1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Lounge Fiction Story Part 74 Season Reiwa - Stay at Home

Discussion in 'Fiction' started by ryrien, Jul 3, 2016.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. falCie Veteran

    Offline

    ♥Kawai desu ne~♥

    Joined:
    Mar 18, 2010
    Messages:
    3,767
    Trophy Points:
    282
    Ratings:
    +7,380 / -12
    normal :XD:
    macetnya kan masih di brexit :iii:

    ke boyolali :XD:
    dan itu baru destinasi pertama :sepi:

    pan paka pan~ :matabelo:
     
  2. Ramasinta Tukang Iklan

  3. sherlock1524 MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Jan 26, 2012
    Messages:
    7,159
    Trophy Points:
    242
    Ratings:
    +22,538 / -150
    emgnya destinasimu ada berapa? :bingung:

    jgn2 final destination lagi :kaget:
     
  4. falCie Veteran

    Offline

    ♥Kawai desu ne~♥

    Joined:
    Mar 18, 2010
    Messages:
    3,767
    Trophy Points:
    282
    Ratings:
    +7,380 / -12
    4 :dead:

    pan paka pan~ :matabelo:
     
  5. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    I suppose to write someting and not making a fanfiction :swt:

    Jika kau melemparkan dirimu sendiri ke sebuah danau yang ada di tepian kota, kelak kau akan menemukan kebahagiaan sejati.

    Itu yang orang-orang katakan soal danau ini. Merefleksikan airnya yang bening ibarat sebuah cermin raksasa, orang-orang menamai danau ini sebagai danau cermin. Meski sebetulnya, ada pula yang menyebut danau ini sebagai danau terkutuk.

    Ya, benar. Danau terkutuk.

    Entah sejak kapan nama itu pertama kali muncul, aku juga tak pernah tahu. Tapi jika aku boleh menebak-nebak, mungkin awalnya berasal dari obrolan teman-temanku saat SD dulu – kala berita tenggelamnya seorang anak SMP di danau itu muncul dan menyebar luas. Mungkin bukan masalah besar jika berita yang muncul hanyalah tentang tenggelamnya seorang anak. Masalahnya, tepat di hari yang sama setahun lalu, seorang anak SMP juga ditemukan tenggelam di danau ini. Desas-desus aneh pun bermunculan, mengatakan bahwa danau ini akan meminta korban setiap tahunnya. Meski kemudian tak ada lagi mayat yang ditemukan di danau ini, nyatanya nama itu masih terkenal hingga sekarang.

    Mungkin agak berlebihna jika menyebut tempat ini sebagai sebuah danau. Aku sendiri lebih senang menyebutnya sebuah kolam. Luasnya yang hanya sekitar setengah blok kota membuatnya terdengar konyol untuk disebut sebagai sebuah danau. Meski demikian, kedalaman tempat ini tak perlu lagi ditanya – cukup untuk membuat seseorang mati tenggelam.

    Yah, apapun namanya, itu semua tak berarti lagi untukku.

    Nyatanya, semua hal yang kualami dalam kehidupan tak lagi berarti apapun untukku.

    Sebab, jika dipikir kembali, hidupku amatlah berantakan.

    Aku takkan bilang bahwa hidupku sama sekali tak diisi oleh kebahagiaan. Aku sempat mengenal apa itu senyum, dan merasakan betapa senangnya untuk dapat tersenyum. Untuk beberapa lama, hidupku memang diisi oleh perasaan bahagia. Ditengah semua badai yang menerpa kehidupanku ini, aku sempat merasakan bahagia.

    Sampai akhirnya kejadian itu tiba, membuat kebahagiaan yang kurasakan kembali menghilang, lenyap ibarat kertas yang terbakar api.

    Aku kembali ke dunia penuh kekosongan yang sebelumnya kukenal.

    Sepi…

    Hampa…

    Putus asa…

    Sejujurnya, jika boleh berharap, aku akan meminta agar kehidupanku berakhir saja- bukan. Kuharap, kehidupanku tak pernah ada.

    Lagipula, apalah gunanya hidup ini jika penuh oleh penyesalan dan penderitaan?

    Keinginanku, keinginan terbesarku kala ini adalah menghilangkan eksistensiku dari dunia ini.

    Karena itulah, aku tak pernah mencapai usia 17 tahun.

    Sebab aku, Usui Mishiro, memutuskan untuk menenggelamkan diri di danau ini.

    ***

    “Uuh…”

    Membuka mata perlahan, kudapati nuansa gelap yang ada di sekeliling. Selain jalan setapak yang terbentang dihadapan mataku, tak ada lagi jalan keluar. Pada sisi kiri dan kanan jalan kecil tersebut, sebuah dinding hitam berdiri tegak menuju langit yang tak dapat lagi kulihat.

    ………

    Ini dimana? Kenapa aku bisa berada di tempat ini?

    Dan juga…

    …aku ini siapa?

