Cerpen Kabur!!!

setelah menyiapkan hati untuk menerima 'cabe' dari sesepuh, akhirnya baru berani posting sekarang

pasrah deh mau dapet apa

Spoiler: ceritanya

Sekali lagi, sebuah impian indah harus porak-poranda. Kembali sendiri, kembali teraniaya sepi. Well, sebenarnya tidak sepenuhnya kesepian, toh selama dua bulan yang berat ini, keluarga dan sahabatku selalu berusaha menghiburku supaya bisa kembali ceria. Kurasa waktu dua bulan sudah cukup panjang untuk menjalani hari-hari penuh kegalauan bertema #akurapopo. Sekarang tiba saatnya untuk kembali ceria tanpa mengingat kisah masa lalu yang begitu menyakitkan.

Mengunjungi salah satu mall untuk sekadar berjalan-jalan tanpa arah dan tujuan. Menurutku itu lebih baik dari pada harus berdiam diri di rumah tanpa melakukan apa pun di akhir pekan yang cerah ini. Sendirian, yah sangat berbeda dengan dulu, ketika Erika masih di sampingku. Saat akhir pekan seperti ini kami pasti akan menghabiskan waktu bersama. Hei!!! Kenapa aku mengingat perempuan binal itu lagi? Sudah cukup, aku tidak perlu lagi mengingat-ingat perempuan matre yang lebih memilih seorang pria kaya raya untuk menjadi suaminya dari pada aku yang hanyalah karyawan biasa.

“Yodaaa!!! Yuhuuuu! Apa kabar kawan?”

“Fredo? Ngapain kamu di sini?” aku tidak perlu mengucapkan kata-kataku karena aku bisa berkomunikasi dengan kawanku ini melalui pikiran.”Ya mau mengeksekusi manusialah, masa mau melindungi anak kecil?”

“Di mall?” aku keheranan.

“Memangnya orang mati hanya ada di rumah sakit? Manusia bisa di mana saja dan kapan saja kawan! Oh itu dia targetku!” seru Fredo sambil menunjuk ke arah teknisi yang sedang memperbaiki eskalator. “Baiklah aku pergi dulu.” Kawan tak terlihat ku itu pun segera melesat ke arah targetnya. Fredo mengeksekusi targetnya dengan menyabetkan crescent scythe ke tubuh target. Tak lama kemudian teknisi tersebut tersenggat listrik tegangan tinggi dan seketika itu juga nyawanya berpisah dengan raganya yang tergeletak tak berdaya.

Aku memang termasuk golongan “manusia istimewa” yang memiliki kemampuan khusus. Kemampuan untuk melihat sesuatu yang tak terlihat mata manusia biasa. Aku bisa melihat malaikat. Fredo adalah salah satu malaikat yang akhirnya berteman baik denganku, dia adalah pencabut nyawa. Aku juga berteman dengan Viandra sang pencatat doa, Gerard pembawa hukuman, dan tentu saja Devon, malaikat penjaga ku sewaktu kecil. Sekalipun sekarang dia sudah tidak bertugas menjagaku namun dia masih sering menemuiku dan memberikan bantuan ketika aku membutuhkannya. Awalnya memang aneh ketika bisa melihat makhluk-makhluk bersayap itu hilir mudik diantara diantara manusia-manusia yang sedikit pun tidak menyadari keberadaan mereka, namun lama kelamaan aku terbiasa dengan pemandangan janggal ini. Seperti saat ini, di mall yang dipenuhi ribuan manusia, aku melihat ada banyak sekali malaikat berterbangan. Ada yang sibuk mencatat dosa-dosa, ada yang sibuk membawakan berkat-berkat dari surga, ada pula yang direpotkan dengan anak-anak kecil yang harus mereka lindungi. Dan yang paling aku benci dari segala makhluk bersayap itu, adalah malaikat-malaikat berukuran kecil yang membawa-bawa panah untuk kemudian dipanahkan kepada sepasang manusia yang katanya berjodoh. Jika mampu aku sangat ingin membasmi spesies mereka.

