1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Cerpen Kumcer Dongeng Sebelum Mati

Discussion in 'Fiction' started by madonnalilyify, Sep 12, 2015.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. madonnalilyify M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Apr 20, 2012
    Messages:
    1,768
    Trophy Points:
    192
    Ratings:
    +914 / -6
    yatta!! :yahoo: akhirnya bisa bikin thread cerpen juga :D


    semoga bisa terus diupdate :pray:
     
    • Like Like x 2
    • Informatif Informatif x 1
    • Semangat! Semangat! x 1
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. madonnalilyify M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Apr 20, 2012
    Messages:
    1,768
    Trophy Points:
    192
    Ratings:
    +914 / -6
    reserved untuk indeks :hahai:
     
  4. madonnalilyify M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Apr 20, 2012
    Messages:
    1,768
    Trophy Points:
    192
    Ratings:
    +914 / -6
    Orang Mati di Kampungku



    Maaf, aku tidak bermaksud menakutimu dengan menulis cerita ini. Hanya saja jangan membaca kisah ini di malam hari, ya!

    Seperti yang tersurat dalam firman Tuhan, aku tahu bahwa manusia tercipta dari tanah dan akan kembali ke tanah. Sebut saja mati. Mati, mati, mati. Waktu kecil dulu aku tak pernah memahami kata ini. Yang aku tahu, orang di sekitarku satu demi satu menghilang dan tak kembali. Aku tahu mereka pada suatu titik terbujur kaku lalu tak lama kemudian di kuburkan.

    Penguburan pertama yang kuingat adalah saat pemakaman nenek buyutku yang renta. Setelahnya aku berfikir bahwa bagaimanapun manusia akan beku tanpa nafas lalu orang-orang akan menguburkannya. Tak mengerti mengapa mereka mati.

    Saat kakekku wafat aku tak begitu merasa sedih. Memori tentangnyapun samar. Aku ingat dia orang dermawan yang sering kupintai uang jajan namun seringkali berubah pelit. Hanya saja kupikir saat kakek meninggal orang alim berkurang satu. Saat kakek meninggal rumah kami dikunjungi banyak sekali pelayat. Aku tahu kakek memang terkenal di bidangnya. Dan saat ini aku benci pertikaian di antara anak-anaknya tentang harta warisan yang ditinggalkan. Semasa hidup pun kebanyakan dari mereka tidak menghargai kakek. Kuharap kakekku bisa beristirahat dengan tenang di sana.

    Setelah kakek, uwak S yang menjadi guru mengaji anak-anak meninggal karena sakit. Ibu bilang dia agak menyebalkan, tapi selalu bersikap baik padanya. Nenek yang terang-terangan menunjukan ketidaksukaan padanya karena, yah, dia memang kurang ajar di mata mertuanya. Lelaki yang kurang bertanggungjawab katanya. Pokrol bambu pula. Sebenarnya aku kurang begitu peduli pada latar belakangnya. Ingatanku tentangnya hanya berkisar tentang acara mengaji ba’da maghrib di mana ia sering memuji kefasihanku mengaji dan membuatku lebih memudah membedakan pelafalan ‘alif’ dan ‘alif hamzah’. Ketika ia pergi untuk selama-lamanya, mengaji di surau tidak asik lagi. Apalagi guru ngaji selanjutnya, anaknya, suka menghembuskan yang tidak sedap saat talaqqi. Campuran petai dan ikan asin ditambah kopi cap kupu-kupu. Memuakkan sekali tapi aku tak pernah berani menegur masalah bau mulut itu. Sepeninggal Uwak S, surau itu dua kali berganti pengajar. Saat anaknya Uwak S merantau surau itu diasuh oleh tetanggaku selama beberapa tahun lamanya. Somehow , surau itu sepi pengunjung karena anak-anak lebih suka nonton televisi daripada membaca ayat suci. Ia pun seperti kehilangan semangat mengajar mengaji. Puncaknya tiga tahun lalu ia berhenti mengasuh surau itu. Kini anak-anak yang masih punya semangat mengaji dan terpaksa mengaji karena suruhan orang tuanya beralih ke guru ngaji lain, Uwak E.

    Bicara tentang Uwak S yang mati itu, sebelum ia meninggal anak lelakinya yang tengah telah pula menghadap Rahmatullah. Kakak O namanya. Yang kuingat badannya tinggi dan hitam gula merah. Aku mengingatnya saat ia berdiri di depan rumahnya dan saat ia terbaring sakit di rumahnya. Ibu bilang dia pekerja keras dan anak yang baik. Rajin sekali membantu orang tuanya. Orang baik disayang Tuhan, makanya dia cepat mati?

