1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

True Story Ketika derita mengabadikan cinta

Discussion in 'Motivasi & Inspirasi' started by fallofthe3rdreich, Apr 1, 2010.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. fallofthe3rdreich M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Aug 14, 2009
    Messages:
    1,067
    Trophy Points:
    161
    Ratings:
    +2,987 / -0
    mohon maaf kalo ceritanya panjang, sediakan waktu kalian sedikit saja....
    maaf juga kalo :repost:


    KETIKA DERITA MENGABADIKAN CINTA

    "Kini tiba saatnya kita semua mendengarkan nasihat pernikahan untuk
    kedua mempelai yang akan disampaikan oleh yang terhormat Prof. Dr.
    Mamduh Hasan Al-Ganzouri . Beliau adalah Ketua Ikatan Dokter Kairo
    dan Dikrektur Rumah Sakit Qashrul Aini, seorang pakar syaraf
    terkemuka di Timur Tengah, yang tak lain adalah juga dosen kedua
    mempelai. Kepada Professor dipersilahkan..."

    Suara pembawa acara walimatul urs itu menggema di seluruh ruangan
    resepsi pernikahan nan mewah di Hotel Hilton Ramses yang terletak di
    tepi sungai Nil, Kairo.

    Seluruh hadirin menanti dengan penasaran, apa kiranya yang akan
    disampaikan pakar syaraf jebolan London itu. Hati mereka menanti-
    nanti mungkin akan ada kejutan baru mengenai hubungan pernikahan
    dengan kesehatan syaraf dari professor yang murah senyum dan sering
    nongol di televisi itu.

    Sejurus kemudian, seorang laki-laki separuh baya berambut putih
    melangkah menuju podium. Langkahnya tegap. Air muka di wajahnya
    memancarkan wibawa. Kepalanya yang sedikit botak, meyakinkan bahwa
    ia memang seorang ilmuan berbobot. Sorot matanya yang tajam dan
    kuat, mengisyaratkan pribadi yang tegas. Begitu sampai di podium,
    kamera video dan lampu sorot langsung shoot ke arahnya. Sesaat
    sebelum bicara, seperti biasa, ia sentuh gagang kacamatanya, lalu...

    Bismillah, alhamdulillah, washalatu was salamu'ala Rasulillah, amma
    ba'du. Sebelumnya saya mohon ma'af , saya tidak bisa memberi nasihat
    lazimnya para ulama, para mubhaligh dan para ustadz. Namun pada
    kesempatan kali ini perkenankan saya bercerita...

    Cerita yang hendak saya sampaikan kali ini bukan fiktif belaka dan
    bukan cerita biasa. Tetapi sebuah pengalaman hidup yang tak ternilai
    harganya, yang telah saya kecap dengan segenap jasad dan jiwa saya.
    harapan saya, mempelai berdua dan hadirin sekalian yang dimuliakan
    Allah bisa mengambil hikmah dan pelajaran yang dikandungnya. Ambilah
    mutiaranya dan buanglah lumpurnya.

    Saya berharap kisah nyata saya ini bisa melunakkan hati yang keras,
    melukiskan nuansa-nuansa cinta dalam kedamaian, serta menghadirkan
    kesetiaan pada segenap hati yang menangkapnya.

    Tiga puluh tahun yang lalu ...

    Saya adalah seorang pemuda, hidup di tengah keluarga bangsawan
    menengah ke atas. Ayah saya seorang perwira tinggi,
    keturunan "Pasha" yang terhormat di negeri ini. Ibu saya tak kalah
    terhormatnya, seorang lady dari keluarga aristokrat terkemuka di
    Ma'adi, ia berpendidikan tinggi, ekonom jebolan Sorbonne yang
    memegang jabatan penting dan sangat dihormati kalangan elit politik
    di negeri ini.

    Saya anak sulung, adik saya dua, lelaki dan perempuan. Kami hidup
    dalam suasana aristokrat dengan tatanan hidup tersendiri. Perjalanan
    hidup sepenuhnya diatur dengan undang-undang dan norma aristokrat.
    Keluarga besar kami hanya mengenal pergaulan dengan kalangan
    aristokrat atau kalangan high class yang sepadan!

    Entah kenapa saya merasa tidak puas dengan cara hidup seperti ini.
    Saya merasa terkukung dan terbelenggu dengan strata sosial yang
    didewa-dewakan keluarga. Saya tidak merasakan benar hidup yang saya
    cari. Saya lebih merasa hidup justru saat bergaul dengan teman-teman
    dari kalangan bawah yang menghadapi hidup dengan penuh rintangan dan
    perjuangan. Hal ini ternyata membuat gusar keluarga saya, mereka
    menganggap saya ceroboh dan tidak bisa menjaga status sosial
    keluarga. Pergaulan saya dengan orang yang selalu basah keringat
    dalam mencari pengganjal perut dianggap memalukan keluarga. Namun
    saya tidak peduli.