    Bangkit dan duduk perlahan, kutatap kedua tangan yang sedari tadi kugerakkan. Jemari lentik yang tampak dihadapanku, ditambah dengan helaian rambut hitam panjang yang turun dari sela-sela pundakku membuatku sadar bahwa aku adalah seorang gadis. Tetapi, siapa namaku, darimana asalku, dan apa yang kulakukan di tempat ini, semua itu sama sekali tak bisa kuingat.

    Dengan semua pertanyaan yang mengganggu pikiranku, tiba-tiba saja sebuah suara tergiang di telingaku.

    “Selamat datang di dunia cermin.”

    Huh?

    Dunia cermin? Apa yang ia maksud adalah tempat ini? Dan tunggu, siapa itu tadi yang bicara?

    “Kami memilihmu sebagai tuan kami yang baru,”

    Tuan yang baru?

    Ah, apa maksudnya? Apa yang sosok misterius ini bicarakan?

    Tuan yang baru? Jangan bercanda! Jangankan soal dunia cermin. Soal identitas diriku saja, aku sama sekali tak tahu. Mengapa kini muncul suara yang mengatakan bahwa aku adalah tuan yang baru?

    Ini semua sungguh aneh. Semuanya terlalu tiba-tiba. Sebelum mencari jalan keluar, aku perlu merangkai semua misteri ini satu per satu. Siapa diriku, dimana aku, bagamana aku berada disini, mmn. Aku harus menyusun semua kepingan puzzle ini untuk mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan yang menggangguku ini.

    Mataku kini bergerak liar. Menoleh ke segala penjuru, aku berusaha mencari secuil petunjuk yang mungkin akan membawaku keluar dari kutukan ini.

    “Mendekatlah…”

    “Siapa yang bicara? Hei! Tunjukkan dirimu!”

    Aku spontan berteriak, membalas bisikan-bisikan gaib yang muncul di telingaku ini. Entah bisikan itu nyata atau hanya imajinasiku saja, aku tak begitu yakin. Meski demikian, aku perlu menemukannya untuk bisa keluar dari tempat penuh kegelapan ini.

    Tepat saat aku memindai ke arah depan, secuil cahaya tampak di kejauhan. Ditengah kegelapan yang ada, mungkinkah cahaya itu bisa menjadi petunjuk untuku keluar?

    …aku harus mencobanya. Bagaimanapun, kegelapan ini membuatku ngeri.

    Perlahan, aku bangkit berdiri. Membersihkan pakaian sekolah yang kotor oleh debu, aku lantas berjalan perlahan, mendekati cahaya. Dan semakin lama, cahaya yang kudatangi terlihat semakin menyilaukan. Aku sampai perlu menghalangi mataku agar tak terganggu.

    Saat aku tiba diujung cahaya, yang kudapati hanyalah sebuah cermin.

    Ukuran cermin itu cukup kecil. Saat aku berdiri dihadapannya, tubuh bagian atasku dapat terlihat jelas, menjulang hingga bagian dada. Menatap cermin tersebut, kudapati sosok yang merefleksikan diriku ini.

    Seorang gadis berparas menawan dengan rambut hitam bergelombang, memakai pakaian sekolah SMA di musim gugur.

    Tak ada cacat apapun yang tampak di wajahnya. Putih, bersih, benar-benar sempurna. Hanya satu hal saja yang mengganggu kesempurnaannya tersebut : sebuah wajah murung, yang seolah merefleksikan kesedihan tak berbatas.

    Seorang gadis cantik yang malang, itulah yang pertaama kali terpikir olehku kala melihat bayangan diriku yang muncul dalam cermin. Sebenarnya, aku tak sedang merasa sedih atau semacamnya. Jadi, kenapa raut wajah murung itu muncul?

    Untuk sesaat, aku sama sekali tak percaya bahwa itu adalah sosok diriku.

    Mmn. Aku tak percaya! Terlebih saat kemudian sosok bayangan itu tersenyum sinis padaku, sebelum tertawa lebar dengan suara yang mengerikan.

    “Hihihihi!”

    Ah, itu sama sekali bukan diriku! Aku yang ada dihadapan cermin ini tidak sedang tertawa atau semacamnya, jadi mengapa bayangan ini bergerak dengan sendirinya?

    “Si…siapa kau!”

    Menatap sosok bayang-bayang yang tertawa keras, aku berteriak ketakutan.

    “Aku? Aku adalah dirimu, bukan?”

    “Tidak! Kau bukan aku!”

    Namun bayang-bayang itu malah tertawa makin lebar. “Lihatlah! Lihatlah baik-baik! Tanganmu, wajahmu, aku adalah dirimu!”

    “Tidak! Kau bukan diriku! Bukan!!”

    “Kau akan mengerti siapa dirimu sebenarnya kala kau melihatku! LIhatlah aku.”

    “Hentikan!”

    “Lihatlah aku!”

    Saat aku akan berlari meninggalkannya, sontak tanganku tertahan oleh sesuatu.