    Tentang orang baik lebih disayang Tuhan makanya cepat dipanggil menghadap Tuhan, ada hubungannya pula dengan Uwak E. Anaknya, kakak A, juga mengalami nasib yang sama seperti kakak O. Aku tak punya memori apapun tentang kakak A ini. Aku tahu tentangnya dari cerita-cerita ibu. Ibu bilang kakak A anak yang baik dan santun juga rajin. Terlihat lebih dewasa dari seusianya. Ia suka menenangkanku yang kadang menangis merajuk dalam buaian. Katanya ia suka mengajak aku yang balita mengobrol. Kakak A anak yang alim. Ia seringkali terlihat sudah berkepang sarung lengkap dengan peci jika tiba waktu solat ke masjid bersama ayahnya. Sekecil itu ia sudah bisa membaca quran. Cita-citanya bahkan ingin jadi kyai. Mengingat bahwa pernah ada entitas kakak A yang jadi anak emas di keluarga kami dan mati begitu saja saat belum menginjak bangku sekolah, itu sedikit membuatku frustasi. Apalagi saudara lelaki kakak A yang kini masih hidup adalah orang yang sangat menyebalkan dan tak bisa berbakti pada orang tua.

    Kakak A meninggal saat aku masih balita dan ia sendiri pun saat itu baru mau masuk sekolah dasar. Kutaksir usianya sekitar lima atau enam tahun. Ia meninggal dengan tragis, ditabrak Colt mini di jalan saat menemani Uwak E ke penggilingan padi. Pada sore hari yang naas itu sebenarnya Uwak E tak berniat pergi menggiling padi. Ia hanya mematuhi perintah ibunya, nenekku yang cerewet dan tak tahu waktu itu. Kuduga itulah akar masalah mengapa Uwak E selalu sensi bila berhadapan dengan nenek, selain akibat dari kekecewaan-kekecewaan yang terakumulasi selama bertahun-tahun.

    Kadang-kadang orang biasa pun mati.

    Ketika pulang ke rumah saat liburan, aku baru tahu kalau ibu temanku meninggal. Namanya ibu R. Di sisa hidupnya kutahu ia bersukarela membersihkan majelis pengajian ibu-ibu. Aku sedikit menyesal tak bisa berada di samping temanku saat ibunya meninggal. Aku tahu ia paling dekat dengan ibunya setelah kakak perempuannya juga meninggal karena sakit parah. Yang paling kukasihani adalah adik bungsunya yang masih kecil tapi sudah harus kehilangan ibu. Apalagi bapak mereka sikapnya menyebalkan terhadap anak-anaknya. Saat melihat temanku yang dulu sintal dan kini bertubuh kurus, kurasakan ia telah mengalami berbagai cobaan hidup termasuk perceraian dengan mantan suaminya yang posesif.

    Setelah kematian ibu R ini, menyusul tetangganya Uwak RK meninggal. Kupikir kami yang pernah solat tarawih berjamaah di majelis akan benar kehilangan sosoknya yang jenaka. Tidak benar-benar jenaka sih, ia sering membuat kami terpingkal-pingkal kalau penyakit latahnya kambuh. Kami sering menggodainya, mengejutkannya, lalu keluarlah kata-kata jorok dari mulutnya. Tak jarang ia meniru perkataan atau suara yang mengejutkannya. Ia hamper membuat salat kami batal akibat menahan tawa mendengarnya berteriak karena terkejut dengan suara takbir. Setelah ia tiada, majelis kami tidak seheboh dulu lagi.

    Kuakhiri dulu cerita ini, lain kali kusambung.
     
    • Like Like x 1
  5. madonnalilyify M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Apr 20, 2012
    Messages:
    1,768
    Trophy Points:
    192
    Ratings:
    +914 / -6

    Perihal M


    Waktu kecil aku tak tahu makna ‘anak di luar nikah’. Yang kutahu semua anak lahir dari pasangan suami istri. Menikah dulu baru punya anak. Titik. Saat itu gosip yang beredar teman sepermainan kami, M, adalah anak di luar nikah. Aku cuma manggut-manggut mengiyakan saat L mengatakan kabar burung itu. Beberapa anak di kampung kami sebal terhadap tingkah M. Sok manja, kadang suka memutarbalikkan fakta juga suka membully anak lain. Suka pura-pura menangis merengek bila menginginkan sesuatu. Dan teriakannya saat marah pada adiknya , D, ya ampun memekakkan telinga! Begitupun saat ia tertawa terbahak. Suaranya tinggi dan cempreng seperti tawa kunti. Di luar itu, dia cukup ramah dan supel. Hanya saja bercandanya suka kelewatan!