    Karena ayah memperoleh warisan yan sangat besar dari kakek, dan ibu
    mampu mengembangkannya dengan berlipat ganda, maka kami hidup mewah
    dengan selera tinggi. Jika musim panas tiba, kami biasa berlibur ke
    luar negri, ke Paris, Roma, Sydney atau kota besar dunia lainnya.
    Jika berlibur di dalam negeri ke Alexandria misalnya, maka pilihan
    keluarga kami adalah hotel San Stefano atau hotel mewah di Montaza
    yang berdekatan dengan istana Raja Faruq.

    Begitu masuk fakultas kedokteran, saya dibelikan mobil mewah.
    Berkali-kali saya minta pada ayah untuk menggantikannya dengan mobil
    biasa saja, agar lebih enak bergaul dengan teman-teman dan para
    dosen. Tetapi beliau menolak mentah-mentah.

    "Justru dengan mobil mewah itu kamu akan dihormati siapa saja" tegas
    ayah.

    Terpaksa saya pakai mobil itu meskipun dalam hati saya membantah
    habis-habisan pendapat materialis ayah. Dan agar lebih nyaman di
    hati, saya parkir mobil itu agak jauh dari tempat kuliah.

    Ketika itu saya jatuh cinta pada teman kuliah. Seorang gadis yang
    penuh pesona lahir batin. Saya tertarik dengan kesederhanaan,
    kesahajaan, dan kemuliaan ahlaknya. Dari keteduhan wajahnya saya
    menangkap dalam relung hatinya tersimpan kesetiaan dan kelembutan
    tiada tara. Kecantikan dan kecerdasannya sangat menajubkan. Ia gadis
    yang beradab dan berprestasi, sama seperti saya.

    Gayung pun bersambut. Dia ternyata juga mencintai saya. Saya merasa
    telah menemukan pasangan hidup yang tepat. Kami berjanji untuk
    menempatkan cinta ini dalam ikatan suci yang diridhai Allah, yaitu
    ikatan pernikahan. Akhirnya kami berdua lulus dengan nilai tertinggi
    di fakultas. Maka datanglah saat untuk mewujudkan impian kami berdua
    menjadi kenyataan. Kami ingin memadu cinta penuh bahagia di jalan
    yang lurus.

    Saya buka keinginan saya untuk melamar dan menikahi gadis pujaan
    hati pada keluarga. Saya ajak dia berkunjung ke rumah. Ayah, ibu,
    dan saudara-saudara saya semuanya takjub dengan kecantikan,
    kelembutan, dan kecerdasannya. Ibu saya memuji cita rasanya dalam
    memilih warna pakaian serta tutur bahasanya yang halus.

    Usai kunjungan itu, ayah bertanya tentang pekerjaan ayahnya. Begitu
    saya beritahu, serta merta meledaklah badai kemarahan ayah dan
    membanting gelas yang ada di dekatnya. Bahkan beliau mengultimatum:
    Pernikahan ini tidak boleh terjadi selamanya!

    Beliau menegaskan bahwa selama beliau masih hidup rencana pernikahan
    dengan gadis berakhlak mulia itu tidak boleh terjadi. Pembuluh otak
    saya nyaris pecah pada saat itu menahan remuk redam kepedihan batin
    yang tak terkira.

    Hadirin semua, apakah anda tahu sebabnya? Kenapa ayah saya berlaku
    sedemikian sadis? Sebabnya, karena ayah calon istri saya itu tukang
    cukur....tukang cukur, ya... sekali lagi tukang cukur! Saya katakan
    dengan bangga. Karena, meski hanya tukang cukur, dia seorang lelaki
    sejati. Seorang pekerja keras yang telah menunaikan kewajibannya
    dengan baik kepada keluarganya. Dia telah mengukir satu prestasi
    yang tak banyak dilakukan para bangsawan "Pasha". Lewat tangannya ia
    lahirkan tiga dokter, seorang insinyur dan seorang letnan, meskipun
    dia sama sekali tidak mengecap bangku pendidikan.

    Ibu, saudara dan semua keluarga berpihak kepada ayah. Saya berdiri
    sendiri, tidak ada yang membela. Pada saat yang sama adik saya
    membawa pacarnya yang telah hamil 2 bulan ke rumah. Minta direstui.
    Ayah ibu langsung merestui dan menyiapkan biaya pesta pernikahannya
    sebesar 500 ribu ponds. Saya protes kepada mereka, kenapa ada
    perlakuan tidak adil seperti ini? Kenapa saya yang ingin bercinta di
    jalan yang lurus tidak direstui, sedangkan adik saya yang jelas-
    jelas telah berzina, bergonta-ganti pacar dan akhirnya menghamili
    pacarnya yang entah yang ke berapa di luar akad nikah malah direstui
    dan diberi fasilitas maha besar? Dengan enteng ayah
    menjawab. "Karena kamu memilih pasangan hidup dari strata yang salah
    dan akan menurunkan martabat keluarga, sedangkan pacar adik kamu
    yang hamil itu anak menteri, dia akan menaikkan martabat keluarga
    besar Al Ganzouri."

