1. Disarankan registrasi memakai email gmail. Problem reset email maupun registrasi silakan email kami di inquiry@idws.id menggunakan email terkait.
  2. Untuk kamu yang mendapatkan peringatan "Koneksi tidak aman" atau "Your connection is not private" ketika mengakses forum IDWS, bisa cek ke sini yak.
  3. Hai IDWS Mania, buat kamu yang ingin support forum IDWS, bebas iklan, cek hidden post, dan fitur lain.. kamu bisa berdonasi Gatotkaca di sini yaa~
  4. Pengen ganti nama ID atau Plat tambahan? Sekarang bisa loh! Cek infonya di sini yaa!
  5. Pengen belajar jadi staff forum IDWS? Sekarang kamu bisa ajuin Moderator in Trainee loh!. Intip di sini kuy~

Legend/Myth Indonesia = atlantis?

Discussion in 'History and Culture' started by noe_ndut, Mar 16, 2010.

Thread Status:
Not open for further replies.
  1. noe_ndut Members

    Offline

    Silent Reader

    Joined:
    Aug 7, 2009
    Messages:
    26
    Trophy Points:
    11
    Ratings:
    +76 / -0
    1
    BENARKAH SUNDALAND ITU ATLANTIS YANG HILANG?
    (Pandangan dari Sisi Geologi dan Peluang dari Spekulasi Ilmiah)
    Oleh : Oki Oktariadi* (oki@plg.esdm.go.id)
    ”Peradaban Atlantis yang hilang” hingga kini barangkali hanyalah sebuah mitos mengingat
    belum ditemukannya bukti-bukti yang kuat tentang keberadaannya. Mitos itu pertama kali
    dicetuskan oleh seorang akhli filsafat terkenal dari Yunani, Plato (427 - 347 SM), dalam
    bukunya ”Critias dan Timaeus”. Disebutkan oleh Plato bahwa terdapat awal peradaban yang
    disebut Benua Atlantis; para penduduknya dianggap sebagai dewa, makhluk luar angkasa, atau
    bangsa superior; benua itu kemudian hilang, tenggelam secara perlahan-lahan karena
    serangkaian bencana, termasuk gempa bumi.
    Selama lebih dari 2000 tahun, Atlantis yang hilang telah menjadi dongeng. Tetapi sejak abad
    pertengahan, kisah Atlantis menjadi populer di dunia Barat. Banyak ilmuwan Barat secara
    diam-diam meyakini kemungkinan keberadaannya. Di antara para ilmuwan itu banyak yang
    menganggap bahwa Atlantis terletak di Samudra Atlantis, bahkan ada yang menganggap
    Atlantis terletak di Benua Amerika sampai Timur Tengah. Penelitian pun dilakukan di wilayahwilayah
    tersebut. Akan tetapi, kebanyakan peneliti itu tidak memberikan bukti atau telaah
    yang cukup. Sebagian besar dari mereka hanya mengira-ngira. .
    Hanya beberapa tempat di bumi yang keadaannya memiliki persayaratan untuk dapat diduga
    sebagai Atlantis sebagaimana dilukiskan oleh Plato lebih dari 20 abad yang lalu. Akan tetapi
    Samudera Atlantik tidak termasuk wilayah yang memenuhi persyaratan itu. Para peneliti masa
    kini malahan menunjuk Sundaland (Indonesia bagian barat hingga ke semenanjung Malaysia
    dan Thailand) sebagai Benua Atlantis yang hilang dan merupakan awal peradaban manusia
    .
    Fenomen Atlantis dan awal peradaban selalu merupakan impian para peneliti di dunia untuk
    membuktikan dan menjadikannya penemuan ilmiah sepanjang masa. Apakah pandangan
    geologi memberi petunjuk yang kuat terhadap kemungkinan ditemukannya Atlantis yang hilang
    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
    2
    itu? Apabila jawabannya negatif, apakah peluang yang dapat ditangkap dari perdebatan ada
    tidaknya Atlantis dan kemungkinan lokasinya di wilayah Indonesia?.
    PENDAHULUAN
    ”Mitos” atau cerita tentang benua
    Atlantis yang hilang pertama kali dicetuskan
    oleh seorang filosof terkenal dari Yunani
    bernama Plato (427 - 347 SM) dalam
    bukunya berujudl Critias and Timaeus.
    Penduduknya dianggap dewa, makhluk luar
    angkasa atau bangsa superior. Plato
    berpendapat bahwa peradaban dari para
    peghuni benua Atlantis yang hilang itulah
    sebagai sumber peradaban manusia saat ini.
    Hampir semua tulisan tentang
    sejarah peradaban menempatkan Asia
    Tenggara sebagai kawasan ‘pinggiran’.
    Kawasan yang kebudayaannya dapat subur
    berkembang hanya karena imbas migrasi
    manusia atau riak-riak difusi budaya dari
    pusat-pusat peradaban lain, baik yang
    berpusat di Mesir, Cina, maupun India.