    Sebuah genggaman tangan. Sebuah genggaman tangan yang mencengram tanganku dengan begitu kuatm hingga aku meringis kesakitan. Bayangan itu keluar dari cermin dan menggenggam tanganku erat-erat, sebelum kemudian tangannya tiba di pipiku.

    “Lihatlah dirimu baik-baik!”

    Ah…

    Kedua tangannya menggerakkan kepalaku kembali kebelakang, membuat kedua mata ini menatap wajahnya untuk kedua kali.

    Diriku…diriku yang mengerikan kini kembali terlihat. Diriku yang seolah ingin lepas dari cermin yang menghalanginya.

    “Lihatlah dirimu baik-baik, dan kau akan mengetahui siapa dirimu!”

    Menatap kedua matanya yang balik menatapku tajam, tubuhku seketika terasa lemas. Mataku lantas terasa amat berat, dan aku tertidur setelahnya.

    ***

    Begitu tersadar, kini pemandangan di sekelilingku kembali berubah.

    Bukan lagi sebuah dunia antah berantah yang dipenuhi kegelapan, kini yang ada disekelilingku adalah sebuah kamar tidur.

    Penataan kamar ini cukup rapi. Pada sudut kiri ruangan, tampak sebuah komputer dengan monitor LCD berukuran sedang. Lemari pakaian berada di ujung tempat tidur yang berada persis di sebelah jendela. Sebuah kursi beroda tampak di hadapan sebuah meja rias kayu. Diatas meja rias tersebut, sebuah cermin berdiri menjulang, dengan sebuah boneka beruang di amping cermin tersebut.

    Ah, aku ingat kamar ini.

    Ini…kamarku sendiri.

    Ingatan soal kamarku mendadak muncul kala aku melihatnya sendiri, namun selain itu, aku masih tak bisa mengingat apapun – termasuk namaku.

    Mungkinkah aku akan mengingat hal lain jika aku melihat hal lain yang ada hubungannya dengan diriku?

    Melangkah perlahan, aku lantas beranjak menuju meja komputer. Sebuah tas sekolah tampak di samping monitor, setengah terbuka, seolah mempersilakanku untuk mengintip isi tas tersebut.

    Aku merogohnya, tentu. Setelah sibuk mengacak-acak isi tas yang tak dipenuhi banyak barang, aku menemukan sebua buku catatan bersampul cokelat. Sebuah nama dan foto diri terpampang pada halaman pertama buku catatan tersebut.

    Usui Mishiro, kelas 2-A.

    Usui Mishiro. Ah, ya. Aku ingat. Namaku adalah Usui Mishiro. Aku adalah murid SMA di sebuah sekolah yang namanya…uh, sial. Aku tak ingat.

    Aku baru akan melihat data diriku dengan lebih lengkap, kala kemudian kudapati sebuah pisau kater jauh di dalam tas ini.

    …entah bagaimana, tanganku refleks meraih pisau tersebut.

    Pisau kater tersebut berukuran cukup besar. Rasanya aku bisa menusuk seseorang dengan pisau tersebut. Dan jika aku menusukkan kater ini ke leher seseorang – tepat ke tenggorokannya, orang itu pasti langsung tewas.

    Mmn.

    Pasti…tewas.

    Menggenggam erat pisau tersebut, entah mengapa aku merasakan keinginan yang kuat untuk menggunakannya. Tetapi, untuk apa? Aku tak punya sesuatu untuk kupotong atau kuiris.

    Cukup lama aku menggengam pisau tersebut – dan terlarut dalam pikiran bodoh untuk menggunakannya – kala kemudian terdengar suara secarik kertas yang jatuh dari belakang tubuhku. Saat aku refleks menoleh, ada selembar kertas yang tergeletak diatas lantai.

    Spontan saja kuambil kertas tersebut. Isinya merupakan sebuah catatan.

    Mmn. Sebuah catatan kasar tentang kehidupan. Satu demi satu, kubaca ata yang ada pada catatn tersebut.

    Berapa kali kupikirkan, hidup ini sama sekali tidak menyenangkan.

    Meski tidak selamanya hidupku penuh derita, namun aku tak bisa berkata bahwa aku senang dengan hidup yang kujalani. Bahkan, sejujurnya aku ingin berkata pada dunia ini, bahwa aku amat membenci kehidupan yang kujalani.

    Selama ini, aku terus menerus hidup dalam kekosongan yang pahit. Rasa-rasanya, dunia ini amat senang membuatku tersakiti. Setiap hari, setiap waktu…

    Seandainya aku boleh jujur, aku amat ingin menolak keberadaanku.

    Aku amat ingin agar kehidupanku tak pernah ada.

    Mungkin dunia ini akan lebih baik tanpa diriku.

    Rasanya seperti membaca sebuah catatan kematian yang ditinggalkan seseorang sebelum bunuh diri. Namun saat membaca kalimat terakhir pada surat tersebut, aku tersadar akan satu hal : bahwa aku juga memiliki keinginan yang sama.