    Hadirin semua, semakin perih luka dalam hati saya. Kalau dia bukan
    ayah saya, tentu sudah saya maki habis-habisan. Mungkin itulah tanda
    kiamat sudah dekat, yang ingin hidup bersih dengan menikah
    dihalangi, namun yang jelas berzina justru difasilitasi.

    Dengan menyebut asma Allah, saya putuskan untuk membela cinta dan
    hidup saya. Saya ingin buktikan pada siapa saja, bahwa cara dan
    pasangan bercinta pilihan saya adalah benar. Saya tidak ingin apa-
    apa selain menikah dan hidup baik-baik sesuai dengan tuntunan suci
    yang saya yakini kebenarannya. Itu saja.

    Saya bawa kaki ini melangkah ke rumah kasih dan saya temui ayahnya.
    Dengan penuh kejujuran saya jelaskan apa yang sebenarnya terjadi,
    dengan harapan beliau berlaku bijak merestui rencana saya. Namun, la
    haula wala quwwata illa billah, saya dikejutkan oleh sikap beliau
    setelah mengetahui penolakan keluarga saya. Beliaupun menolak mentah-
    mentah untuk mengawinkan putrinya dengan saya. Ternyata beliau
    menjawabnya dengan reaksi lebih keras, beliau tidak menganggapnya
    sebagai anak jika tetap nekad menikah dengan saya.

    Kami berdua bingung, jiwa kami tersiksa. Keluarga saya menolak
    pernikahan ini terjadi karena alasan status sosial , sedangkan
    keluarga dia menolak karena alasan membela kehormatan.

    Berhari-hari saya dan dia hidup berlinang air mata, beratap dan
    bertanya kenapa orang-orang itu tidak memiliki kesejukan cinta?

    Setelah berpikir panjang, akhirnya saya putuskan untuk mengakhiri
    penderitaan ini. Suatu hari saya ajak gadis yang saya cintai itu ke
    kantor ma'dzun syari (petugas pencatat nikah) disertai 3 orang
    sahabat karibku. Kami berikan identitas kami dan kami minta ma'dzun
    untuk melaksanakan akad nikah kami secara syari'ah mengikuti mahzab
    imam Hanafi.

    Ketika Ma'dzun menuntun saya, "Mamduh, ucapkanlah kalimat ini: Saya
    terima nikah kamu sesuai dengan sunatullah wa rasulih dan dengan
    mahar yang kita sepakati bersama serta dengan memakai mahzab Imam
    Abu Hanifah."

    Seketika itu bercucuranlah air mata saya, air mata dia dan air mata
    3 sahabat saya yang tahu persis detail perjalanan menuju akad nikah
    itu. Kami keluar dari kantor itu resmi menjadi suami-isteri yang sah
    di mata Allah SWT dan manusia. Saya bisikkan ke istri saya agar
    menyiapkan kesabaran lebih, sebab rasanya penderitaan ini belum
    berakhir.

    Seperti yang saya duga, penderitaan itu belum berakhir, akad nikah
    kami membuat murka keluarga. Prahara kehidupan menanti di depan
    mata. Begitu mencium pernikahan kami, saya diusir oleh ayah dari
    rumah. Mobil dan segala fasilitas yang ada disita. Saya pergi dari
    rumah tanpa membawa apa-apa. Kecuali tas kumal berisi beberapa
    potong pakaian dan uang sebanyak 4 pound saja! Itulah sisa uang yang
    saya miliki sehabis membayar ongkos akad nikah di kantor ma'dzun.

    Begitu pula dengan istriku, ia pun diusir oleh keluarganya. Lebih
    tragis lagi ia hanya membawa tas kecil berisi pakaian dan uang
    sebanyak 2 pound, tak lebih! Total kami hanya pegang uang 6 pound
    atau 2 dolar!!!

    Ah, apa yang bisa kami lakukan dengan uang 6 pound? Kami berdua
    bertemu di jalan layaknya gelandangan. Saat itu adalah bulan
    Februari, tepat pada puncak musim dingin. Kami menggigil, rasa
    cemas, takut, sedih dan sengsara campur aduk menjadi satu. Hanya
    saja saat mata kami yang berkaca-kaca bertatapan penuh cinta dan
    jiwa menyatu dalam dekapan kasih sayang , rasa berdaya dan hidup
    menjalari sukma kami.

    "Habibi, maafkan kanda yang membawamu ke jurang kesengsaraan seperti
    ini. Maafkan Kanda!"

    "Tidak... Kanda tidak salah, langkah yang kanda tempuh benar. Kita
    telah berpikir benar dan bercinta dengan benar. Merekalah yang tidak
    bisa menghargai kebenaran. Mereka masih diselimuti cara berpikir
    anak kecil. Suatu ketika mereka akan tahu bahwa kita benar dan
    tindakan mereka salah. Saya tidak menyesal dengan langkah yang kita
    tempuh ini.