    Pemahaman tersebut mengacu pada teori
    yang dianut saat ini yang mengemukakan
    bahwa pada Jaman Es paling akhir yang
    dialami bumi terjadi sekitar 10.000 sampai
    8.000 tahun yang lalu mempengaruhi migrasi
    spesies manusia.
    Jaman Es terakhir ini dikenal dengan
    nama periode Younger Dryas. Pada saat ini,
    manusia telah menyebar ke berbagai penjuru
    bumi berkat ditemukannya cara membuat api
    12.000 tahun yang lalu. Dalam kurun empat
    ribu tahun itu, manusia telah bergerak dari
    kampung halamannya di padang rumput
    Afrika Timur ke utara, menyusuri padang
    rumput purba yang kini dikenal sebagai
    Afrasia.
    Padang rumput purba ini
    membentang dari pegunungan Kenya di
    selatan, menyusuri Arabia, dan berakhir di
    pegunungan Ural di utara. Jaman Es tidak
    mempengaruhi mereka karena kebekuan itu
    hanya terjadi di bagian paling utara bumi
    sehingga iklim di daerah tropik-subtropik
    justru menjadi sangat nyaman. Adanya api
    membuat banyak masyarakat manusia betah
    berada di padang rumput Afrasia ini.
    Maka, ketika para ilmuwan barat
    berspekulasi tentang keberadaan benua
    Atlantis yang hilang, mereka mengasumsikan
    bahwa lokasinya terdapat di belahan bumi
    Barat, di sekitar laut Atlantik, atau paling
    jauh di sekitar Timur Tengah sekarang.
    Penelitian untuk menemukan sisa Atlantis
    pun banyak dilakukan di kawasan-kawasan
    tersebut. Namun di akhir dasawarsa 1990,
    kontroversi tentang letak Atlantis yang
    hilang muluai muncul berkaitan dengan
    pendapat dua orang peneliti, yaitu:
    Oppenheimer (1999) dan Santos (2005).
    KONTROVERSI DAN REKONTRUKSI
    OPPENHEIMER
    Kontroversi tentang sumber
    peradaban dunia muncul sejak
    diterbitkannya buku Eden The East (1999)
    oleh Oppenheimer, Dokter ahli genetik
    yang banyak mempelajari sejarah
    peradaban. Ia berpendapat bahwa Paparan
    Sunda (Sundaland) adalah merupakan cikal
    bakal peradaban kuno atau dalam bahasa
    agama sebagai Taman Eden. Istilah ini
    diserap dari kata dalam bahasa Ibrani Gan
    Eden. Dalam bahasa Indonesia disebut
    Firdaus yang diserap dari kata Persia
    "Pairidaeza" yang arti sebenarnya adalah
    Taman.
    Menurut Oppenheimer, munculnya
    peradaban di Mesopotamia, Lembah Sungai
    Indus, dan Cina justru dipicu oleh
    kedatangan para migran dari Asia Tenggara.
    Landasan argumennya adalah etnografi,
    arkeologi, osenografi, mitologi, analisa
    DNA, dan linguistik. Ia mengemukakan
    bahwa di wilayah Sundaland sudah ada
    peradaban yang menjadi leluhur peradaban
    Timur Tengah 6.000 tahun silam. Suatu
    ketika datang banjir besar yang
    menyebabkan penduduk Sundaland
    berimigrasi ke barat yaitu ke Asia, Jepang,
    serta Pasifik. Mereka adalah leluhur
    Austronesia.
    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
    2
    Gambar 1. Buku Eden The East
    (Oppenheimer, 1999)
    Rekonstruksi Oppenheimer diawali
    dari saat berakhirnya puncak Jaman Es (Last
    Glacial Maximum) sekitar 20.000 tahun yang
    lalu. Ketika itu, muka air laut masih sekitar
    150 m di bawah muka air laut sekarang.
    Kepulauan Indonesia bagian barat masih
    bergabung dengan benua Asia menjadi
    dataran luas yang dikenal sebagai Sundaland.
    Namun, ketika bumi memanas, timbunan es
    yang ada di kutub meleleh dan
    mengakibatkan banjir besar yang melanda
    dataran rendah di berbagai penjuru dunia.
    Data geologi dan oseanografi
    mencatat setidaknya ada tiga banjir besar
    yang terjadi yaitu pada sekitar 14.000,
    11.000, dan 8,000 tahun yang lalu. Banjir
    besar yang terakhir bahkan menaikkan muka
    air laut hingga 5-10 meter lebih tinggi dari
    yang sekarang. Wilayah yang paling parah
    dilanda banjir adalah Paparan Sunda dan
    pantai Cina Selatan. Sundaland malah
    menjadi pulau-pulau yang terpisah, antara
    lain Kalimantan, Jawa, Bali, dan Sumatera.
    Padahal, waktu itu kawasan ini sudah cukup
    padat dihuni manusia prasejarah yang
    berpenghidupan sebagai petani dan nelayan.
    Bagi Oppenheimer, kisah ‘Banjir
    Nuh’ atau ‘Benua Atlantis yang hilang’ tidak
    lain adalah rekaman budaya yang
    mengabadikan fenomena alam dahsyat ini.
