahui Mirage.. walaupun tetap nama palsu. Cerenne terbang dengan lincah mengikuti langkahku. Sayap hitamnya serasi sekali dengan kondisi hatiku.

    “Sekarang kita kemana?”

    “Pergi.”

    “Kemana?”

    “Kemana aja.”

    “Kemana aja itu kemana, ya~~~?” Cerenne mendendangkan kalimatnya dengan sengaja. Aku menghentakkan kakiku di tanah dan melotot ke arahnya.

    “Cerenne!! Diam!!”

    “Hihihihi, ekspresi mukamu aneh, lho Ai~~~”

    “Kalau kau ingin sa-“

    “Awas!!”

    Dari sudut mataku, aku hanya dapat melihat bayangan hitam terbang ke arahku dan… sakit.

    Rasa sakit yang tajam.

    Di punggung belakangku.

    Aku menumpukan berat badanku ke sebelah kaki. Sakit.

    “Demi Ama!! Pisau! Ai, bertahanlah!!”

    “Cere… hh.. ne..”

    ”Serigala itu melemparmu dengan pisau.. kurang ajar!!”

    Gawat. Kepalaku berdentum-dentum. Tak mungkin rasa sakit ini hanya dari pisau… apa.. apa ada racun? Aku berusaha menyingkirkan rasa sakit, namun sia-sia. Bagaikan cambuk, rasa sakit itu menyebar ke seluruh tubuhku dengan cepat.

    “Ai!!”

    Wajah Cerenne semakin memudar..

    “Ce… hh ne…”

    “Ai, jangan bergerak! Lukamu terbuka!!... Ai!! Ai!!!”

    Aku tak bisa menjawab panggilan Cerenne. Cerenne..

    Lari!!

    :nangis:cabe....:nangis:

    berikan aku cabe... :sedih1
     
    Last edited: May 2, 2013
  15. XtracK M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Feb 22, 2011
    Messages:
    261
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +256 / -0
    yay, here the new ones, guys :haha:
    “CERENNE!!!!!”

    “Ai?” terdengar suara yang familiar. Aku membuka mataku dengan perlahan dan menyipit saat cahaya menyilaukan yang kukenali sebagai lampu menyerang mataku. Setelah beberapa saat mataku semakin bisa menyesuaikan dengan cahaya dan akhirnya aku melihat siluet seorang wanita yang membayangi wajahku.

    “Ma..ma?” panggilku lemah. Wanita itu, mamaku, tersenyum padaku. Beliau membelai sayang. “Aku… di..”

    “Ini kamarmu, sayang. Kau ingat sesuatu sebelum kau pingsan?”

    “Aku? Pingsan?”

    “Ya, sayang. Kau pingsan di ruang klub dan cowok ini membawamu ke rumah,” mama mendekatkan mulutnya ke telingaku dan berbisik, “apa dia koibitomu?”

    “KO-!!” jantungku hampir melompat saat mendengar kata terakhir mama. Aku segera melongokkan kepala melewati badan mama dan nyaris mati saat melihat Yang Mulia Daikouji Kira duduk dengan santainya seakan berada di rumah sendiri sambil membaca salah satu buku novel dari lemari bukuku. Sebelah tangannya mengetuk-ngetuk cangkir kaca yang sepertinya berisi teh. Jaketnya tersampir di sebelah kanannya dan aku dapat melihat dengan jelas gerakan tubuhnya saat ia menggeser ke posisi yang lebih nyaman. Aku memuaskan mataku sejenak sebelum kembali menghadap mama yang melihatku sambil nyengir.

    “Jadi?” tanyanya sambil berbisik.

    “Jadi apa?” jawabku juga sambil berbisik-bisik. “Dia Yang Mulia Daikouji Kira, cowok menyebalkan dan paling angkuh yang pernah Ai temui. Sama sekali tak ada hubungannya dengan Ai.”

    Mama masih juga nyengir. Ugh, percuma aku membantah bila mama udah menetapkan sesuatu… yang sayangnya tak enak sama sekali dipihakku.

    “Tapi cowok itu mau mengantarmu pulang? Apa benar dia cowok angkuh?”

    Aku terdiam. Iya juga, ya? Rasanya kontradiksi sekali dengan sikapnya yang biasa. Apa dia salah makan obat?