    Percayalah, insya Allah, saya akan setia mendampingi kanda, selama
    kanda tetap setia membawa dinda ke jalan yang lurus. Kita akan
    buktikan kepada mereka bahwa kita bisa hidup dan jaya dengan
    keyakinan cinta kita. Suatu ketika saat kita gapai kejayaan itu kita
    ulurkan tangan kita dan kita berikan senyum kita pada mereka dan
    mereka akan menangis haru.

    Air mata mereka akan mengalir deras seperti derasnya air mata derita
    kita saat ini," jawab isteri saya dengan terisak dalam pelukan.

    Kata-katanya memberikan sugesti luar biasa pada diri saya. Lahirlah
    rasa optimisme untuk hidup. Rasa takut dan cemas itu sirna seketika.
    Apalagi teringat bahwa satu bulan lagi kami akan diangkat menjadi
    dokter. Dan sebagai lulusan terbaik masing-masing dari kami akan
    menerima penghargaan dan uang sebanyak 40 pound.

    Malam semakin melarut dan hawa dingin semakin menggigit. Kami duduk
    di emperan toko berdua sebagai gembel yang tidak punya apa-apa.
    Dalam kebekuan, otak kami terus berputar mencari jalan keluar. Tidak
    mungkin kami tidur di emperan toko itu. Jalan keluar pun datang
    juga. Dengan sisa uang 6 pound itu kami masih bisa meminjam sebuah
    toko selama 24 jam.

    Saya berhasil menghubungi seorang teman yang memberi pinjaman
    sebanyak 50 pound. Ia bahkan mengantarkan kami mencarikan losmen ala
    kadarnya yang murah.

    Saat kami berteduh dalam kamar sederhana, segera kami disadarkan
    kembali bahwa kami berada di lembah kehidupan yang susah, kami harus
    mengarunginya berdua dan tidak ada yang menolong kecuali cinta,
    kasih sayang dan perjuangan keras kami berdua serta rahmat Allah SWT.

    Kami hidup dalam losmen itu beberapa hari, sampai teman kami
    berhasil menemukan rumah kontrakan sederhana di daerah kumuh Syubra
    Khaimah. Bagi kaum aristokrat, rumah kontrakan kami mungkin
    dipandang sepantasnya adalah untuk kandang binatang kesayangan
    mereka. Bahkan rumah binatang kesayangan mereka mungkin lebih bagus
    dari rumah kontrakan kami.

    Namun bagi kami adalah hadiah dari langit. Apapun bentuk rumah itu,
    jika seorang gelandangan tanpa rumah menemukan tempat berteduh ia
    bagai mendapat hadiah agung dari langit. Kebetulan yang punya rumah
    sedang membutuhkan uang, sehingga dia menerima akad sewa tanpa uang
    jaminan dan uang administrasi lainnya. Jadi sewanya tak lebih dari
    25 pound saja untuk 3 bulan.

    Betapa bahagianya kami saat itu, segera kami pindah kesana. Lalu
    kami pergi membeli perkakas rumah untuk pertama kalinya. Tak lebih
    dari sebuah kasur kasar dari kapas, dua bantal, satu meja kayu
    kecil, dua kursi dan satu kompor gas sederhana sekali, kipas dan dua
    cangkir dari tanah, itu saja... tak lebih.

    Dalam hidup bersahaja dan belum dikatakan layak itu, kami merasa
    tetap bahagia, karena kami selalu bersama. Adakah di dunia ini
    kebahagiaan melebihi pertemuan dua orang yang diikat kuatnya cinta?
    Hidup bahagia adalah hidup dengan gairah cinta. Dan kenapakah orang-
    orang di dunia merindukan surga di akhirat? Karena di surga Allah
    menjanjikan cinta.

    Ah, saya jadi teringat perkataan Ibnu Qayyim, bahwa nikmatnya
    persetubuhan cinta yang dirasa sepasang suami-isteri di dunia adalah
    untuk memberikan gambaran setetes nikmat yang disediakan oleh Allah
    di surga. Jika percintaan suami-isteri itu nikmat, maka surga jauh
    lebih nikmat dari semua itu. Nikmat cinta di surga tidak bisa
    dibayangkan. Yang paling nikmat adalah cinta yang diberikan oleh
    Allah kepada penghuni surga , saat Allah memperlihatkan wajah-Nya.
    Dan tidak semua penghuni surga berhak menikmati indahnya wajah Allah
    SWT.

    Untuk nikmat cinta itu, Allah menurunkan petunjuknya yaitu Al-Qur'an
    dan Sunnah Rasul. Yang konsisten mengikuti petunjuk Allah-lah yang
    berhak memperoleh segala cinta di surga.

    Melalui penghayatan cinta ini, kami menemukan jalan-jalan lurus
    mendekatkan diri kepada-Nya.