    Di kawasan Asia Tenggara, kisah atau
    legenda seperti ini juga masih tersebar luas di
    antara masyarakat tradisional, namun belum
    ada yang meneliti keterkaitan legenda
    dengan fenomena Taman Eden.
    BENUA ATLANTIS MENURUT
    ARYSO SANTOS
    Kontroversi dari Oppenheimer
    seolah dikuatkan oleh pendapat Aryso
    Santos. Profesor asal Brazil ini menegaskan
    bahwa Atlantis yang hilang sebagaimana
    cerita Plato itu adalah wilayah yang
    sekarang disebut Indonesia. Pendapat itu
    muncul setelah ia melakukan penelitian
    selama 30 tahun yang menghasilkan buku
    Atlantis, The Lost Continent Finally Found,
    The Definitifve Localization of Plato’s Lost
    Civilization (2005). Santos dalam bukunya
    tersebut menampilkan 33 perbandingan,
    seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam,
    gunung berapi, dan cara bertani, yang
    akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu
    adalah Sundaland (Indonesia bagian Barat).
    Santos menetapkan bahwa pada
    masa lalu Atlantis merupakan benua yang
    membentang dari bagian selatan India, Sri
    Langka, dan Indonesia bagian Barat meliputi
    Sumatra, Kalimantan, Jawa dan terus ke
    arah timur. Wilayah Indonesia bagian barat
    sekarang sebagai pusatnya. Di wilayah itu
    terdapat puluhan gunung berapi aktif dan
    dikelilingi oleh samudera yang menyatu
    bernama Orientale, terdiri dari Samudera
    Hindia dan Samudera Pasifik.
    Argumen Santos tersebut didukung
    banyak arkeolog Amerika Serikat bahkan
    mereka meyakini bahwa benua Atlantis
    adalah sebuah pulau besar bernama
    Sundaland, suatu wilayah yang kini
    ditempati Sumatra, Jawa dan Kalimantan.
    Sekitar 11.600 tahun silam, benua itu
    tenggelam diterjang banjir besar seiring
    berakhirnya zaman es.
    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
    3
    Gambar 2. Wilayah Sundaland (Indonesia bagian
    Barat dalam buku Santos (2005)
    Menurut Plato, Atlantis merupakan
    benua yang hilang akibat letusan gunung
    berapi yang secara bersamaan meletus dan
    mencairnya Lapisan Es yang pada masa itu
    sebagian besar benua masih diliputi oleh
    Lapisan-lapisan Es. Maka tenggelamlah
    sebagian benua tersebut.
    Santos berpendapat bahwa meletusnya
    berpuluh-puluh gunung berapi secara
    bersamaan tergambarkan pada wilayah
    Indonesia (dulu). Letusan gunung api yang
    dimaksud di antaranya letusan gunung Meru
    di India Selatan, letusan gunung berapi di
    Sumatera yang membentuk Danau Toba, dan
    letusan gunung Semeru/Mahameru di Jawa
    Timur. Letusan yang paling dahsyat di
    kemudian hari adalah letusan Gunung
    Tambora di Sumbawa yang memecah
    bagian-bagian pulau di Nusa Tenggara dan
    Gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah
    bagian Sumatera dan Jawa membentuk Selat
    Sunda (Catatan : tulisan Santos ini perlu
    diklarifikasi dan untuk sementara dikutip di
    sini sebagai apa yang diketahui Santos).
    Berbeda dengan Plato, Santos tidak
    setuju mengenai lokasi Atlantis yang
    dianggap terletak di lautan Atlantik. Ilmuwan
    Brazil itu berargumentasi, bahwa letusan
    berbagai gunung berapi menyebabkan
    lapisan es mencair dan mengalir ke samudera
    sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur
    berasal dari abu gunung berapi tersebut
    membebani samudera dan dasarnya sehingga
    mengakibatkan tekanan luar biasa kepada
    kulit bumi di dasar samudera, terutama pada
    pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan
    gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh
    gunung-gunung yang meletus kemudian
    secara beruntun dan menimbulkan
    gelombang tsunami yang dahsyat. Santos
    menamakannya Heinrich Events. Catatan :
    pernyataan Santos ini disajikan seperti apa
    adanya dan tidak merupakan pendapat
    penulis.
    Namun, ada beberapa keadaan masa
    kini yang antara Plato dan Santos
    sependapat yakni pertama, bahwa lokasi
    benua yang tenggelam itu adalah Atlantis
    dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah
    Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau
    panjangnya mata rantai gunung berapi di
    Indonesia, diantaranya ialah: Kerinci,
    Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung,
    Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru,
    Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari
    gunung itu telah atau sedang aktif kembali.
    Dalam usaha mengemukakan
    pendapat, tampak Plato telah melakukan dua
    kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi
    bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai
    letak benua Atlantis yang katanya berada di
    Samudera Atlantik yang ditentang oleh
    Santos. Penelitian oleh para akhli Amerika
    Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak
    berhasil menemukan bekas-bekas benua
    yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah
    semena-mena ada peribahasa yang berkata,
    “Amicus Plato, sed magis amica veritas.”