    Keinginan yang kuat untuk melenyapkan diriku sendiri, dan menolak semua kehidupan dan eksistensiku.

    Selamat tinggal, dunia.

    Usui Mishiro.

    Ya. Itulah kalimat terakhir yang kutulis sebelum menenggelamkan diri di danau cermin.

    Mengapa kini aku masih hidup, itu yang aku tak mengerti. Namun demikian, aku tahu apa yang harus kulakukan. : bahwa aku harus kembali melenyapkan diriku.

    Jika kehidupanku sudah berakhir, maka aku yang sekarang ini juga seharusnya tak pernah ada.

    Ya, benar.

    Menajamkan pisau kater yang kugenggam, sekuat tenaga kuarahkan pisau tersebut pada tenggorokanku. Rasa sakit yang luar biasa muncul setelahnya.

    Aku…tak bisa bernapas. Sakit. Dan darahku kini mengalir begitu deras.

    Pandanganku…kini pandanganku kembali buram.

    Heh, tapi, siapa peduli? Diriku dan kehidupan yang kubenci, pada akhirnya akan kembali berakhir.

    Mati saja kau, Usui Mishiro!

    ***

    Kegelapan kembali menyellimutiku kala kini aku kembali terbangun di hadapan cermin yang membuatku terlempar ke kamarku sendiri.

    Apakah yang barusan itu mimpi? Perasaan sakitnya benar-benar terasa hingga aku terbangun.

    Meraba bagian leherku, tak kurasakan satupun luka tusukan atau bahkan tetesan darah. Leherku kembali normal, dan aku benar-benar masih hidup. Terlebih, saat bangkit berdiri dan menatap cermin yang ada dihadapanku, aku tak menemukan satupun luka disana.

    Dan juga, kini bayangan pada cermin itu tak lagi bertingkah aneh. Sosok diriku di balik cermin itu kini bertingkah layaknya sebuah bayangan yang terpantul. Ikut bergerak kala aku bergerak, dan diam ketika aku diam.

    Meski demikian, bayangan itu membuatku ingat akan masa laluku yang ingin kulenyapkan.

    Sialan.

    Sialan!!

    “Kenapa…kenapa kau masih ada disini? Kenapa aku masih melihatmu?”

    Aku membenci sosok dibalik cermin ini!!

    “Katakan sesuatu!!”

    Sangat membencinya…

    “Mati saja kau, dasar keparat!!”

    Menatap bayangan diriku dengan penuh amarah, akupun lantas meninju cermin ini sekuat tenaga.

    Suara pecahannya dapat dengan jelas terdengar, menggema di kegelapan.

    fak :swt:

    ==================================

    [​IMG]

    this one for save

    [​IMG]

    and this one also :lol:
     
    Last edited: Jul 5, 2016
  6. sherlock1524 MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Jan 26, 2012
    Messages:
    7,159
    Trophy Points:
    242
    Ratings:
    +22,538 / -150
    apa maksudnya itu :bingung:

    yg baru ini lalat-san :garing:
    [​IMG]
     
  7. sherlock1524 MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Jan 26, 2012
    Messages:
    7,159
    Trophy Points:
    242
    Ratings:
    +22,538 / -150
    Slmat idul fitri mina :onfire:

    Sent from my D2502 using Tapatalk
     
  8. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    met lebaran, pas balik ntar semoga makin lebar.
     
  9. frick M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    May 1, 2008
    Messages:
    3,641
    Trophy Points:
    177
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +2,734 / -0
    Mohon maaf kalo ada kesalahan di masa yang lalu.
    Selamat lebaran.
     
  10. mabdulkarim Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Jul 4, 2012
    Messages:
    171
    Trophy Points:
    41
    Gender:
    Male
    Ratings:
    +49 / -0
    selamat lebara bagi yang merayakan! Mohom maaf kalau sering bikin kesalahan karena kesalahan adalah bagian esensial dari manusia itu sendiri
     
  11. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    itu yg transfer, ican :lol:

    lucu tau :XD:

    =========================

    that aside :

    [​IMG]
     
  12. sherlock1524 MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Jan 26, 2012
    Messages:
    7,159
    Trophy Points:
    242
    Ratings:
    +22,538 / -150
    ya yg bagian mana yg lucu :swt:
    kok ndak ada yg lucu :swt:

    lalat-san baru satu hari abis puasa :swt:
     
  13. darkash Veteran

    Offline

    Poor Slave

    Joined:
    Jul 31, 2010
    Messages:
    5,718
    Trophy Points:
    300
    Ratings:
    +28,732 / -190
    Selamat Idul Fitri buat yang merayakan :xiexie:

    emang lalat ada puasa :bloon:

    paling puasa -a aka puas :iii:
     
  14. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    ah elu mah :swt:

    lah kan itu ucapan selamat lebaran, ican :keringat:

    ash loli n onee-san plis :rokok:
     
  15. ryrien MODERATOR

    Offline

    The Dark Lady

    Joined:
    Oct 4, 2011
    Messages:
    6,529
    Trophy Points:
    212
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +3,171 / -58
    Met idul fitri semuanya :lalala:
     