    Istri saya jadi rajin membaca Al-Qur'an, lalu memakai jilbab, dan
    tiada putus shalat malam. Di awal malam ia menjelma menjadi Rabi'ah
    Adawiyah yang larut dalam samudra munajat kepada Tuhan. Pada waktu
    siang ia adalah dokter yang penuh pengabdian dan belas kasihan. Ia
    memang wanita yang berkarakter dan berkepribadian kuat, ia bertekad
    untuk hidup berdua tanpa bantuan siapapun, kecuali Allah SWT. Dia
    juga seorang wanita yang pandai mengatur keuangan. Uang sewa
    sebanyak 25 poud yang tersisa setelah membayar sewa rumah cukup
    untuk makan dan transportasi selama sebulan.

    Tetanggga-tetangga kami yang sederhana sangat mencintai kami, dan
    kamipun mencintai mereka. Mereka merasa kasihan melihat kemelaratan
    dan derita hidup kami, padahal kami berdua adalah dokter. Sampai-
    sampai ada yang bilang tanpa disengaja,"Ah, kami kira para dokter
    itu pasti kaya semua, ternyata ada juga yang melarat sengsara
    seperti Mamduh dan isterinya."

    Akrabnya pergaulan kami dengan para tetangga banyak mengurangi
    nestapa kami. Beberapa kali tetangga kami menawarkan bantuan-bantuan
    kecil layaknya saudara sendiri. Ada yang menawarkan kepada isteri
    agar menitipkan saja cuciannya pada mesin cuci mereka karena kami
    memang dokter yang sibuk. Ada yang membelikan kebutuhan dokter. Ada
    yang membantu membersihkan rumah. Saya sangat terkesan dengan
    pertolongan-pertolongan mereka.

    Kehangatan tetangga itu seolah-olah pengganti kasarnya perlakuan
    yang kami terima dari keluarga kami sendiri. Keluarga kami bahkan
    tidak terpanggil sama sekali untuk mencari dan mengunjungi kami.
    Yang lebih menyakitkan mereka tidak membiarkan kami hidup tenang.

    Suatu malam, ketika kami sedang tidur pulas, tiba-tiba rumah kami
    digedor dan didobrak oleh 4 ..::makhluk yang lucu::.. kiriman ayah
    saya. Mereka merusak segala perkakas yang ada. Meja kayu satu-
    satunya, mereka patah-patahkan, begitu juga dengan kursi. Kasur
    tempat kami tidur satu-satunya mereka robek-robek. Mereka mengancam
    dan memaki kami dengan kata-kata kasar. Lalu mereka keluar dengan
    ancaman, "Kalian tak akan hidup tenang, karena berani menentang Tuan
    Pasha."

    Yang mereka maksudkan dengan Tuan "Pasha" adalah ayah saya yang kala
    itu pangkatnya naik menjadi jendral. Ke-empat ..::makhluk yang
    lucu::.. itu pergi. Kami berdua berpelukan, menangis bareng berbagi
    nestapa dan membangun kekuatan. Lalu kami tata kembali rumah yang
    hancur. Kami kumpulkan lagi kapas-kapas yang berserakan, kami
    masukan lagi ke dalam kasur dan kami jahit kasur yang sobek-sobek
    tak karuan itu. Kami tata lagi buku-buku yang berantakan. Meja dan
    kursi yang rusak itu berusaha kami perbaiki. Lalu kami tertidur
    kecapaian dengan tangan erat bergenggaman, seolah eratnya genggaman
    inilah sumber rasa aman dan kebahagiaan yang meringankan intimidasi
    hidup ini.

    Benar, firasat saya mengatakan ayah tidak akan membiarkan kami hidup
    tenang. Saya mendapat kabar dari seorang teman bahwa ayah telah
    merancang skenario keji untuk memenjarakan isteri saya dengan
    tuduhan wanita tuna susila. Semua orang juga tahu kuatnya intelijen
    militer di negeri ini. Mereka berhak melaksanakan apa saja dan
    undang-undang berada di telapak kaki mereka. Saya hanya bisa pasrah
    total kepada Allah mendengar hal itu.

    Dan Masya Allah! Ayah telah merancang skenario itu dan tidak
    mengurungkan niat jahatnya itu, kecuali setelah seorang teman
    karibku berhasil memperdaya beliau dengan bersumpah akan berhasil
    membujuk saya agar menceraikan isteri saya. Dan meminta ayah untuk
    bersabar dan tidak menjalankan skenario itu , sebab kalau itu
    terjadi pasti pemberontakan saya akan menjadi lebih keras dan bisa
    berbuat lebih nekad.

    Tugas temanku itu adalah mengunjungi ayahku setiap pekan sambil
    meminta beliau sabar, sampai berhasil meyakinkan saya untuk mencerai
    isteriku. Inilah skenario temanku itu untuk terus mengulur waktu,
    sampai ayah turun marahnya dan melupakan rencana kejamnya. Sementara
    saya bisa mempersiapkan segala sesuatu lebih matang.