    Artinya,”Saya senang kepada Plato tetapi
    saya lebih senang kepada kebenaran.”
    Atlantis memang misterius, dan
    karenanya menjadi salah satu tujuan utama
    arkeologi di dunia. Jika Atlantis ditemukan,
    maka penemuan tersebut bisa jadi akan
    menjadi salah satu penemuan terbesar
    sepanjang masa.
    PANDANGAN GEOLOGI
    Pendekatan ilmu geologi untuk
    mengungkap fenomena hilangnya Benua
    Atlantis dan awal peradaban kuno, dapat
    ditinjau dari dua sudut pandang yaitu
    pendekatan tektonik lempeng dan kejadian
    zaman es.
    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
    4
    Wilayah Indonesia dihasilkan oleh
    evolusi dan pemusatan lempeng kontinental
    Eurasia, lempeng lautan Pasifik, dan
    lempeng Australia Lautan Hindia (Hamilton,
    1979). umumnya disepakati bahwa
    pengaturan fisiografi kepulauan Indonesia
    dikuasai oleh daerah paparan kontinen, letak
    daerah Sundaland di barat, daerah paparan
    Sahul atau Arafura di timur. Intervensi area
    meliputi suatu daerah kompleks secara
    geologi dari busur kepulauan, dan cekungan
    laut dalam (van Bemmelen, 1949).
    Kedua area paparan memberikan
    beberapa persamaan dari inti-inti kontinen
    yang stabil ke separuh barat dan timur
    kepulauan. Area paparan Sunda
    menunjukkan perkembangan bagian tenggara
    di bawah permukaan air dari lempeng
    kontinen Eurasia dan terdiri dari
    Semenanjung Malaya, hampir seluruh
    Sumatra, Jawa dan Kalimantan, Laut Jawa
    dan bagian selatan Laut China Selatan.
    Tatanan tektonik Indonesia bagian
    Barat merupakan bagian dari sistim
    kepulauan vulkanik akibat interaksi
    penyusupan Lempeng Hindia- Australia di
    Selatan Indonesia. Interaksi lempeng yang
    berupa jalur tumbukan (subduction zone)
    tersebut memanjang mulai dari kepulauan
    Tanimbar sebelah barat Sumatera, Jawa
    sampai ke kepulauan Nusa Tenggara di
    sebelah Timur. Hasilnya adalah terbentuknya
    busur gunung api (magmatic arc).
    Gambar 3. Rekonstruksi Tektonik Lempeng di
    Wilayah Asia Tenggara (Hall, 2002). Garis merah
    adalah batas wilayah yang dikenal sebagai
    Sundaland
    Rekontruksi tektonik lempeng
    tersebut akhirnya dapat menerangkan
    pelbagai gejala geologi dan memahami
    pendapat Santos, yang menyakini Wilayah
    Indonesia memiliki korelasi dengan
    anggapan Plato yang menyatakan bahwa
    tembok Atlantis terbungkus emas, perak,
    perunggu, timah dan tembaga, seperti
    terdapatnya mineral berharga tersebut pada
    jalur magmatik di Indonesia. Hingga saat
    ini, hanya beberapa tempat di dunia yang
    merupakan produsen timah utama. Salah
    satunya disebut Kepulauan Timah dan
    Logam, bernama Tashish, Tartessos dan
    nama lain yang menurut Santos (2005) tidak
    lain adalah Indonesia. Jika Plato benar,
    maka Atlantis sesungguhnya adalah
    Indonesia.
    Selain menunjukan kekayaan
    sumberdaya mineral, fenomena tektonik
    lempeng tersebut menyebabkan munculnya
    titik-titik pusat gempa, barisan gunung api
    aktif (bagian dari Ring of Fire dunia), dan
    banyaknya komplek patahan (sesar) besar,
    tersebar di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara
    dan Indonesia bagian timur. Pemunculan
    gunungapi aktif, titik-titik gempa bumi dan
    kompleks patahan yang begitu besar, seperti
    sesar Semangko (Great Semangko Fault
    membujur dari Aceh sampai teluk
    Semangko di Lampung) memperlihatkan
    tingkat kerawanan yang begitu besar.
    Menurut Kertapati (2006), karakteristik
    gempabumi di daerah Busur Sunda pada
    umumnya diikuti tsunami.
    Para peneliti masa kini terutama
    Santos (2005) dan sebagian peneliti
    Amerika Serikat memiliki kenyakinan
    bahwa gejala kerawanan bencana geologi
    wilayah Indonesia adalah sesuai dengan
    anggapan Plato yang menyatakan bahwa
    Benua Atlantis telah hilang akibat letusan
    gunung berapi yang bersamaan.