    Di kampong kami M tak punya banyak teman. Selain karena sifatnya yang jutek, anak perempuan yang sebayanya juga sangat sedikit. Rumahnya juga di pojok kampung. Waktu dulu tiap pagi aku sering ke rumahnya membeli makanan. Masakan ibunya M memang enak.

    Sebenarnya aku kasian pada M. Ia suka dijauhi teman. Kadang aku juga melihat ia dimarahi ibunya. Dia memang menyebalkan sih, pikirku. Rasain. Kupikir ia tak suka dengan eksistensi adiknya, D. ia ingin lebih lama bermanja-manja pada orang tuanya, menjadi anak tunggal. Ditambah lagi D memang suka usil dan menjahili M. Setiap kesalahan antara kakak beradik tersebut pasti akan menimpa M. Tak adil bukan? Saat MY adik kedua M lahir, sikap M perlahan mulai berubah. Sekarang ia tak bisa seenaknya berteriak-teriak tak jelas. Ia harus jadi panutan bagi adik perempuannya.

    M sekolah di SMP nomor dua yang tak terlalu favorit di kotaku. Yah, bisa kubilang sih SMP tersebut hanya untuk para loser. Mungkin juga tidak. Biaya sekolah di SMP nomor dua tergolong lebih murah daripada SMP nomor satu. Aku lupa kemana M melanjutkan sekolah selepas SMP. Mungkin ia melanjutkan ke Madrasah Aliyah? Entah. Katanya selepas SMP ia bekerja menjadi buruh di kota C di provinsi sebelah. Aku mafhum, untuk ukuran keluarganya melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi adalah suatu kemewahan. Makanya aku suka kesal melihat anak yang malas-malasan sekolah!

    Saat M pulang, katanya ia sedikit berubah dalam hal berbahasa. Aksen bahasanya merujuk pada kebiasaan di kota C yang lemah lembut. Tapi teman-temanku bilang ia sok dan fake. Sebenarnya aku ingin melihat bagaimana ia telah berubah, tapi tak sempat kulakukan. Terakhir kali kulihat ia masih memakai seragam putih biru dan itu sudah lampau sekali. Kutaksir sudah sepuluh tahun lebih aku tak melihatnya padahal kami sekampung. Menurut tetangga ia juga jarang pulang kampung. Entah apabila ia sudah berkeluarga di kota C. aku tak mengorek informasi lebih jauh tentangnya.

    Setiap kali bersepeda melewati jalan desa, aku sengaja melongok ke arah rumahnya. Rumahnya ada di belakang sejumput kebun ayahku. Rumahnya yang dulu hanya sepetak bilik bambu beratap rumbia lalu beratap genteng kini sudah dibuat permanen. Kelihatan asri dan sepi. Yang tinggal di rumah itu hanya adik bungsunya MY dan orang tuanya. Adiknya D kini bekerja di kota B. D yang anak lelaki satu-satunya sekarang kelihatan lebih dewasa. Dewasa karena keadaan.

    Setiap kali melihat rumah itu, aku selalu teringat M. Andai saja dulu aku lebih membuka diri dan mengerti sikapnya mungkin aku bisa berteman dengannya lebih akrab. Aku menyesal pernah ikut-ikutan menjauhinya. Aku ingin tahu apakah aku ada dalam ingatan masa kecilnya. Aku ingin sekali lagi mendengar lengkingannya yang menyakiti telinga.

     
  6. madonnalilyify M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Apr 20, 2012
    Messages:
    1,768
    Trophy Points:
    192
    Ratings:
    +914 / -6
    Summertime Sadness

    Bagi penduduk di belahan bumi subtropik, musim panas adalah musim yang paling ditunggu-tunggu. Selamat tinggal kedinginan, mari bersenang-senang di bawah hangatnya mentari! Tak jarang mentari terlalu semangat menunjukkan dirinya hingga panas menyengat membuat orang kipas-kipas dan mandi sebelum waktunya (baca: berkeringat hebat).