    Beberapa bulan setelah itu datanglah saat wajib militer. Selama satu
    tahun penuh saya menjalani wajib militer. Inilah masa yang saya
    takutkan, tidak ada pemasukan sama sekali yang saya terima kecuali 6
    pound setiap bulan. Dan saya mesti berpisah dengan belahan jiwa yang
    sangat saya cintai. Nyaris selama 1 tahun saya tidak bisa tidur
    karena memikirkan keselamatan isteri tercinta.

    Tetapi Allah tidak melupakan kami, Dialah yang menjaga keselamatan
    hamba-hamba-Nya yang beriman. Isteri saya hidup selamat bahkan dia
    mendapatkan kesempatan magang di sebuah klinik kesehatan dekat rumah
    kami. Jadi selama satu tahun ini, dia hidup berkecukupan dengan
    rahmat Allah SWT.

    Selesai wajib militer, saya langsung menumpahkan segenap rasa rindu
    kepada kekasih hati. Saat itu adalah musim semi. Musim cinta dan
    keindahan. Malam itu saya tatap matanya yang indah, wajahnya yang
    putih bersih. Ia tersenyum manis. Saya reguk segala cintanya. Saya
    teringat puisi seorang penyair Palestina yang memimpikan hidup
    bahagia dengan pendamping setia & lepas dari belenggu derita:

    Sambil menatap kaki langit
    Kukatakan kepadanya
    Di sana... di atas lautan pasir kita akan berbaring
    Dan tidur nyenyak sampai subuh tiba
    Bukan karna ketiadaan kata-kata
    Tapi karena kupu-kupu kelelahan
    Akan tidur di atas bibir kita
    Besok, oh cintaku... besok
    Kita akan bangun pagi sekali
    Dengan para pelaut dan perahu layar mereka
    Dan akan terbang bersama angin
    Seperti burung-burung

    Yah... saya pun memimpikan demikian. Ingin rasanya istirahat dari
    nestapa dan derita. Saya utarakan mimpi itu kepada istri tercinta.
    Namun dia ternyata punya pandangan lain. Dia malah bersih keras
    untuk masuk program Magister bersama!

    "Gila... ide gila!!!" pikirku saat itu. Bagaimana tidak...ini adalah
    saat paling tepat untuk pergi meninggalkan Mesir dan mencari
    pekerjaan sebagai dokter di negara Teluk, demi menjauhi permusuhan
    keluarga yang tidak berperasaan. Tetapi istri saya tetap bersikukuh
    untuk meraih gelar Magister dan menjawab logika yang saya tolak:

    "Kita berdua paling berprestasi dalam angkatan kita dan mendapat
    tawaran dari Fakultas sehingga akan mendapatkan keringanan biaya,
    kita harus sabar sebentar menahan derita untuk meraih keabadian
    cinta dalam kebahagiaan. Kita sudah kepalang basah menderita, kenapa
    tidak sekalian kita rengguk sum-sum penderitaan ini. Kita
    sempurnakan prestasi akademis kita, dan kita wujudkan mimpi indah
    kita."

    Ia begitu tegas. Matanya yang indah tidak membiaskan keraguan atau
    ketakutan sama sekali. Berhadapan dengan tekad baja istriku, hatiku
    pun luluh. Kupenuhi ajakannya dengan perasaan takjub akan kesabaran
    dan kekuatan jiwanya.

    Jadilah kami berdua masuk Program Magister. Dan mulailah kami
    memasuki hidup baru yang lebih menderita. Pemasukan pas-pasan,
    sementara kebutuhan kuliah luar biasa banyaknya, dana untuk praktek,
    buku, dll. Nyaris kami hidup laksana kaum Sufi, makan hanya dengan
    roti dan air. Hari-hari yang kami lalui lebih berat dari hari-hari
    awal pernikahan kami. Malam hari kami lalui bersama dengan perut
    kosong, teman setia kami adalah air keran.

    Masih terekam dalam memori saya, bagaimana kami belajar bersama
    dalam suatu malam sampai didera rasa lapar yang tak terperikan, kami
    obati dengan air. Yang terjadi malah kami muntah-muntah. Terpaksa
    uang untuk beli buku kami ambil untuk pengganjal perut.

    Siang hari, jangan tanya... kami terpaksa puasa. Dari keterpaksaan
    itu, terjelmalah kebiasaan dan keikhlasan.

    Meski demikian melaratnya, kami merasa bahagia. Kami tidak pernah
    menyesal atau mengeluh sedikitpun. Tidak pernah saya melihat istri
    saya mengeluh, menagis dan sedih ataupun marah karena suatu sebab.
    Kalaupun dia menangis, itu bukan karena menyesali nasibnya, tetapi
    dia malah lebih kasihan kepada saya. Dia kasihan melihat keadaan
    saya yang asalnya terbiasa hidup mewah, tiba-tiba harus hidup
    sengsara layaknya gelandangan.