    Pendekatan lain akan keberadaan
    Benua Atlantis dan awal peradaban manusia
    (hancurnya Taman Eden) adalah kejadian
    Zaman Es. Pada zaman Es suhu atau iklim
    bumi turun dahsyat dan menyebabkan
    peningkatan pembentukan es di kutub dan
    gletser gunung. Secara geologis, Zaman Es
    sering digunakan untuk merujuk kepada
    waktu lapisan Es di belahan bumi utara dan
    selatan; dengan definisi ini kita masih dalam
    Zaman Es. Secara awam untuk waktu 4 juta
    tahun ke belakang, definisi Zaman Es
    digunakan untuk merujuk kepada waktu
    yang lebih dingin dengan tutupan Es yang
    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
    5
    luas di seluruh benua Amerika Utara dan
    Eropa.
    Penyebab terjadinya Zaman Es
    antara lain adalah terjadinya proses
    pendinginan aerosol yang sering menimpa
    planet bumi. Dampak ikutan dari peristiwa
    Zaman Es adalah penurunan muka laut.
    Letusan gunung api dapat menerangkan
    berakhirnya Zaman Es pada skala kecil dan
    teori kepunahan Dinosaurus dapat
    menerangkan akhir Zaman Es pada skala
    besar.
    Gambar 4. Penyebaran es di belahan bumi utara
    pada masa Pleistosen (USGS, 2005)
    Dari sudut pandang di atas, Zaman
    Es terakhir dimulai sekitar 20.000 tahun yang
    lalu dan berakhir kira-kira 10.000 tahun lalu
    atau pada awal kala Holocene (akhir
    Pleistocene). Proses pelelehan Es di zaman
    ini berlangsung relatif lama dan beberapa
    ahli membuktikan proses ini berakhir sekitar
    6.000 tahun yang lalu.
    Pada Zaman Es, pemukaan air laut
    jauh lebih rendah daripada sekarang, karena
    banyak air yang tersedot karena membeku di
    daerah kutub. Kala itu Laut China Selatan
    kering, sehingga kepulauan Nusantara barat
    tergabung dengan daratan Asia Tenggara.
    Sementara itu pulau Papua juga tergabung
    dengan benua Australia.
    Ketika terjadi peristiwa pelelehan Es
    tersebut maka terjadi penenggelaman
    daratan yang luas. Oleh karena itu
    gelombang migrasi manusia dari/ke
    Nusantara mulai terjadi. Walaupun belum
    ditemukan situs pemukiman purba, sejumlah
    titik diperkirakan sempat menjadi tempat
    tinggal manusia purba Indonesia sebelum
    mulai menyeberang selat sempit menuju
    lokasi berikutnya (Hantoro, 2001).
    Tempat-tempat itu dapat dianggap
    sebagai awal pemukiman pantai di
    Indonesia. Seiring naiknya paras muka laut,
    yang mencapai puncaknya pada zaman
    Holosen ± 6.000 tahun dengan kondisi muka
    laut ± 3 m lebih tinggi dari muka laut
    sekarang, lokasi-lokasi tersebut juga
    bergeser ke tempat yang lebih tinggi masuk
    ke hulu sungai.
    Berkembangnya budaya manusia,
    pola berpindah, berburu dan meramu (hasil)
    hutan lambat laun berubah menjadi penetap,
    beternak dan berladang serta menyimpan
    dan bertukar hasil dengan kelompok lain.
    Kemampuan berlayar dan menguasai
    navigasi samudera yang sudah lebih baik,
    memungkinkan beberapa suku bangsa
    Indonesia mampu menyeberangi Samudra
    Hindia ke Afrika dengan memanfaatkan
    pengetahuan cuaca dan astronomi. Dengan
    kondisi tersebut tidak berlebihan
    Oppenheimer beranggapan bahwa Taman
    Eden berada di wilayah Sundaland.
    Taman Eden hancur akibat air bah
    yang memporak-porandakan dan mengubur
    sebagian besar hutan-hutan maupun tamantaman
    sebelumnya. Bahkan sebagian besar
    dari permukaan bumi ini telah tenggelam
    dan berada dibawah permukaan laut, Jadi
    pendapat Oppenheimer memiliki kemiripan
    dengan akhir Zaman Es yang
    menenggelamkan sebagian daratan
    Sundaland.
    MENANGKAP PELUANG
    Pendapat Oppenheimer (1999) dan
    Santos (2005) bagi sebagian para peneliti
    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
    6
    adalah kontroversial dan mengada-ada. Tentu
    kritik ini adalah hal yang wajar dalam
    pengembangan ilmu untuk mendapatkan
    kebenaran. Beberapa tahun ke belakang
    pendapat yang paling banyak diterima adalah
    seperti yang dikemukakan oleh Kircher
    (1669) bahwa Atlantis itu berada di tengahtengah
    Samudera Atlantik sendiri, dan
    tempat yang paling meyakinkan adalah Pulau
    Thera di Laut Aegea, sebelah timur Laut
    Tengah.
    Pulau Thera yang dikenal pula
    sebagai Santorini adalah pulau gunung api
    yang terletak di sebelah utara Pulau Kreta.