    Di wilayah tropik, kemarau juga dinantikan namun tak terlalu antusias. Bencana el nino selalu mengintai setiap saat. Tanpa el nino pun musim kemarau sudah menggersangkan hingga rumput jepang kering kerontang. Sebenarnya sih aku tak terlalu benci dengan kemarau. Syukuri saja musim pemberian Tuhan, wahai manusia yang tidak pernah puas.

    Kupikir aku tak terlalu punya memori yang memorable di musim hujan. Tapi musim kemarau lain. Musim kemarau bagiku, siap-siap turun dari rumah mengunjungi lagi sumur-sumur mata air di lembah terjal. Yang menyenangkan turun ke lembah tapi melelahkan naik ke atas lagi. Pinggangku serasa mau copot.

    Berburu air seperti menjaring emas. Pagi buta aku dan ayah membawa jerigen-jerigen kosong ke mata air yang jauh sekali bila dicapai dengan berjalan kaki. Terkantuk-kantuk aku berjalan menyusuri jalan setapak yang gelap. Kulirik kanan kiri di balik rerimbunan pohon perdu. Berharap dengan konyol bertemu mahluk astral. Kuntilanak, pocong genderuwo tuyul ayo muncullah kalian! Tantangku dalam hati sambil tersenyum meremehkan. Kadang suara berkeresek di kebun-kebun sepi itu seperti langkah jejak babi ngepet. Atau ada siluman buaya dan ular bersembunyi di balik rawa-rawa yang kering sekarat. Tentu saja itu Cuma dalam fantasiku. Saat itu aku sama sekali tak takut. Di belakangku ada ayahku yang berjalan dengan serius.

    Sesampainya di mata air, ada saja penduduk sekitar yang sudah sampai di sana. Saat matahari mengintip di balik pepohonan, kami baru sampai lagi di rumah. Sampai detik ini aku tak habis pikir bagaimana kami bisa menjalani hal itu. Sama sekali tak nyaman tapi aku senang-senang saja melakukannya.

    Saat mata air tersebut mulai surut karena kemarau tak kunjung sirna, kami mengambil air ke tempat yang lebih jauh lagi. Tepatnya ke kampung nenekku yang nampaknya pantang surut air. Aku dan ayahku berkelana ke sana memakai motor. Senangnya naik motor melulu tiap sore.

    Aku merasa kagum, tercengang. Bagaimana bisa aku, ayah dan keluarga melewati masa-masa sulit itu. Kupikir kami akan menemui bencana kelaparan karena kekeringan menyebabkan gagal panen di beberapa tempat. Kupikir aku akan jadi gembel dekil karena sering tidak mandi saat kemarau. Dan segala kupikir-kupikir lainnya yang frustatif.

    Kini kemarau datang lagi. Sudah beberapa bulan tidak turun hujan. Herannya mega mendung selalu datang tiap sore. Muncul seakan untuk mengejek kami manusia yang menunggu-nunggu turunnya air hujan walau setetes. Dasar awan gelap hanya jadi Pemberi Harapan Palsu. Kulirik lagi jerigen-jerigen hampa dan tempayan kosong. Aku tak sanggup mengisinya sendirian. Kuharap sekali ini ayah mau datang dari alam barzah untuk membantuku mengisi air.
     
  7. madonnalilyify M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Apr 20, 2012
    Messages:
    1,768
    Trophy Points:
    192
    Ratings:
    +914 / -6
    Di Pojok


    Angkringan Cah Bagus selalu ramai oleh mahasiswa di malam menjelang masuk kuliah. Ya, malam senin keramat. Di mana Sistem Kebut Semalam sering dilaksanakan pada malam tersebut utamanya dalam mengerjakan tugas-tugas kuliah yang mesti dikumpulkan esok senin. Lain daripada itu, di angkringan ini harga makanan dan minumannya sangat terjangkau kantong mahasiswa seperti kami yang sering sekali kena kanker (baca: kantong kering). Dan yang paling paripurna adalah tersedianya wifi gratis dengan kecepatan yang menggoda iman.

    Beruntungnya aku masih dapat spot di angkringan tersebut. Di pojok angkringan di bawah kipas dinding yang membuatku waswas. Takut kalau tiba-tiba kipas tersebut jatuh dan menimpaku. Semeja denganku, seorang cowok gondrong sebahu memakai headphone. Kepalanya bergoyang-goyang tak kentara. Tampaknya sedang asyik mendengarkan lagu. Kugerakkan ekor mata untuk mengintip layar notebooknya, browsernya dipenuhi beberapa tab laman youtube.