    Sebaliknya, sayapun merasa kasihan melihat keadaannya, dia yang
    asalnya hidup nyaman dengan keluarganya, harus hidup menderita di
    rumah kontrakan yang kumuh dan makan ala kadarnya.

    Timbal balik perasaan ini ternya menciptakan suasana mawaddah yang
    luar biasa kuatnya dalam diri kami. Saya tidak bisa lagi melukiskan
    rasa sayang, hormat, dan cinta yang mendalam padanya.

    Setiap kali saya angkat kepala dari buku, yang tampak di depan saya
    adalah wajah istri saya yang lagi serius belajar. Kutatap wajahnya
    dalam-dalam. Saya kagum pada bidadari saya ini. Merasa diperhatikan,
    dia akan mengangkat pandangannya dari buku dan menatap saya penuh
    cinta dengan senyumnya yang khas. Jika sudah demikian, penderitaan
    terlupakan semua. Rasanya kamilah orang yang paling berbahagia di
    dunia ini.

    "Allah menyertai orang-orang yang sabar, sayang..." bisiknya mesra
    sambil tersenyum.

    Lalu kami teruskan belajar dengan semangat membara.

    Allah Maha Penyayang, usaha kami tidak sia-sia. Kami berdua meraih
    gelar Magister dengan waktu tercepat di Mesir. Hanya 2 tahun saja!
    Namun, kami belum keluar dari derita. Setelah meraih gelar Magister
    pun kami masih hidup susah, tidur di atas kasur tipis dan tidak ada
    istilah makan enak dalam hidup kami.

    Sampai akhirnya rahmat Allah datang juga. Setelah usaha keras, kami
    berhasil meneken kontrak kerja di sebuah rumah sakit di Kuwait. Dan
    untuk pertama kalinya, setelah 5 tahun berselimut derita dan duka,
    kami mengenal hidup layak dan tenang. Kami hidup di rumah yang
    mewah, merasakan kembali tidur di kasur empuk dan kembali mengenal
    masakan lezat.

    Dua tahun setelah itu, kami dapat membeli villa berlantai dua di
    Heliopolis, Kairo. Sebenarnya, saya rindu untuk kembali ke Mesir
    setelah memiliki rumah yang layak. Tetapi istriku memang 'edan'. Ia
    kembali mengeluarkan ide gila, yaitu ide untuk melanjutkan program
    Doktor Spesialis di London, juga dengan logika yang sulit saya tolak:

    "Kita dokter yang berprestasi. Hari-hari penuh derita telah kita
    lalui, dan kita kini memiliki uang yang cukup untuk mengambil gelar
    Doktor di London. Setelah bertahun-tahun hidup di lorong kumuh, tak
    ada salahnya kita raih sekalian jenjang akademis tertinggi sambil
    merasakan hidup di negara maju. Apalagi pihak rumah sakit telah
    menyediakan dana tambahan."

    Kucium kening istriku, dan bismillah... kami berangkat ke London.
    Singkatnya, dengan rahmat Allah, kami berdua berhasil menggondol
    gelar Doktor dari London. Saya spesialis syaraf dan istri saya
    spesialis jantung.

    Setelah memperoleh gelar doktor spesialis, kami meneken kontrak
    kerja baru di Kuwait dengan gaji luar biasa besarnya. Bahkan saya
    diangkat sebagai direktur rumah sakit, dan istri saya sebagai
    wakilnya! Kami juga mengajar di Universitas.

    Kami pun dikaruniai seorang putri yang cantik dan cerdas. Saya namai
    dia dengan nama istri terkasih, belahan jiwa yang menemaniku dalam
    suka dan duka, yang tiada henti mengilhamkan kebajikan.

    Lima tahun setelah itu, kami pindah kembali ke Kairo setelah
    sebelumnya menunaikan ibadah haji di Tanah Haram. Kami kembali
    laksana raja dan permaisurinya yang pulang dari lawatan keliling
    dunia. Kini kami hidup bahagia, penuh cinta dan kedamaian setelah
    lebih dari 9 tahun hidup menderita, melarat dan sengsara.

    Mengenang masa lalu, maka bertambahlah rasa syukur kami kepada Allah
    swt dan bertambahlan rasa cinta kami.

    Ini kisah nyata yang saya sampaikan sebagai nasehat hidup. Jika
    hadirin sekalian ingin tahu istri saleha yang saya cintai dan
    mencurahkan cintanya dengan tulus, tanpa pernah surut sejak
    pertemuan pertama sampai saat ini, di kala suka dan duka, maka
    lihatlah wanita berjilbab biru yang menunduk di barisan depan kaum
    ibu, tepat di sebelah kiri artis berjilbab Huda Sulthan. Dialah
    istri saya tercinta yang mengajarkan bahwa penderitaan bisa
    mengekalkan cinta. Dialah Prof Dr Shiddiqa binti Abdul Aziz..."