    Sekira 1.500 SM, sebuah letusan gunung api
    yang dahsyat mengubur dan
    menenggelamkan kebudayaan Minoan. Hasil
    galian arkeologis menunjukkan bahwa
    kebudayaan Minoan merupakan kebudayaan
    yang sangat maju di Eropa pada zaman itu,
    namun demikian sampai saat ini belum ada
    kesepakatan di mana lokasi Atlantis yang
    sebenarnya. Setiap teori memiliki pendukung
    masing-masing yang biasanya sangat fanatik
    dan bahkan bisa saja Atlantis hanya ada
    dalam pemikiran Plato.
    Perlu diketahui pula bahwa kandidat
    lokasi Atlantis bukan hanya Indonesia,
    banyak kandidat lainnya antara lain :
    Andalusia, Pulau Kreta, Santorini, Tanjung
    Spartel, Siprus, Malta, Ponza, Sardinia, Troy,
    Tantali, Antartika, Kepulauan Azores,
    Karibia, Bolivia, Meksiko, Laut Hitam,
    Kepulauan Britania, India, Srilanka, Irlandia,
    Kuba, Finlandia, Laut Utara, Laut Azov,
    Estremadura dan hasil penelitian terbaru
    oleh Kimura's (2007) yaitu menemukan
    beberapa monument batu dibawah perairan
    Yonaguni, Jepang yang diduga sisa-sisa dari
    peradaban Atlantis atau Lemuria.
    Gambar 5. Monument Batu yang berhasil
    ditemukan dibawah perairan Yonaguni, Jepang,
    (Spiegel Distribution TV, 2000)
    PELUANG PENGEMBANGAN ILMU
    Adalah fakta bahwa saat ini
    berkembang pendapat yang menjadikan
    Indonesia sebagai wilayah yang dianggap
    ahli waris Atlantis yang hilang. Untuk itu
    kita harus bersyukur dan membuat kita tidak
    rendah diri di dalam pergaulan internasional,
    sebab Atlantis pada masanya adalah
    merupakan pusat peradaban dunia yang
    misterius. Bagi para arkeolog atau
    oceanografer moderen, Atlantis merupakan
    obyek menarik terutama soal teka-teki di
    mana sebetulnya lokasi benua tersebut dan
    karenanya menjadi salah satu tujuan utama
    arkeologi dunia. Jika Atlantis ditemukan,
    maka penemuan tersebut bisa jadi akan
    menjadi salah satu penemuan terbesar
    sepanjang masa.
    Perkembangan fenomena ini
    menyebabkan Indonesia menjadi lebih
    dikenal di dunia internasional khususnya di
    antara para peneliti di berbagai bidang yang
    terkait. Oleh karena itu Pemerintah
    Indonesia perlu menangkap peluang ini
    dalam rangka meningkatkan pengembangan
    ilmu pengetahuan dan teknologi. Peluang ini
    penting dan jangan sampai diambil oleh
    pihak lain.
    Kondisi ini mengingatkan pada
    Sarmast (2003), seorang arsitek Amerika
    keturunan Persia yang mengklaim telah
    menemukan Atlantis dan menyebutkan
    bahwa Atlantis dan Taman Firdaus adalah
    sama. Sarmast menunjukkan bahwa Laut
    Mediteranian adalah lokasi Atlantis,
    tepatnya sebelah tenggara Cyprus dan
    terkubur sedalam 1500 meter di dalam air.
    ‘Penemuan’ Sarmast, menjadikan kunjungan
    wisatawan ke Cyprus melonjak tajam. Para
    penyandang hibah dana penelitian Sarmast,
    seperti editor, produser film, agen media dll
    mendapat keuntungan besar. Mereka seolah
    berkeyakinan bahwa jika Sarmast benar,
    maka mereka akan terkenal; dan jika tidak,
    mereka telah mengantungi uang yang sangat
    besar dari para sponsor.
    Santos (2005) dan seorang arkeolog
    Cyprus sendiri yaitu Flurentzos dalam
    artikel berjudul : ”Statement on the alleged
    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
    7
    discovery of atlantis off Cyprus” (Santos,
    2003) memang menolak penemuan Sarmast.
    Mereka sependapat dengan Plato dan
    menyatakan secara tegas bahwa Atlantis
    berada di luar Laut Mediterania. Pernyataan
    ini didukung oleh Morisseau (2003) seorang
    ahli geologis Perancis yang tinggal di pulau
    Cyprus. Ia menyatakan tidak berhubungan
    sama sekali dengan fakta geologis. Bahkan
    Morisseau menantang Sarmast untuk
    melakukan debat terbuka. Namun demikian,
    usaha Sarmast untuk membuktikan bahwa
    Atlantis yang hilang itu terletak di Cyprus
    telah menjadikan kawasan Cyprus dan
    sekitarnya pada suatu waktu tertentu dibanjiri
    oleh wisatawan ilmiah dan mampu
    mendatangkan kapital cukup berasal dari
    para sponsor dan wisatawan ilmiah tersebut.
    Gambar 6. Peta Atlantis menurut Kircher (1669).
    Pada peta tersebut, Atlantis terletak di tengah
    Samudra Atlantik.