  16. darkash Veteran

    Offline

    Poor Slave

    Joined:
    Jul 31, 2010
    Messages:
    5,718
    Trophy Points:
    300
    Ratings:
    +28,732 / -190
    [​IMG]

    Sent from Waifu Den
     
  17. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    si kampret da guwe minta onee-san dikasih pokemon, cuks cuks :swt:

    =========================================

    [​IMG]

    another random pics :nikmat:
     
    Last edited: Jul 6, 2016
  18. Fairyfly MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Oct 9, 2011
    Messages:
    6,819
    Trophy Points:
    272
    Gender:
    Female
    Ratings:
    +2,475 / -133
    Tepat saat cermin itu pecah berkeping-keping, kurasakan ada sesuatu yang menghilang dari dalam diriku.

    Aku tak tahu pasti apa yang kumaksud dengan sesuatu itu. Rasanya seperti…sebuah kepingan kenangan, atau sebuah beban, barangkali? Sayangnya, aku masih merasa bahwa penyesalanku masih ada, dan sama sekali tak berkurang.

    Cermin dihadapanku baru saja kuhantam hingga pecah, namun anehnya, aku tak merasakan sakit sama sekali pada tanganku. Bahkan tanganku ini sama sekali tak terluka. Pecahan kaca yang berserakan tak serta merta membuat tanganku berdarah.

    Sungguh aneh. Apa aku tak bisa menyakiti diriku sendiri? Dan juga, saat aku mencoba memutus urat nadiku sendiri menggunakan pecahan kaca itu, tak ada setetespun darah yang mengalir.

    “Kematian bukanlah jalan keluar…”

    Ah, suara gaib itu lagi.

    Sungguh keterlaluan. Bahkan untuk mati pun aku tak bisa.

    “Temukan semua kepingan masa lalumu, dan keinginanmu akan menjadi nyata.”

    Eh?

    Kepingan masa laluku?

    Ahaha, sungguh konyol! Apakah masih ada hal lain yang harus kupedulikan dari masa laluku ini? Aku sudah membuang kehidupanku, tak ada lagi yang harus kukenang.

    Meski demikian, kini aku tak bisa membunuh diriku sendiri. Berada pada kekosongan ini, rasanya ibarat keluar dari mulut buaya dan masuk kedalam kandang singa. Dan yang lebih membuatku muak adalah kenyataan bahwa aku tak bisa mengakhiri semuanya.

    Jika semuanya berakhir seperti ini, untuk apa aku menenggelamkan diriku kala itu?

    Dunia ini sungguh kejam. Sungguh tidak adil. Aku masih belum lenyap, dan semua perasaan pahit ini akan selamanya bercokol pada diriku. Kelak aku akan menjadi gila karenanya.

    …ini tidak bisa dibiarkan.

    Aku harus menemukan cara untuk bisa menghapus eksistensiku, menghapus semua kekosongan dan kenangan pahit yang ada pada diriku ini. Dan jika jalan keluarnya adalah untuk menemukan kenangan tentangku, kurasa aku harus melakukannya.

    Mau atau tidak.

    ***

    Entah sudah berapa lama aku berjalan, meninggalkan cermin yang sebelumnya kutemui.

    Jalan setapak yang kulalui berakhir pada sebuah pintu kayu yang cantik. Gagangnya terbuat dari logam kuningan yang bersinar, dan ukiran yang ada pada pintu ini membuatnya tampak lebih elegan.

    Aku tak tahu akan kemana pintu ini akan membawaku pergi. Meski demikian, aku lantas membukanya begitu saja. Lagipula, tak ada gunanya jika aku terus berada di jalan setapak ini, bukan? Tak ada jalan keluar, hanya jalan kecil dan kegelapan.

    Tepat saat pintu ini berdecit perlahan-

    “U…uwwah!!”

    -sesosok gadis tiba-tiba saja jatuh terjerembab di hadapanku.

    Dari seragam sekolah yang dikenakannya, aku tahu bahwa ia juga seorang murid SMA sepertiku. Sambil meringis kesakitan, gadis ini mengusap punggungnya yang sebelumnya jatuh diatas lantai marmer keabuan. Rambut pendeknya yang berwarna kuning cerah membuatnya terlihat bagai orang asing. Sayangnya, seragam sekolah dan ukuran matanya tak bisa berbohong.

    “Punggungku, uuh…”

    Sosok tubuhnya yang kesakitan tak serta merta membuatku menolongnya. Alih-alih, aku malah kebingungan dan bertanya-tanya sendiri.

    Gadis ini siapa, ya? Dan juga, ternyata ada orang lain juga selain aku, toh.

    “Hei, bantu aku dong!”

    “Ah,” tersadar oleh ucapannya, aku lantas bergerak, mengenggam tangannya dan membantunya berdiri.