    Tepuk tangan bergemuruh mengiringi gerak kamera video menyorot sosok
    perempuan separoh baya yang tampak anggun dengan jilbab biru.
    Perempuan itu tengah mengusap kucuran air matanya. Kamera juga
    merekam mata Huda Sulthan yang berkaca-kaca, lelehan air mata haru
    kedua mempelai, dan segenap hadirin yang menghayati cerita ini
    dengan seksama.
     
    • Like Like x 1
    • Thanks Thanks x 1
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. ZackHaddad Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 2, 2010
    Messages:
    13
    Trophy Points:
    36
    Ratings:
    +451 / -0
    panjang banget!!!!!!!!!!

    tapi udah ane baca semua.

    MANTAP BOZZZZ
     
  4. zyc0rd Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Feb 6, 2010
    Messages:
    169
    Trophy Points:
    31
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +5 / -0
    walau panjang kisahnya....

    Banyak yang di ajarkan dari kisah tersebut...

    Nice Posting! :)
     
  5. alone1break M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Mar 30, 2010
    Messages:
    236
    Trophy Points:
    26
    Ratings:
    +93 / -0
    aduh... endingnya kurang seru T_T... inspiring sih.. mayan lah...
     
  6. fallofthe3rdreich M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Aug 14, 2009
    Messages:
    1,067
    Trophy Points:
    161
    Ratings:
    +2,987 / -0
    pan kisah nyata bos, kalo di "twist" jadi bukan kisah nyata lagi dung
     
    • Like Like x 1
    • Thanks Thanks x 1
  7. Nightblade M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Apr 12, 2009
    Messages:
    611
    Trophy Points:
    191
    Ratings:
    +38,112 / -0
    no pain no gain, bener2 kerasa di pengalaman beliau ya :piss:
     
  8. dark_chris M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 22, 2008
    Messages:
    2,100
    Trophy Points:
    177
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +4,081 / -0
    wogh...
    menyentuh hati n jiwa ku... semoga saja aku bisa seperti mereka.. yang selalu tabah....
     
  9. alyakhanza Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 7, 2010
    Messages:
    39
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +0 / -0
    hiks...hiks...bener2 terharu baca kisahnya, motipatip bgt nice share gan
     
  10. fallofthe3rdreich M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Aug 14, 2009
    Messages:
    1,067
    Trophy Points:
    161
    Ratings:
    +2,987 / -0
    sama2, saya juga sempat berlinang air mata waktu baca.....
     
    • Like Like x 1
    • Thanks Thanks x 1
  11. 9a0809 M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Nov 29, 2009
    Messages:
    710
    Trophy Points:
    91
    Ratings:
    +578 / -0
    gila, stgh halaman lebih, tapi cerita nya keren bgt
     
  12. pencukurbumi Members

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Nov 26, 2010
    Messages:
    200
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +17 / -0
    kagak nyesel ana ngebaca semua itu gan!!
     
  13. miq_ M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Feb 17, 2010
    Messages:
    489
    Trophy Points:
    66
    Ratings:
    +143 / -0
    :nangis:
    apakah cinta hanya bisa diuji dengan penderitaan?
     
  14. Drei M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jul 26, 2010
    Messages:
    1,673
    Trophy Points:
    112
    Ratings:
    +1,392 / -0
    subhanallah
    cerita yang sangat menyentuh
    mata ana sampai berkaca-kaca membacanya
     
  15. takuss Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Oct 15, 2010
    Messages:
    71
    Trophy Points:
    21
    Ratings:
    +19 / -0
    wow! panjang dan penuh makna
    salut ama perjuangan mereka:top:
     
  16. 2easy4key M V U

    Offline

    Lurking Around

    Joined:
    Jul 1, 2011
    Messages:
    526
    Trophy Points:
    56
    Ratings:
    +21 / -0
    panjang abis..
    tapi mantap deh ceritanya.. haha :lol:
     
  17. sikomo Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Apr 1, 2010
    Messages:
    58
    Trophy Points:
    6
    Ratings:
    +1 / -0
    wew,,inspiring abis,,
    kereeenn..
    gugling ah orangnya..
    :D
     
  18. adnanunique Veteran

    Offline

    Superstar

    Joined:
    Apr 29, 2010
    Messages:
    12,032
    Trophy Points:
    262
    Ratings:
    +25,328 / -0
    :top: :top: :top:

    thanks for inspiring me :malu:

    semoga dpt bertambah kesabaran habis baca cerita ini :sedih:
     
  19. Setchi M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Mar 12, 2012
    Messages:
    464
    Trophy Points:
    27
    Ratings:
    +978 / -0
    paaaaaaaaaanajngnya..........
    tapi tetep aja nice post gan
     
  20. elevensupernovas M V U

    Offline

    Beginner

    Joined:
    Dec 19, 2010
    Messages:
    255
    Trophy Points:
    16
    Ratings:
    +7 / -0
    walaupun banyak banget, cape bayarnya tapi terbayar juga. terharu bacanya :(
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.