    “Oh!” seru mama sambil menegakkan tubuhnya. “Mama lupa kalau mama lagi masak. Ai, baik-baik, ya..” mama mengedipkan matanya padaku sebelum menutup pintu kamarku. Bagus. Setidaknya si Daikouji udah bertemu dengan mamaku walaupun bukan ini yang kuharapkan. Aih, seandainya saja Daikouji ini lebih bersikap baik padaku, kurasa mudah saja menariknya menjadi anggota keluarga. Ha-ha-ha. Konyol.

    “Um.. terimakasih, Daikouji,” ucapku tulus. Rasanya aku malu sekali untuk satu alasan yang tak kumengerti. Tapi bagaimanapun juga, aku wajib mengucapkan rasa terimakasihku padanya. Yah… walaupun sepertinya dia tak mendengar ucapanku karena wajahnya tetap datar saat ia membalikkan halaman novelku. Aku meremas-remas selimutku, berusaha menenangkan rasa grogi. Di kamar ini tak pernah sekalipun ada cowok yang mampir.. dan kini ada seorang cowok yang lumayan kutaksir sedang duduk disini, membaca novelku seakan ia telah ratusan kali masuk ke sini.

    ….

    Srek.

    ………

    Srek.

    …………….

    Sampai kapan dia mau diam aja?

    “Uhm… kau suka novelnya?” aku berusaha memancing percakapan. Kulihat wajahnya masih tetap datar dan aku menyerah. Kalau dia ingin tetap diam dan jadi patung saizo, oke, silahkan saja. Aku memainkan kalung Mirage dan kembali mengingat mimpi aneh itu. Benarkah tadi itu hanya mimpi? Rasanya terlalu nyata.. untuk sekedar mimpi. Aku meletakkan tanganku di dada. Aku masih mengingat dengan jelas bagaimana sakitnya saat cowok serigala itu melemparkan pisaunya ke punggungku. Melebihi rasa sakit. Menusuk. Mendekati kematian.

    Cerenne.

    Apakah ia mendengarkan permintaan terakhirku? Apakah dia akan lari? Kuharap ya. Meskipun aku masih belum lama bersama dengan peri sayap hitam itu, tapi aku sangat menyayanginya. Kurasa karena sayapnya yang menyerupai sayap Mirage. Mirage, dia.. apa kabarnya, ya? Ada sesuatu pada Mirage yang membuatku tertarik padanya. Kepribadiannya yang rada bersebrangan dan kebaikan yang mengejutkan itu benar-benar membuatku terpesona. Dia sedikit seperti cowok yang sedang duduk di mejaku itu. Bahkan warna rambutnya hampir-hampir sama. Mata Mirage yang sewarna emas dan pupil tipis bagaikan pupil kucing nyaris seperti mata Daikouji walaupun Daikouji tidak punya pupil aneh itu. Posturnya juga mirip. Cueknya juga… mirip? Apa jangan-jangan… mereka sebenarnya orang yang sama? Apa dia dan Mirage…

    STOP!

    Khayalanku benar-benar melampaui batas. Dunia mimpi dan dunia nyata sepertinya tak lagi bisa kubedakan. Huah…

    “Mirage..”

    “Hm.”

    Eh? Aku menoleh cepat ke arah Daikouji. Ia masih membaca. Apa aku salah dengar? Tadi aku memanggil Mirage.. dan dia menjawab?

    “Em.. apa tadi kau bicara?”

    “Memangnya kau tak dengar?”

    Aku menggaruk kepalaku. “Mungkin aja aku salah dengar.”

    “Hm.”

    Srek.

    “Apa kau Mi-”

    “Novelmu menarik. Koleksi?”

    Oh. Rupanya dia menjawab pertanyaanku yang sebelum-belumnya. Kukira ia tak dengar apa yang kukatakan. Lagi-lagi aku terlalu cepat menilai orang.