    Demikian juga dengan letak Taman
    Eden, sudah banyak yang melakukan
    penelitian mulai dari agamawan sampai para
    ahli sejarah maupun ahli geologi jaman
    sekarang. Ada yang menduga letak Taman
    Eden berada di Mesir, di Mongolia, di Turki,
    di India, di Irak dsb-nya, tetapi tidak ada
    yang bisa memastikannya.
    Penelitian yang cukup konprehensif
    berkenaan dengan Taman Eden diantaranya
    dilakukan oleh Zarins (1983) dari Southwest
    Missouri State University di Springfield. Ia
    telah mengadakan penelitian lebih dari 10
    tahun untuk mengungkapkan rahasia di mana
    letaknya Taman Eden. Ia menyelidiki fotofoto
    dari satelit dan berdasarkan hasil
    penelitiannya ternyata Taman Eden itu telah
    tenggelam dan sekarang berada di bawah
    permukaan laut di teluk Persia.
    Gambar 7. Taman Eden menurut Zarins (1983)
    Hingga saat ini, letak dari Atlantis
    dan Taman Eden masih menjadi sebuah
    kontroversi, namun berdasarkan bukti
    arkeologis dan beberapa teori yang
    dikemukakan oleh para peneliti,
    menunjukkan kemungkinan peradaban
    tersebut berlokasi di Samudera Pasifik
    (disekitar Indonesia sekarang). Ini menjadi
    tantangan para peneliti Indonesia untuk
    menggali lebih jauh, walaupun banyak juga
    yang skeptis, beranggapan bahwa Atlantis
    dan Taman Eden tidak pernah ada di muka
    bumi ini.
    PENUTUP
    Peluang pengembangan ilmu
    sebenarnya telah direalisasikan oleh LIPI
    melalui gelaran 'International Symposium on
    The Dispersal of Austronesian and the
    Ethnogeneses of the People in Indonesia
    Archipelago, 28-30 Juni 2005 yang lalu.
    Salah satu tema dalam gelaran tersebut
    menyangkut banyak temuan penting soal
    penyebaran dan asal usul manusia dalam dua
    dekade terakhir. Salah satu temuan penting
    dari hasil penelitian yang dipresentasikan
    dalam simposium tersebut adalah hipotesa
    adanya sebuah pulau yang sangat besar
    terletak di Laut Cina Selatan yang kemudian
    tenggelam setelah Zaman Es.
    Menurut Jenny (2005), hipotesa itu
    berdasarkan pada kajian ilmiah seiring
    makin mutakhirnya pengetahuan tentang
    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
    8
    arkeologi molekuler. Salah satu pulau
    penting yang tersisa dari benua Atlantis jika
    memang benar, adalah Pulau Natuna, Riau.
    Berdasarkan kajian biomolekuler, penduduk
    asli Natuna diketahui memiliki gen yang
    mirip dengan bangsa Austronesia tertua.
    Bangsa Austronesia diyakini memiliki
    tingkat kebudayaan tinggi, seperti bayangan
    tentang bangsa Atlantis yang disebut-sebut
    dalam mitos Plato.
    Ketika Zaman Es berakhir, yang
    ditandai tenggelamnya 'benua Atlantis',
    bangsa Austronesia menyebar ke berbagai
    penjuru. Mereka lalu menciptakan
    keragaman budaya dan bahasa pada
    masyarakat lokal yang disinggahinya. Dalam
    tempo cepat yakni pada 3.500 sampai 5.000
    tahun lampau kebudayaan ini telah
    menyebar. Kini rumpun Austronesia
    menempati separuh muka bumi.
    Dari berbagai pendapat tersebut
    dapat disimpulkan bahwa asal usul Taman
    Eden (manusia modern) dan hilangnya benua
    Atlantis sangat berkaitan dengan kondisi
    geologi khususnya aktivitas tektonik
    lempeng dan peristiwa Zaman Es.
    Perubahan iklim yang drastik di dunia,
    menyebabkan berubahnya muka laut,
    kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan.
    Zaman Es memberi ruang yang
    besar kepada perkembangan peradaban
    manusia yang amat besar di Sundaland. Pada
    saat itu suhu bumi amat dingin, kebanyakan
    air dalam keadaan membeku dan
    membentuk glasier. Oleh karena itu
    kebanyakan kawasan bumi tidak sesuai untuk
    didiami kecuali di kawasan khatulistiwa yang
    lebih panas.
    Di antara kawasan ini adalah wilayah
    Sundaland dan Paparan Sahul serta kawasan
    di sekitarnya yang memiliki banyak gunung
    api aktif yang memberikan kesuburan tanah.
    Dengan demikian keduanya memiliki tingkat
    kenyamanan tinggi untuk berkembangnya
    peradaban manusia.
    Adapun wilayah lainnya tidak cukup
    memiliki kenyamanan berkembangnya
    peradaban, karena semua air dalam keadaan
    membeku yang membentuk lapisan es yang
    tebal. Akibatnya, muka laut turun hingga
    200 kaki dari muka laut sekarang.