    “Ma…maaf.” Kataku kemudian. Tetapi gadis itu tak menjawab, dan terus sibuk dengan bajunya yang kotor terkena debu. Saat selesai dengan baju dan roknya, gadis itu lantas menatapku dengan tatapan bertanya-tanya.

    “…manisnya.”

    Huh, dia bilang apa ya barusan?

    “Anu…anda siapa ya-”

    “Hmn, kamu ini manusia, kan?”

    Gadis ini memotong kata-kataku dengan pertanyaan ajaib, dan terus berbicara setelahnya.

    “Ampun, aku kira kamu ini dedemit, loh. Yah, semacam kuntilanak atau semacamnya gitu, deh. Ahaha, ternyata ada orang lain juga di dunia ini.”

    ………

    “Eh, katakan sesuatu, dong. Katakan kalau kau ini manusia. Atau…jangan-jangan kau ini siluman tanuki yang menyamar jadi seorang manusia, ya? Ah, tidak! Jangan! Jangan katakan itu! Dagingku pahit, loh. Jadi tolong aku jangan dimakan!”

    Menatap gadis gulali dihadapanku ini, aku jadi menghela napas. Mungkin, gadis-gadis seperti inilah yang kelak bakal menjelma sebagai ayam kampus. Mungkin.

    Ia masih menjerit-jerit tak karuan, saat kemudian aku berkata perlahan, “Ini dimana, ya? Dan juga, kamu siapa?”

    “Hah? Uh, lontong! Aku lupa memperkenalkan diri. Maaf ya. Ahaha!”

    Ampun. Anak ini…

    “Uuh, baiklah. Namaku…eh, tunggu, ngomong-ngomong kamu ini siapa ya?”

    ………

    “Yah, seharusnya seseorang kan mengenalkan diri sendiri dulu sebelum menanyakan nama seseora- aduh! Sakit! Sakit! Tolong jangan jambak rambutku!”

    Karena kesal dengan tingkahnya, aku tak berpikir dua kali untuk menjambak rambut si gadis gulali ini dan membuatnya berbicara.

    ***

    “Hi…Hinasaki Yuzu. Salam kenal.”

    Sambil mengelus-elus kepalanya yang kesakitan, si gadis gulali duduk diatas kakinya yang dilipat. Aku ikut duduk dihadapannya, menatap kosong pada dirinya yang tak berhenti menangis.

    “Hinasaki ya. Salam kenal. Aku-“

    “Huh? Kau pasti tidak tahu namamu, ya? Uh, sabar ya. Saat pertama kali aku tiba di dunia ini, aku juga tak tahu namaku, loh. Hanya saja, suatu hari aku menemukan sebuah cermin, dan aku jadi tahu nama-“

    “-Usui Mishiro, salam kenal, terima kasih, senang berkenalan denganmu, dan sampai jumpa lagi.”

    “He, hei! Tunggu! Mau kemana? Jangan tinggalkan aku sendirian!”

    Hinasaki mengejarku tepat kala aku akan beranjak meninggalkannya. Melihatnya yang merajuk dan menarik-narik lengan bajuku, aku jadi menghentikan langkah.

    …serius, deh. Aku harap si gadis lontong ini dimakan dedemit saja.

    “Kau sudah tahu namamu? Wah, hebat banget!”

    Uh, aku jadi khawatir jika di masa depannya, anak ini bakal dicuci otak oleh sekte pemuja setan.

    “Ngomong-ngomong, ini tempat apa? Dan kenapa Hinasaki ada disini?”

    “Hmn? Tempat ini? Ah, sebenarnya aku juga tak begitu paham dengan tempat ini. Tapi kalau aku boleh menyebutnya sih, ini adalah dunia cermin.”

    “Dunia cermin?”

    “Ya, betul. Itu yang dikatakan tuan tak terlihat padaku.” Jawab Hinasaki sembari mengangguk. Tuan tak terlihat, mungkin maksudnya suara gaib yang kutemukan sebelum ini. Si gadis bispak ini benar-benar tahu cara menyebut seseorang.

    “Oh, dan kau boleh memanggilku Yuzu, kok.”

    “Mungkin jika kita sudah saling akrab-“

    “Ayolah! Tak apa-apa, kok.” Hinasaki merengek, meski aku tak menggubrisnya sama sekali. Alih-alih, kini aku berdiri dan menatap ke sekeliling.

    Tepat dihadapanku, ada sebuah pintu besi yang tertutup rapat. Melangkah pelan dan menggenggam gagang pintu tersebut, kudapati bahwa pintu itu tak bisa dibuka sama sekali.

    Hinasaki menatapku lugu. “Uuh, aku sudah coba, tapi pintu itu tak bisa dibuka. Kalau yang di sebelah timur dan barat daya sih bisa dibuka, tapi disana banyak dedemit.”

    “Dedemit?”

    “Itu loh, hantu-hantu penasaran yang mencoba memakan dagingmu hidup-hidup.” Jawab Hinasaki kemudian. “Aku sempat masuk kedalamnya, tapi karena kemudian aku dikejar setan muka rata, makanya aku kembali lagi kesini. Begitu selesai istirahat, tahu-tahu kau sudah muncul.”