Setelah berputar-putar tanpa arah dan tujuan yang jelas, akhirnya aku memutuskan untuk memasuki sebuah toko arloji. Bulan depan ulang tahun ayahku, mungkin aku bisa menemukan hadiah untuk beliau di sini. Karena terlalu asyik memperhatikan arloji-arloji yang dipajang rapi di etalase, secara tak sengaja aku menyenggol seseorang yang ada di sebelah kiri ku. “Maaf,” kataku singkat, lalu kembali melanjutkan memilih arloji.

“Bagus! Sasaran sudah berada di posisi yang tepat …” aku mendengar sebuah suara yang aku yakin bukan suara manusia. Sontak aku menoleh ke belakang, dan ternyata benar ada sesosok cupid yang bersiap-siap melepaskan anak panahnya kearah ku sekaligus gadis di sebelah ku. Tanpa pikir panjang aku segera meninggalkan toko itu. Melihat aku buru-buru pergi, si cupid nampak kebingungan.

Aku berjalan seolah-olah seperti buronan yang berusaha kabur dari polisi yang menguntitnya. Setelah aku rasa berada cukup jauh dari si cupid sialan, aku mulai memperlambat langkahku lagi. Melangkah tanpa arah dan tujuan lagi, sampai akhirnya aku menemukan tempat yang merupakan surga bagiku, toko buku. Well, mungkin ada beberapa komik yang bisa aku borong hari ini. Satu setengah jam berlalu dan ditangan ku sudah ada setumpuk buku yang menjadi pilihanku. Antrian di kasir cukup panjang dan aku berdiri tepat di belakang seorang gadis berambut panjang. Eh tunggu dulu, sepertinya aku pernah melihat gadis ini. Ah aku ingat dia gadis yang di toko arloji tadi. Sialan!!! Kalau ada gadis ini kemungkinan si cupid jelek itu juga ada di sini. Aku mengamati sekelilingku dan benar saja si cupid jelek sedang terbang rendah tidak jauh dari aku. Seketika itu juga aku keluar dari antrian. “Loh mau kemana mas?” Tanya ibu-ibu yang antri dibelakangku.

“Lupa nggak bawa dompet Bu,” aku hanya bisa nyengir lalu meletakan tumpukan buku yang aku bawa tadi secara sembarangan untuk selanjutnya melesat sejauh mungkin jangkauan dari si Cupid laknat. Lagi-lagi cupid itu nampak bingung dan kali ini sekaligus putus asa karena sekali lagi tugasnya gagal.

Nafasku terengah-engah karena sekali lagi aku harus setengah berlari demi kabur dari kejaran cupid yang berniat membuatku jatuh cinta sekali lagi. Sekalipun melelahkan namun aku sangat lega bisa lari dari yang namanya jatuh cinta. Cedera di hatiku belum sepenuhnya pulih, aku belum mau jatuh cinta lagi atau mungkin aku tidak akan bersedia jika harus membuka pintu hatiku lagi untuk sekian kalinya. Jatuh cinta itu sakit, namanya juga jatuh sudah pasti menyakitkan.

Sepertinya pulang ke rumah adalah jalan terbaik untuk melarikan diri dari si Cupid. Di tengah perjalanan menuju lift tiba-tiba sebuah suara menyerukan namaku “Yodaaaa! Kita bertemu lagi kawan!” seru malaikat berjubah hitam itu ceria.