    Wilayah Sundaland yang memiliki
    iklim tropika dan memiliki kondisi tanah
    subur, menunjukkan tingkat keleluasaan
    untuk didiami. Kemungkinan pusat
    peradaban adalah berada antara
    Semenanjung Malaysia dan Kalimantan,
    tepatnya sekitar Kepulauan Natuna (sekitar
    laut China Selatan) atau pada Zaman Es
    tersebut merupakan muara Sungai yang
    sangat besar yang mengalir di Selat Malaka
    menuju laut China Selatan sekarang. Anakanak
    sungai dari sungai raksasa tersebut
    adalah sungai-sungai besar yang berada di
    Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan
    bagian Barat dan Utara.
    Gambar 8. Pola aliran sungai purba di daratan
    paparan tepian kontinen Sunda
    (Hantoro, 2007).
    Kemungkinan kedua adalah Muara
    Sungai Sunda yang mengalir di Laut Jawa
    menuju Samudera Hindia melalui Selat
    Lombok. Hulu dan anak-anak sungai
    terutama berasal dari Sumatera bagian
    Selatan, seluruh Pulau Jawa, dan Pulau
    kalimantan bagian Selatan.
    Oleh karena itu klaim bahwa awal
    peradaban manusia berada di wilayah
    Mediterian patut dipertanyakan. Sebab pada
    masa itu kondisi iklim sangat dingin dan
    beku, lapisan salju di wilayah Eropa dapat
    menjangkau hingga 1 km tebalnya dari
    permukaan bumi. Keadaan di Eropa dan
    Mesir pada masa itu adalah sama seperti apa
    yang ada di kawasan Artik dan Antartika
    sekarang ini.
    Kawasan Sundaland pada saat itu
    walaupun memiliki suhu paling dingin
    sekalipun, tetap dapat didiami dan menjadi
    kawasan bercocok tanam kerena terletak di
    sekitar garisan khatulistiwa. Lebih menarik
    lagi, dengan muka laut yang lebih rendah,
    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
    9
    pada masa itu Sundaland adalah satu daratan
    benua yang menyatu dengan Asia dan
    terbentang membentuk kawasan yang amat
    luas dan datar. Apabila bumi menjadi
    semakin panas dan sebagian daratan
    Sundaland tenggelam daerah ini tetap dapat
    didiami dan tetap subur.
    Di sisi lain kenyamanan iklim dan
    potensi sumberdaya alam yang dimiliki
    wilayah Sundaland, juga dibayangi oleh
    kerawanan bencana geologi yang begitu
    besar akibat pergerakan lempeng benua
    seperti yang dirasakan saat ini. Kejadian
    gempabumi, letusan gunung api, tanah
    longsor dan tsunami yang terjadi di masa kini
    juga terjadi di masa lampau dengan intensitas
    yang lebih tinggi seperti letusan Gunung
    Toba, Gunung Sunda dan gunung api lainnya
    yang belum terungkap dalam penelitian
    geologi.
    Instansi yang terkait diharapkan
    dapat berperan menangkap peluang dalam
    mengembangkan ilmu pengetahuan untuk
    mengungkap fenomena Sundaland sebagai
    Benua Atlantis yang hilang maupun sebagai
    Taman Eden. Paling tidak peranan instansi
    tersebut dapat memperoleh temuan-temuan
    awal (hipothesis) yang mampu mengundang
    minat penelitian dunia untuk melakukan riset
    yang komprehensif dan berkesinambungan..
    Keberhasilan langkah upaya
    mengungkap suatu fenomena alam akan
    membuka peluang pengembangan berbagai
    sektor diantaranya adalah sektor pariwisata.
    Kemampuan manajemen kepariwisataan
    yang baik, suatu kegiatan penelitian berskala
    internasional artinya hipotesis penelitian
    yang dibangun dapat mempengaruhi wilayah
    dunia lainnya, akan berpotensi menjadi
    kegiatan wisata ilmiah yang dapat
    menghasilkan devisa negara andalan dan
    basis ekonomi masyarakat seperti yang telah
    dinikmati oleh Mesir, Yunani, Cyprus dll.
    Ucapan Terima Kasih—Terima kasih penulis
    sampaikan kepada:
    1) Prof. Dr. Ir. Adjat Sudradjat, M.Sc atas
    saran dan koreksinya.
    2) Ir. Oman Abdurahman atas review dan
    editing keseluruhan isi tulisan.
    * Penulis adalah peserta Program Doktor
    Pengembangan Kewilayahan di Universitas
    Padjadjaran Bandung.
    Download Koleksi Ebook Gratis
    http://buku2gratis.blogspot.com
    Blog Tentang Atlantis
    http://atlantis-lemuria-indonesia.blogspot.com
    Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
     
    • Thanks Thanks x 2
    • Like Like x 1
Thread Status:
Not open for further replies.

About Forum IDWS

IDWS, dari kami yang terbaik-untuk kamu-kamu (the best from us to you) yang lebih dikenal dengan IDWS adalah sebuah forum komunitas lokal yang berdiri sejak 15 April 2007. Dibangun sebagai sarana mediasi dengan rekan-rekan pengguna IDWS dan memberikan terbaik untuk para penduduk internet Indonesia menyajikan berbagai macam topik diskusi.