    “Hmm…” Gumamku sambil memiringkan kepala. Apa yang dikatakan anak ini kira-kira benar atau tidak, ya? Maksudku, apa dia tidak kebanyakan nonton film setan?

    “Kamu nggak takut?”

    “Uuh…nggak sama sekali.”

    Yah, aku menjawab apa adanya. Lagipula, jika kehadiran hantu-hantu itu bisa mempercepat kematianku, rasanya aku malah bersyukur. Tapi, aku ragu akan hal itu. Lagipula, dedemit dan semacamnya hanya ada dalam fiksi, bukan?

    “Apa ada jalan keluar dari sini?”

    “Yah, kalau setahuku sih…”

    Hinasaki memejamkan matanya, menempelkan tangannya di dagu layaknya orang berpikir. Setelah cukup lama memasang pose layaknya seorang detektif terkenal, Hinasaki lantas berujar singkat.

    “Ada, tapi kau harus menemukan semua cermin dirimu.”

    “Cermin diri?”

    “Kau belum melihatnya? Itu loh, cermin yang bisa membuatmu mengingat kenangan masa lalu.”

    Ah, ternyata itu sebutan untuk cermin yang baru saja kupecahkan, ya? Cermin diri, jika aku menemukannya, apa aku benar-benar bisa keluar dari dunia ini?

    Sembari merenung mengenai hal itu, aku lantas teringat akan bisikan gaib yang sebelumnya bicara padaku.

    Temukan semua kepingan masa lalumu, dan keinginanmu akan menjadi nyata.

    Jadi, aku harus tetap menghadapi masa laluku untuk bisa keluar dari tempat penuh kekosongan ini. Meski aku merasa lega karena tahu bagaimana caranya keluar dari sini, di satu sisi aku juga merasa kesal. Bagaimanapun, masa laluku adalah hal yang membuatku ingin menghabisi nyawaku sendiri, dan aku sama sekali tak mau mengingatnya.

    Meski aku tak mengerti seperti apa masa laluku, namun jika aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku sendiri, pasti masa laluku bukanlah hal yang mengenakkan, bukan?

    Yah, mau tak mau, aku harus menghadapinya. Untuk keluar dari dunia omong kosong ini, aku harus menghadapinya.

    “Jadi, Hinasaki,” Kataku kemudian. “Dimana aku bisa menemukan cermin itu?”

    “itu…aku sendiri nggak tahu.” Jawabnya lugu. “Aku sudah keliling tempat ini, tapi selain beberapa pintu yang terkunci, tak ada satupun cermin yang kutemukan. Satu-satunya tempat yang belum kucoba adalah tempat yang banyak dedemitnya itu. Oh, dan tolong panggil aku Yuzu saja!”

    “Seperti yang kubilang, mungkin nanti saat kita sudah lebih akrab.” Meski aku ragu apakah aku bisa menjadi akrab dengan gadis ini atau tidak.

    “Eh, tak apa-apa kok.” Hinasaki memohon dengan mata berbinar. “Lagipula, di dunia ini sepertinya hanya ada kita berdua saja, lho. Aku juga akan memanggilmu Mishiro, deh. Atau, apa kau mau kupanggil Usui saja?”

    “Tolong jangan sebut aku dengan nama itu!”

    Aku menjawab keras, sedikit berteriak hingga membuat Hinasaki terkejut.

    Lebih tepatnya, aku tak mau dipanggil dengan nama “Usui” ataupun “Mishiro”. Aku jadi menyesal telah memberitahukan nama asliku pada Hinasaki. Seharusnya aku memilih nama yang lebih umum saja, seperti “Ai” atau “Kasumi”.

    “Ka…kalau begitu, kau mau kupanggil dengan nama apa, dong?”

    “………”

    “………”

    “…terserah kau sajalah.”

    Aku menyerah. Tak ada nama lain yang bisa kupikirkan.

    “Ah, baiklah, kalau begitu au akan memanggilmu Mishiro.” Kata Hinasaki kemudian, tersenyum. “Jadi, apa yang akan kita lakukan setelah ini, Mishiro?”

    Ia langsung bersikap sok akrab dan memanggilku dengan nama belakangku. Menyebalkan, namun aku juga tak bisa berbuat apa-apa. Rasanya, jika aku meladeninya, semuanya akan jadi tambah rumit.

    “Aku tak tahu apa yang akan kau lakukan, tapi aku akan menemukan cermin diriku.”

    “Huh? Kau yakin? Apa kau tak takut dedemit?”

    Aku menggeleng.

    “Sama sekali tidak takut?”

    “…daripada itu, apa yang akan kau lakukan sepeninggalnya aku, Hinasaki? Mungkin aku takkan kembali lagi, lho.”

    “Eeh? Kok begitu?”