“Hei! Kali ini kau mau mengeksekusi aku?” bertemu Fredo lagi dan entah kenapa terlintas dibenakku untuk lebih baik dieksekusi Fredo dari pada si Cupid laknat. Yah bagiku saat ini mati lebih baik dari pada harus jatuh cinta untuk kemudian patah hati lagi. Aku tahu Tuhan telah menggariskan seorang untuk bertemu dengan jodohnya untuk kemudian hidup bahagia selamanya. Dan pertemuan kedua insan tersebut atas bantuan panah asmara milik cupid yang bisa menyebabkan dua orang yang tertusuk panah itu akan saling jatuh cinta. Namun bagaimana pun juga manusia punya yang namanya kehendak bebas. Mereka bisa memilih apa pun yang akan mereka lakukan dalam hidupnya, termasuk memilih akan menikah dengan siapa. Bukti nyata terjadi pada hubunganku dengan Erika. Waktu itu aku melihat sendiri bagaimana sesosok cupid membuat kami saling jatuh cinta akibat tembakan panah asmaranya yang tepat mengenai hati kami masing-masing. Tapi kenyataan sekarang apa? Erika pergi meninggalkanku untuk menikahi pria yang lebih kaya. Jadi aku sepenuhnya menolak untuk jatuh lagi. hati ku sudah tertutup rapat-rapat untuk yang namanya wanita.

“Kok tanya-nya gitu?” tatapan Fredo penuh tanya.

“Ya bosen aja hidup di dunia.” mendengar jawabanku Fredo tertawa terbahak-bahak. “Banyak manusia yang berjuang mati-matian untuk melawan maut eh kamu malah ingin mati, dasar manusia aneh!” Fredo tetap mengikuti aku yang berjalan menuju lift.

“Beginilah efeknya kalau manusia lagi stress, pikirannya jadi agak terganggu dan akhirnya aneh kayak aku gini.”

“Enak jadi malaikat ye??” Fredo kembali tertawa. “Andai aku bisa memilih.”

“Tunggu!!!” teriak seorang wanita sambil berlari-lari ketika dia melihat pintu lift mulai menutup. Secara refleks aku menekan tombol buka pintu dan pintu lift pun terbuka kembali sehingga wanita muda itu bisa masuk. “Sial dia kan gadis yang di toko arloji dan toko buku tadi!” teriak-ku dalam hati.

“Kenapa Yo? Emang cewek ini siapa?”

“Tunggu saja bentar lagi siapa yang akan masuk ke lift.” Tak perlu menunggu lama, sesosok Cupid mungil menembus dinding lift. “Hahaha sekarang kau tidak bisa menghindar dari ku lagi anak manusia!” seru cupid itu puas. Ketika dia bersiap melesatkan anak panahnya kepadaku sekaligus gadis berbaju ungu disampingku ini, aku merebut crescent scythe dari tangan Fredo dan menodongkannya ke arah Cupid. “Yodaaa?!” Fredo syok melihat perbuatanku.

“Hah!!! Kau bisa melihatku?” si Cupid ketakutan melihat senjata itu ku arahkan padanya. Crescent scythe juga bisa melukai makhluk bersayap ini. “Ya! Dan jangan coba-coba memanah aku klo kamu tidak mau terluka!”

“Yoda sabar Yoda, benda itu berbahaya Nak!” Fredo berusaha menenangkanku. Sementara gadis itu bengong melihatku bicara sendiri dan tanganku seolah memegang sebuah tongkat padahal dia tidak melihat apa pun. Aku yakin dia memberiku label sebagai orang gila. Dia segera berlari keluar ketika pintu lift terbuka. Aku pun mengembalikan crescent scythe milik Fredo, dan melangkah dengan santai keluar dari lift seolah tak terjadi apa-apa. Si Cupid yang lagi-lagi gagal melaksanakan tugasnya tampak semakin frustasi dan sekarang ditambah dengan syok berat akibat perlawananku. Makhluk mungil bersayap itu gemetaran di sudut lift, sementara Fredo berusaha menenangkannya. Hahaha aku puas sekarang karena aku yakin si Cupid laknat itu tidak akan berani menguntitku lagi.

mohon kritik dan saran-nya

terima kasih

 

Hai, IDWS Mania! Mohon bantuannya supaya IDWS berkembang dengan ikuti sosial media kami di:
Discord Forum IDWS - Facebook IDWS - Instagram IDWS - Twitter IDWS