    Kucubit-cubit lagi pipi chubby demi menghilangkan rasa kantuk sekaligus membangun konsentrasi. Tugas kuliah harus selesai detik ini juga, tekadku. Kupikir ini akan selesai dengan cara yang lazim dilakukan mahasiswa millennium. Browsing sana sini, copas ini itu, edit, lalu voila! Makalah sudah jadi. Sialnya topik yang angkat agak susah mencari referensinya. Setengah putus asa aku menatap cowok gondrong di sebelahku.

    “Hey, mau bantuin gue gak? Nyariin referensi buat topik ini.” Aku menunjuk ke arah desktop. “Kalau gak mau ya udah. Maaf udah ganggu. Silahkan dengarkan lagi musiknya.”

    “Apa?” Dia melepas headphonenya. Mungkin suaraku kalah keras dengan suara musik.

    “Bantuin gue, mau gak? Cariin referensi soal topik ini. Mungkin lo punya source yang lebih oke.” Senyum ramahku tersungging dengan indah.

    “Hmm, oke. Tunggu bentar ya.” Dia memakai kembali headphonenya, mendengarkan musik lagi. Jari jemarinya mulai bermain di atas kibor dan satu tab lagi di browsernya terbuka diikuti tab-tab lain. Aku sendiri sedang mencoba mengedit makalah yang belum selesai sambil browsing.

    Lima belas menit kemudian dia memperlihatkan beberapa artikel berbahasa asing yang nampaknya cukup berhubungan dengan topikku. Ia mendapatkannya dari situs jurnal asing yang rutin ia kunjungi. Itu membuatku sedikit tercengang. Cowok ini serius membantuku rupanya. Pastinya satu lagi tantangan harus kuhadapi. Membaca artikel berbahasa inggris. Kurasakan mataku yang tadi nyalanya 23 watt mendadak turun jadi lima watt.

    “Biar aku terjemahin.” Dia menangkap kebingungan di mataku. Ya Tuhan, ternyata cowok sangar ini baik banget! Ganteng pula. Aku terbahak dalam hati.

    Berkat bantuannya, tugas makalahku bisa selesai lebih cepat. Setelahnya kami ngopi-ngopi cantik di angkringan. Ternyata dia beneran ramah dan humble, tak sesangar penampilannya. Rambut gondrong dengan kaus oblong plus jaket kulit dan jeans bolong-bolong belel. Dari ngobrol-ngobrol itu kutahu bahwa dia sekampus denganku tapi baru saja lulus. Ia masih ngekos di sekitar kampus dan bekerja di kota tempat dia kuliah sebelumnya.

    Cowok bernama K itu juga suka, tidak, sangat suka mendengarkan musik metal. Tapi dia bisa mendadak jadi mellow jika mendengarkan 25 minutes dari MTLR. Yeah, walaupun aku tak tahu menahu tentang MLTR apalagi musik metal. Aku lahir di jaman Sheila on 7 baru mletek, candaku.

    Beberapa minggu kami rutin bertemu di angkringan itu, dan di pojok yang sama. Masih dengan rasa khawatir bahwa kipas yang kriut-kriut itu akan jatuh menimpaku. Aku senang bertemu dengannya, berbagi cerita. Sering juga ia menggodaku menyindirku yang jomblo dan ia juga yang masih sendiri. Saat itu, kupikir kami lebih baik berteman walau hasrat untuk lebih sekedar jadi teman itu sesekali muncul.

    Malam itu seperti biasa aku duduk di pojokan menanti kedatangan K yang biasanya datang dengan langkah kikuknya. Hari itu aku juga baru pertama kali mendengarkan lagu Blue Jeans milik Lana Del Rey yang suaranya menusuk hati. Hari itu juga tanpa firasat apapun K tidak nampak batang hidungnya. Esok harinya, lusa, minggu berikutnya, bulan depannya ia tetap tak muncul. Seperti orang bebal, selama dua tahun terakhir ini aku masih rutin berkunjung ke angkringan Cah Bagus dan duduk di pojok yang sama. Selalu menatap ke arah pintu masuk. Jikalau K dengan jeans belelnya menyeruak masuk dengan langkah terburu-buru ke arahku. Menghapus air mataku.
     
Tags:
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.