    Aku tak menjawab, membiarkan Hinasaki panik dengan pikirannya sendiri. Tetapi, kurasa apa yang kukatakan itu benar adanya. Siapa yang tahu kejadian apa yang akan terjadi setelah aku menemukan cermin diriku? Mungkin saja aku akan langsung menghilang, atau terlempar ke tempat lain.

    Dunia ini penuh oleh misteri yang tak bisa kutebak.

    “Tolong tunjukkan aku dimana pintu itu.”

    ***

    Melalui jalan kecil dan beberapa anak tangga, Hinasaki menunjukan jalan menuju sebuah pintu kayu di sebelah timur.

    Di samping pintu tersebut tampak sebuah obor yang menerangi jalan. Berkat adanya obor tersebut, aku bisa melihat lebih jelas kondisi di sekeliling pintu itu. Setelah memperhatikan dengan seksama, tampak ada sebuah papan kecil yang menempel pada pintu tersebut, dengan tulisan yang tertera diatasnya.

    Realm of Greenery.

    Let that meeting be a light of hope.

    Untunglah kemampuan bahasa inggrisku cukup baik, sehingga aku bisa mengerti kata-kata tersebut. Tetapi, meskipun tahu apa arti dari kata-kata itu, aku sama sekali tak bisa mengerti maksudnya.

    Seperti dugaanku, dunia ini penuh oleh misteri yang tak kupahami.

    “Inikah tempatnya?”

    Hinasaki mengangguk dengan mata memincing. Tampak keringat dingin yang mengalir di keningnya.

    “Saat aku mencoba masuk, awalnya sih tak ada masalah. Tetapi setelah berjalan cukup lama, sesosok setan muka rata tiba-tiba saja mengejarku.”

    “…begitu.”

    “Kau…tampaknya tak takut sama sekali, Mishiro.”

    Tanpa mengindahkan kata-kata Hinasaki, kutatap tajam pintu dihadapanku ini.

    Mungkinkah cermin diriku bisa kutemukan dibalik pintu ini? Jika ya, aku akan memasukinya. Yah, mau tak mau aku harus mencobanya, bukan?

    “Terima kasih, Hinasaki. Kau bisa kembali sekarang.”

    “Huh? Ke…kembali?”

    Aku menoleh padanya yang kini tampak gemetar ketakutan. Ia menatap jalan kembali yang cukup gelap, sebelum kembali menatapku dengan ekspresi takut.

    “Ada apa? Bukankah kau tak mau masuk?”

    “Uuh…ya. Aku…aku tak mau masuk.” Jawabnya gemetar. “Kalau aku ketemu lagi dengan setan muka rata itu, aku yakin aku pasti akan dihabisi.”

    “Ya, kan?” Jawabku mengangguk. “Karena itu, sebaiknya kau kembali saja.”

    “Kembali, ya? Aha, ahahaha…”

    Dia ini kenapa, sih?

    Peduli setan. Aku akan memasuki ruangan ini apapun yang terjadi. Sambil kemudian menarik napas panjang, kuraih gagang pintu ini.

    Saat pintu ini terbuka, aku bisa merasakan sebuah hawa mengerikan dari dalam ruangan dibalik pintu ini. Angin yang berhembus seketika darinya seolah menolak keberadaanku.

    “Aku berangkat!”

    “Tu, tunggu!”

    Tiba-tiba saja Hinasaki berteriak. Menggenggam lengan bajuku, ia lantas menatapku gemetar.

    “A…aku juga ikut.”

    “Huh? Bukannya kau takut dedemit?”

    “Ah, itu…asalkan ada kau, mungkin tidak apa-apa. Seenggaknya aku punya tumbal- bukan. Seenggaknya, aku punya teman bicara selama perjalanan. Ahaha.”

    Dasar iblis.

    Bersama Hinasaki di sampingku, aku lantas melangkah memasuki ruangan ini.

    Mmn. Tanpa tahu apa yang menunggu kami didalamnya.
    malah lancar bikin fanfic :swt:
     
    • Like Like x 1
  19. sherlock1524 MODERATOR

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Jan 26, 2012
    Messages:
    7,159
    Trophy Points:
    242
    Ratings:
    +22,538 / -150
    fanfic mana lagi itu :bingung:
     
  20. merpati98 M V U

    Offline

    Post Hunter

    Joined:
    Jul 9, 2009
    Messages:
    3,486
    Trophy Points:
    147
    Ratings:
    +1,524 / -1
    kan rei sempet ga sekolah satu tahun. well, hina-chan mungkin 15-16 (tergantung bulan). so, mereka bisa jadi udah legal. >_<

    ga ngetroll kok =w=d rei kan good boy. he won't joke about something like that. =w=d
     
  21. high_time Veteran

    Offline

    Senpai

    Joined:
    Feb 27, 2010
    Messages:
    6,038
    Trophy Points:
    237
    Ratings:
    +6,024 / -1
    phew, baru nyadar itu tamayura ada rilis sub baru pas 22 juni kemaren.

    lanjut nonton ah
     
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.