    “Oh, ya. Yang mengarangnya Shizue Tansaki. Dia penulis favoritku. Karya-karyanya benar-benar fantastis! Dia selalu mengarang tentang dunia lain dan tokoh utamanya selalu cewek kuat. Lalu, ada pencuri bersayap hitam yang luar biasa keren. Namanya Ruthless. Cowok ini se-“ kalimatku terhenti saat kusadari ada hal yang familiar dari novel ini. Tunggu.. dulu. Aku menatap Daikouji kosong. Pikiranku penuh dengan pertanyaan. Novel itu terlalu mirip. Sangat, sangat mirip untuk sebuah kebetulan. Ruthless bukan suatu nama yang umum. Bahkan kurasa takkan ada yang mau punya nama ‘Ruthless’. Tapi Shizue Tansaki memilih nama ini untuk tokohnya yang bersayap hitam dan seorang pencuri. Lagipula, nama tokoh utama ceweknya ini terlalu kukenal.

    Shinaze Ai.

    Itu.. namaku.
     
    • Like Like x 1
  16. XtracK M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Feb 22, 2011
    Messages:
    261
    Trophy Points:
    76
    Ratings:
    +256 / -0
    Benarkah ini hanya kebetulan?

    “Shiraishi?” panggil Daikouji sambil mengibas-ngibaskan telapak tangannya di depan mataku. “Kau baik-baik saja?”

    Aku mengurut pelipisku pelan. “Mungkin.”

    Ia bangun dengan perlahan, mengambil jaket dan memakainya. Ia menunjukkan novel Shizue Tansaki padaku. “Boleh kupinjam?”

    “Hm-mm” aku mengangguk tak peduli. “Silakan aja. Kembalikan kapanpun kau selesai membacanya.”

    Ia tersenyum sekilas.

    Kurasa aku terlalu sibuk dengan pikiranku sampai aku tak melihat bayangan di atas kepalaku.

    “Kalung ini dari siapa?”

    “Ha?” tanyaku tak sigap dan terhenti. Oh Tuhan!! Kenapa wajahnya dekat sekali?! Suaraku hilang saat kulihat warna matanya yang nyaris emas tepat di depan mataku. Ia menatapku lurus, seakan ingin mengorek seluruh rahasiaku. “Em… Daikouji..”

    Ia tak menjawab. Tetap menatapku dan mendorongku untuk menjawab pertanyaannya melalui kilatan di matanya. Aku meremas tanganku di bawah selimut dan dengan kaku memalingkan kepalaku. Aku menggeser posisi dudukku sedikit menjauh darinya. Bagaimanapun juga aku butuh jarak untuk mengatur kembali detak jantung dan pikiranku yang kini sedang melaju 200 kilometer per detik. Seandainya saja ia tak setampan ini, aku tak perlu merasa grogi gini..

    “Ehm.. bisa tolong geser dikit?” pintaku terbata-bata. Tak dapat kubayangkan lagi bagaimana merahnya wajahku saat berusaha melihat langsung matanya. Namun dia malah tersenyum dan kilatan jahil terlintas di wajahnya. Aku menelan ludah dengan susah payah dan kembali menggeser dudukku. Tanganku mulai terasa kebas dalam usahaku menjauh dan selimutku jadi terasa lebih licin dari sebelumnya.. dan aku jatuh dengan suara gedebuk pelan di atas tempat tidur.

    “Shiraishi Ai,” bisik Daikouji sambil mendekatkan wajahnya ke telingaku. Suaranya yang dalam dan khas mengirimkan rasa geli ke sekujur tubuhku. Aku mengepalkan tanganku dan memejamkan mata, sebisa mungkin berusaha untuk tidak terpengaruh oleh suaranya yang mematikan ini. Sepertinya ia melihat reaksiku dan menganggapnya lucu karena ia tertawa pelan. Nafasnya yang hangat berhembus di tengkukku, membuat bulu kudukku meremang dan jantungku bolak-balik. Sial, sial, sial!! Kerasukan apa dia hari ini?!!

    “Kalung ini… dari siapa?” tanyanya kembali sambil berbisik. Kali ini dileherku. Sebelah tangannya memainkan kalung Mirage dengan santainya, seakan ia telah ribuan kali melakukannya. Aku menahan nafas panik. Oh kami-sama!! Tolong, tolong, tolong kembalikan Daikouji Kira yang menyebalkan ini ke asalnya!! Tolong hilangkan tingkahnya yang mengerikan ini!! Onegai! Onegai! Onegaiiiiiiiiii!!!!
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.